Liputan6.com, Jember - Pondok Pesantren (Ponpes) Mahfilud Duror Desa Suger Kecamatan Jelbuk, Kabupaten Jember, Jawa Timur, hampir setiap tahun mengawali puasa Ramadan, mendahului satu hari dari ketetapan pemerintah.
Sebagian warga Jember dan Bondowoso yang menjadi pengikut Ponpes Mahfilud Duror yang terletak di perbatasan Jember-Bondowoso ini, sudah melaksanakan salat tarawih dan tadarus, Sabtu malam (4/5/2019).
Advertisement
Ponpes Mahfilud Duror punya metode sendiri untuk menentukan awal Ramadan 1440 Hijriyah, jatuh pada hari Minggu, 5 Mei 2019. Metode penentuan awal bulan Ramadan, yang dilakukan Pengasuh Ponpes Mahfilud Duror, KH. Ali Wafa, berbeda dengan metode yang digunakan pemerintah, NU dan Muhammadiyah.
Seperti yang ketahui, pemerintah dan NU menggunakan metode hisab dan rukyat. Sedangkan Muhamadiyah menggunakan metode hisab. Namun, Pengasuh Ponpes Mahfilud Duror memiliki rujukan berbeda, tidak menggunakan kedua-duanya.
"Saya mengambil penentuan awal puasa berdasarkan kitab Nuzhatu Al Majaalis Wa Muntakhobu Al Nafaais (dibaca: Nuzhatul Majaalis Wa Muntakhobun Nafaais)," tutur KH Ali Wafa, Sabtu (4/5/2019).
Dia menjelaskan, di dalam kitab karya syekh Abdurrahman Al Shufury Al Syafi'i, diuraikan tata cara penentuan awal Ramadan, yakni metode menghitung lima hari, dari hari pertama bulan Ramadan tahun lalu.
"Bahwa prinsipnya lima hari dari awal Ramadan tahun sebelumnya, menjadi awal bulan Ramadan tahun berikutnya," ucap pria yang biasa dipanggil Lora Ali ini.
Dia menjelaskan, jika awal bulan Ramadan tahun 2018, jatuh pada hari Rabu, maka dihitung maju lima hari, dari hari Rabu.
"Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu. Maka awal bulan Ramadan tahun 2019, jatuh pada hari Minggu," jelas kiai muda yang sering didapuk memimpin sumpah pocong, jika terjadi tuduhan santet antarwarga ini.
Dia juga menjelaskan, hasil penghitungan ini tidak serta merta harus diikuti oleh masyarakat. Dia cukup memberi tahu warga sekitar pondok, santri, dan alumni santri bahwa ponpes Mahfilud Duror menetapkan awal bulan Ramadan tahun ini yakni pada Minggu (5/5/2019). "Karena itu, mulai Sabtu malam ini (4/5/2019), kami sudah mulai menggelar tarawih," katanya.
Tak Ada Paksaan
Meski demikian, kata Kiai Ali Wafa, tidak ada paksaan untuk mengikuti hasil ijtihadnya. Masyarakat bebas memilih, apa ikut pemerintah, atau ikut metodenya. Ia hanya menyampaikan hasil ijtihad tersebut kepada masyarakat.
Lora Ali menambahkan, metode ini sudah bertahun-tahun diterapkan dan diamalkan dan tidak ada kendala dan masalah. Justru perbedaan pendapat ulama dalam persoalan tersebut membawa rahmat.
Sedangkan, Tim Badan Hisab dan Rukyat Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupten Jember, bersama sejumlah ormas Islam di Jember, masih akan melakukan rukyatul hilal atau melihat bulan di Pantai Kalbut, Desa Semiring Kecamatan Mangaran Situbondo Jawa Timur, Minggu (5/5/2019).
Langkah ini dilakukan untuk menentukan awal Ramadan 1440 Hijriyah. Sesuai perhitungan tim hisab dan rukyat kantor Kemenag Jember, jika tidak terhalang mendung, hilal bisa dilihat, karena posisi hilal di atas dua derajat.
"Ada 30 orang yang akan melakukan ru'yatul hilal, dari kemenag, KUA, ahli falakiyah PCNU Jember dan kencong serta ahli dari sejumlah pesantren di Kabupaten Jember," kata ketua tim hisab dan rukyat kantor Kemenag Jember, Muhamad Muslim.
Dia menjelaskan, sesuai perhitungan ahli hisab dan rukyat kantor Kemenag Jember, kemungkinan besar hilal bisa dipantau, karena ketinggian hilal sekitar lima derajat. "Jika bulan bisa dilihat, berarti awal bulan Ramadan tahun ini, jatuh pada hari Senin, 6 Mei 2019," tuturnya.
Meski demikian, Muslim meminta masyarakat tetap menunggu pengumuman hasil sidang isbat, yang dilakukan Kementerian Agama. Tim hisab dan rukyat Kemenag Jember, akan melaporkan apa pun hasil temuannya, kepada Kementerian Agama pusat.
Sementara, Muhammadiyah sudah mengumumkan 1 Ramadan 1440 Hijriah, jatuh pada tanggal 6 Mei 2019. Pengumuman itu mendahului pemerintah, yang baru akan menggelar sidang isbat pada hari Minggu, 5 Mei 2019.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement