Liputan6.com, Blora - Thethek, sebuah tradisi suku Jawa yaitu memainkan salah satu alat musik rakyat dengan berkeliling kampung untuk membangunkan warga agar segera sahur. Umumnya alat musik yang digunakan adalah kentongan dari bambu.
Menyambut bulan Ramadan, remaja dan anak-anak di wilayah Bogorejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah membuat kentongan dari bambu. Kegiatan itu merupakan tradisi yang dilakukan setiap tahunnya demi bisa melakukan ronda Thethek dan membangunkan warga untuk sahur.
"Thethek merupakan hal yang rutin dilakukan remaja-remaja dan anak-anak untuk membangunkan warga dengan berkeliling desa, kebiasaan ini sudah dilakukan oleh para pendahulu sebelumnya, jadi sudah tradisi dan turun-temurun," kata Teguh Arianto, salah seorang remaja Bogorejo kepada Liputan6.com, Jumat, 3 Mei 2019.
Baca Juga
Advertisement
Membuat kentungan bambu untuk Thethek, menurut Teguh, tidak membutuhkan biaya mahal. Cukup dengan satu ruas bambu yang kemudian dibuat menjadi kentungan, ukurannya pun bisa sesuaikan dengan keinginan pembuatnya.
"Guna menghasilkan suara yang sesuai selera, cukup melubangi bagian tengah, kemudian dipukul dengan alat pemukul seadanya tanpa perlu menyesuaikan nada layaknya alat musik modern," dia menjelaskan.
Setelah jadi, biasanya para remaja atau anak-anak Bogorejo saling memainkan kentongan secara bersama-sama layaknya alat musik modern. Berdasarkan pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya, remaja-remaja Bogorejo memadukan suara kentungan itu dengan alat musik lain seperti ketipung, gitar, dan lainnya.
"Kentongan bambu itu biasa disebut Thethek, karena bunyi suara yang dihasilkan thek-thek-tok-tok," jelasnya.
Zainal Muttaqin, warga setempat, menjelaskan bahwa tradisi memainkan Thethek telah bertahun-tahun menjadi salah satu kegiatan musik tradisional yang mewarnai seni budaya Blora, khususnya pada bulan Ramadan.
"Mayoritas diseluruh desa-desa, utamanya daerah pelosok perkampungan, biasanya bulan ramadan pada membuat kentongan bambu, adek-adek kumpul dan rela tidur di Musala, Masjid sebelum berkeliling membangunkan warga waktu makan untuk sahur dengan thethek an" katanya.
Saat bulan Ramadan, Thethek selalu bisa menjadi ciri khas dan memberi warna tersendiri. Bahkan, jika tak ada kegiatan Thethek warga pasti merasa ada yang kurang.
"Saya cukup mengapresiasi, selama warga masyarakat sekitar tidak merasa terganggu, adek-adek membunyikan Thethek pun harus tahu waktunya. Ini bukti bahwa di era digitalisasi masih mempertahankan tradisi," ujar Zainal, sapaan akrabnya.
Saksikan juga video menarik berikut ini: