Taliban Kembali Serang Kantor Polisi Afghanistan, 13 Orang Tewas

Sebanyak 13 orang tewas dan puluhan lainnya terluka dalam serangan kelompok Taliban terhadap kantor polisi Afghanistan.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 06 Mei 2019, 09:06 WIB
Ilustrasi ledakan bom (iStockPhoto)

Liputan6.com, Pul-e-Khumri - Serangan Taliban terhadap sebuah markas polsii di Kota Pul-e-Khumri di Afghanistan utara, memicu pertempuran selama berjam-jam pada Minggu, 5 Mei 2019.

Di tengah-tengah konflik, seorang pembom bunuh diri meledakkan mobil yang dikendarainya. Sebanyak 13 orang yang berada di sekitar tempat kejadian perkara seketika tewas, mengutip The Straits Times pada Senin (6/5/2019).

Seorang militan Taliban meledakkan kendaraan Humvee-nya di pintu masuk kantor polisi tersebut, sebelum sekelompok delapan penyerang bersenjatakan senapan mesin bergegas masuk ke gedung itu, kata dua pejabat Afghanistan.

"Tiga belas polisi tewas dan 35 lainnya cedera," kata Nasrat Rahimi, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Afghanistan di Kabul, menambahkan bahwa 20 warga sipil juga terluka.

Taliban yang berupaya memulihkan kekuasaan Islam konservatif dan mengusir pasukan asing dari Afghanistan, mengaku bertanggung jawab atas serangan di daerah sibuk kota itu.

Untuk diketahui, militan Taliban sering merebut paksa kendaraan Humvee buatan Amerika Serikat (AS) dari pasukan Afghanistan, untuk direka ulang sebagai bom mobil dalam rangka menembus benteng militer.

Serangan hari Minggu adalah yang terbaru dari serangkaian serangan besar-besaran yang telah menewaskan dan melukai ratusan warga sipil di Afghanistan tahun ini, di mana kian menambah tekanan besar pada pemerintahan Presiden Ashraf Ghani yang didukung Barat.

 


Serangan Meningkat pada Instalasi keamanan Afghanistan

Pasukan keamanan Afghanistan berjibaku melawan serangan Taliban (AP/Mossoud Hossaini)

Taliban telah meningkatkan serangan terhadap instalasi keamanan, bahkan ketika mereka mengadakan perundingan langsung putaran keenam dengan para pejabat AS. Negosiasi yang dimaksud bertujuan untuk mengakhiri perang di Afghanistan.

Minggu ini, Taliban menolak permohonan yang dibuat pekan lalu oleh Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan utusan khusus AS, Zalmay Khalilzad terkait gencatan senjata dalam konflik 17 tahun.

Diplomat AS kelahiran Afghanistan, Khalilzad, memimpin perundingan di Doha, Qatar, untuk mencapai kesepakatan penarikan pasukan asing, dengan imbalan jaminan keamanan bagi Taliban.

"Semua pihak yang setuju untuk mengurangi kekerasan adalah langkah penting untuk mencapai hasil itu, dan ini haruslah menjadi pilihan yang bertanggung jawab secara moral untuk dibuat. Kami siap," tulis Khalilzad di Twitter, Sabtu 4 Mei.

Komentar Khalilzad tersebut datang sehari setelah Presiden Ghani mengatakan dia siap untuk mencapai gencatan senjata "segera" dan "permanen".

Di lain pihak, Taliban mengatakan mereka tidak akan meletakkan senjata menjelang bulan suci Ramadhan, dan menolak untuk mengadakan pembicaraan dengan pemerintah Afghanistan yang mereka anggap sebagai rezim "boneka" Barat.

Sebelumnya, pembicaraan langsung antara pemerintah Afghanistan dan Taliban gagal menemui titik temu pada 2015.

"Gencatan senjata hanya akan dibahas setelah kesepakatan tentang penarikan pasukan asing selesai," ujar Suhail Shaheen, juru bicara politik Taliban yang berbasis di Doha.

Saat ini, sekitar 45.000 pasukan keamanan Afghanistan tewas terbunuh sejak Ghani menjabat pada September 2014.


Komunikasi Antara Afghanistan dan Pakistan

Imran Khan, pemimpin partai Pakistan, Tehreek-e-Insaf Justice Party (PTI) dan digadang-gadang sebagai calon perdana menteri baru Pakistan (Anjum Naveed / AP PHOTO)

Pada Minggu, Ghani berbicara dengan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan guna mendapatkan dukungan baru dalam pembicaraan langsung dengan Taliban.

Pembicaraan itu terjadi beberapa jam setelah kementerian luar negeri Afghanistan memanggil seorang diplomat senior Pakistan atas bentrokan lintas perbatasan antara pasukan kedua negara.

Sebagai negara bertetangga, hubungan Afghanistan dan Pakistan kerap terganggu oleh ketidakpercayaan dan kadang-kadang permusuhan sejak kemerdekaan Pakistan pada 1947.

Selama bertahun-tahun, Afghanistan dan AS menuduh Pakistan sebagai pendukung utama Taliban untuk membatasi pengaruh saingan lamanya, India, di Afghanistan.

Pakistan membantahnya.

Menurut beberapa pengamat, peran Pakistan sangat sulit dalam negosiasi damai yang sedang berlangsung, di mana Islamabad berusaha menghindari menampilkan segala bentuk pengaruh luas terhadap Taliban.

Kantor PM Khan, dalam sebuah pernyataan, mengatakan kedua pemimpin negara bertukar pandangan tentang hal-hal yang berkaitan dengan perdamaian, keamanan, dan kemakmuran di Afghanistan dan wilayah tersebut.

Sementara itu, Presiden Ghani diperkirakan akan melakukan perjalanan ke Pakistan, tetapi tanggal perjalanan tidak diumumkan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya