Liputan6.com, Malang - Mari memulai perjalanan menikmati digital art dari sebuah pameran lukisan. Pameran sketsa dengan pensil wanra putih bertingkat yang dipadukan dengan teknologi.
Ratna Dwi Rachmawati menyorongkan telepon cerdasnya ke depan sebuah lukisan sketsa gajah. Di layar telepon, tampak animasi gajah berlari dan terdengar suara khasnya. Itu adalah lukisan sketsa 3 dimensi dengan teknologi Augmented Reality (AR).
Perempuan yang juga manajer salah satu hotel di Kota Malang, Jawa Timur ini tampak tersenyum. Ini kali pertama ia menikmati lukisan sketsa 3 dimensi. Cara menikmati seni dengan teknologi digital yang kekinian.
"Baru kali ini saya melihat ada lukisan dengan teknolgi seperti ini. Ini sesuatu yang luar biasa," kata Ratna.
Baca Juga
Advertisement
Karya ini memadukan teknik lukis analog dengan teknologi digital. Menggabungkan teknik lama, kekinian dan teknologi masa depan. Goresan sketsa bergerak itu karya Doddy Hernanto. Musisi sekaligus seniman asal Surabaya yang biasa disapa Mr. D. Seni analog atau manual sangat mungkin kawin dengan teknologi dalam sebuah digital art.
"Saat melihat, banyak yang bilang kok lukisan digital. Padahal ini analog dipadukan dengan animasi," kata Mr D.
Ia menggelar pameran di Hotel Tugu Malang pada 4-6 Mei lalu. Ada sekitar dua puluhan karya yang dipamerkan. Beragam karya itu seperti sketsa Bung Karno, Ki Hajar Dewantara, gajah, singa, harimau, sketsa lengan dan otak, serta masih banyak lagi.
Agar bisa menikmati sekaligus memahami pesan dari setiap karya itu, harus lebih dulu mengunduh aplikasi snapcard. Melalui software itu, akan muncul visual animasi serta suara dari setiap karya itu di telepon cerdas kita.
"Kalau kurator dan penikmat seni mungkin cukup melihat dari goresan. Tapi di era kekinian, animasi itu memudahkan seseorang memahami sebuah karya itu," kata Mr D.
Goresan wajah Bung Karno misalnya, semua pasti tahu jika presiden pertama Republik Indonesia adalah proklamator kemerdekaan. Dalam karya itu dimunculkan animasi salute, karena pastinya bangsa ini merdeka karena jasa Bung Karno.
Sketsa kepala harimau dengan mulut menganga dikelilingi simbol media sosial. Bermakna setiap orang yang lebih percaya sosial media itu sama seperti masuk ke dalam mulut harimau. Mudah percaya media sosial menimbulkan berbagai berita bohong alias hoaks
"Jangan melihat lukisan itu hanya pada goresan, tapi juga ada teknologi seperti aplikasi ini. Orang lebih gampang memahami dengan bantuan audio visual. Sudah wakunya digital art," kata Mr D.
Simak video pilihan berikut:
Daya Pensil Putih
Total sudah ada 110an sketsa 3 dimensi karya Mr D sejak setahun terakhir ini. Ada tiga tahap yang dilalui sebelum sebuah karya itu jadi. Pertama, tetap dibuat sketsa secara manual. Total ada 26 pensil warna putih yang digunakan, meski di sebuah karya tidak semuanya dipakai.
"Warna putih itu ada beragam tingkatnya. Harus dipadukan untuk menghasilkan gradasi yang sesuai. Semua pensil itu saya dapat dari seorang teman di eropa," ujar Mr D.
Jika pengerjaan skesta telah selesai, tahap berikutnya membuat animasi memanfaatkan berbagai aplikasi yang bisa diunduh secara gratis maupun berbayar. Ide animasi apa yang ingin dibuat bergantung pada apa yang ingin ditampilkan dari sebuah sketsa.
"Bikin animasi bisa di mana saja, kan ada di gawai. Bisa di tengah kemacetan, atau menunggu jadwal penerbangan,"katanya.
Jika animasi sudah selesai, tinggal disimpan dalam aplikasi snapcard. Sekaligus pengkodean dari sebuah animasi dan skesta. Sehingga, aplikasi ini jadi sarana menyimpan sekaligus membaca karya. Saat dan menyorongkan pada sebuah sketsa akan muncul animasi itu.
"Industri kreatif itu tidak akan pernah mati, tapi terus tumbuh dengan kemajuan teknologi," katanya.
Salah satu tantangan terberat untuk menikmati seluruh karya seniman cum gitaris ini hanya ada pada koneksi internet. Jika jaringan atau sinyal jelek, kita harus sedikit bersabar menunggu aplikasi itu membaca kode animasi.
"Ya memang hanya lola alias loading lambat saja yang bisa mengganggu seseorang menikmati karya saya ini," ucap Mr D.
Advertisement
Literasi Digital
Doddy Hernanto alias Mr D sudah cukup lama bergelut dengan gawai. Beberapa tahun lalu, ia sukses mengintegrasikan gitar dengan gawai. Ia tidak mau berhenti berinovasi. Di setiap pementasan, kampanye cerdas memanfaatkan teknologi digital juga ia dengungkan.
"Sejak tahun lalu saya sering keliling ke berbagai sekolah berbicara bahwa gawai itu bisa untuk berkreasi. Jangan cuma dipakai main gim saja," katanya.
Di setiap pementasan, tidak hanya bermain gitar bergawai. Tapi kini juga membawa skesta animasi itu. Menunjukkan banyak yang bisa digunakan secara positif di telepon cerdas dalam genggaman tangan kita.
"Seluruh karya ini juga sebagai literasi digital, agar kita lebih positif lagi memanfaatkan gawai," kata Mr D.
Perkembangan teknologi digital itu juga harus dipelajari oleh para seniman. Sekaligus jadi pembuktian generasi pasca milineal, mau berubah atau tidak dengan berbagai tools yang sudah tersedia. Jika tidak mau membuka aplikasi itu, bisa dilindas oleh jaman.
"Di setiap karya saya, tidak merusak teknik lama. Ini ada kuno, kini dan nantinya. Jadi yang lama dipertahankan dan kekiniannya harus ada," kata Mr D.
Ia percaya pada kemauan keras seseorang untuk mau berkembang. Contohnya, seniman maupun musisi berbakat besar sekalipun bisa tumbang oleh seseorang yang mau belajar dan tak segan berkreasi. Era digital sudah membuka peluang bagi siapa saja untuk berkarya.
"Jadi sebenarnya ini semua mempermudah, ada tools canggih kalau tak dimanfaatkan ya sudah. Teknologi itu mempermudah, tidak mempersulit," katanya.