Liputan6.com, Jakarta - Pada era digital atau industri 4.0 seperti sekarang ini, pengguna internet diminta bijak dalam mengunggah maupun menanggapi berbagai isu di media sosial. Jika salah posting, justru bisa jadi bumerang bagi diri sendiri.
Pasalnya, meski berganti tahun, semua rekam jejak digital akan terus ada. Hal ini berpengaruh pada penilaian personal pengguna media sosial tersebut.
IEEE Women in Engineering (WIE) memaparkan dampak negatif dari berlama-lama berada di media sosial.
Baca Juga
Advertisement
"Bila sudah lebih dari 8 jam berlama-lama di depan dunia maya, akan menyebabkan adiksi, kecanduan. Salah satu cirinya, kalau belum ketemu data yang dicari kebenarannya, akan terus terkoneksi sampai pembenaran memuaskan diri," tutur Prof Riri, Ketua WIE Indonesia, di Universitas Mercu Buana, Senin (6/5/2019).
Bila pembenaran sudah didapat, orang tersebut akan mempunyai kecenderungan menyebarkan ke media sosial-nya.
Lalu, bila ada orang atau pengguna media sosial lain yang tidak sependapat dengannya, orang tersebut akan memiliki kecenderungan lain untuk berdebat, bahkan sampai-sampai bisa berkata kasar.
Saat itulah semua rekam jejak digital tidak akan bisa hilang, meski sudah bertahun-tahun akan tetap ada. Efek seperti ini, ternyata semakin terasa ketika adanya fenomena atau peristiwa tertentu.
Ambil contoh momen Pilpres dan Pileg kemarin, di mana berbagai halaman media sosial panas dengan pasangan calon yang diusung.
Riri beranggapan, dalam hal ini diperlukan kecerdasan dalam Digital Quotient (DQ), bukan lagi IQ, EQ dan SQ.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Digital Quotient
"Sekarang, semakin pesatnya industri 4.0 mulai mengarah ke digital quotient atau DQ, yang mana ketiga kecerdasan tadi sudah tidak cukup lagi untuk manusia bisa berinteraksi sebagai mana manusia yang baik," jelas Riri.
Sebab, di dunia maya, arus informasi berjalan dan berkembang dengan sangat cepat.
Banyak pengguna media sosial terutama pada generasi milenial, tidak bisa mengimbanginya.
Sehingga, dibutuhkan peran orang tua untuk memantau dan menjadi teman diskusi. Juga, kesadaran diri dalam menarik diri dari dunia maya.
"Perhatikan anak, sebelum terlambat perlu adanya kesadaran diri untuk ambil jarak, ngerem diri. Kalau kebablasan, nantinya kita akan gampang baperan dengan semua hal yang ada di dunia maya," pungkas Riri.
(Pramita Tristiawati/Jek)
Advertisement