Liputan6.com, Denmark - Tujuh orang peternak sapi perah dari Indonesia study tour mengenai peternakan organik yang ada di Denmark.
Peternak sapi yang berasal dari KPS Bogor, Jawa Barat; Koperasi Mitra Bhakti, Jawa Timur; KAN Jabung, Jawa Timur; Koperasi Sapi Jaya, Jawa Timur; KPGS Cikajang, Jawa Barat; dan dua orang dari KPSP Setia Kawan, Jawa Timur, menginjak negara paling bahagia di dunia itu pada pertengahan Mei 2019 guna memenuhi undangan dari Arla Foods.
Advertisement
Selama enam hari para peternak memperoleh banyak ilmu dari perusahaan susu internasional yang dimiliki 10.300 peternak koperasi dari Denmark dan sejumlah negara Skandinavia.
Pada kunjungan pertama ke markas Arla Foods di kawasan Sonderhoj, Viby, Denmark, tujuh orang peternak dari Indonesia diberitahu bahan baku yang bikin perusahaan itu bisa menghasilkan produk berkualitas, terutama susu organik.
Jorgen Staarup Christensen, Vice President, Commercial Operations, Arla International, mengatakan, semua susu organik Arla bersumber dari peternakan yang melepas sapi-sapinya ke padang rumput, dan 100 persen diternakan di lahan organik.
"Yang artinya tidak menggunakan pupuk atau herbisida buatan," kata Jorgen.
Paling penting, produk yang dihasilkan dari ternak yang tidak menerima injeksi hormon. "Produk pun harus sesuai dengan standar keamanan pangan," Jorgen menambahkan.
Simak video menarik berikut ini
Melihat Langsung Peternakan Organik dan Konvensional
Guna membuktikan bahwa omongan tersebut bukan sekadar bualan, para peternak dibawa ke peternakan konvensional dan peternakan organik Arla untuk melihat langsung dalam proses menghasilkan susu berkualitas.
Dari kunjungan itu peternak sapi Indonesia bisa melihat langsung cara para peternak Arla memperlakukan sapi-sapinya. Baik yang konvensional maupun organik, harus memperlakukan hewan ternaknya dengan sebaik-baiknya.
Seperti yang Senior Director, Global Member Service - Alragarden, Torben Greve Himmelstru sampaikan bahwa sapi yang bahagia dan sehat akan memproduksi susu berkualitas terbaik.
"Para peternak kami peduli akan sapi-sapi mereka, dan sangat menjunjung tinggi standar yang diterapkan di peternakan mereka," kata Torben.
"Standar tinggi dalam hal kualitas susu, kesejahteraan hewan, dan keberlanjutan, adalah bagian dari program jaminan kualitas Arla, yaitu Alragarden," Torben menegaskan.
Advertisement
Peternak Indonesia yang Ingin Beralih ke Organik
Salah seorang peternak yang mengaku tertarik menerapkan cara seperti ini adalah Koesnan dari KPSP Setia Kawan, Jawa Timur.
Pria yang dipanggil kakek oleh rombongan Arla Fam Trip ini mengatakan sudah memiliki bayangan langkah apa saja yang harus dia lakukan untuk beralih dari peternakan konvensional ke peternakan organik.
"Insyaallah nanti akan mencoba step by step untuk memulainya. Saya akan menggalinya lebih dalam lagi dari peternak di Denmark, kemudian dari kementerian di Indonesia untuk tahu apa saja syarat-syaratnya di sini," kata Koesnan.
Di Denmark sendiri, pemilik peternakan organik tidak hanya mengikuti regulasi dari pemerintah, tapi juga standar dari Uni Eropa.
Soal regulasi, Torben, mengatakan, pemerintah Denmark tidak pernah main-main. Tidak jarang pemerintah melakukan inspeksi, apakah sang pemilik tetap tunduk pada peraturan.
Pemerintah akan melihat dokumen berisi makanan apa saja yang diterima sapi, kondisi tanah tempat pakan hewan ternak tumbuh, dan kondisi dari kandang.
Kondisi kandang harus benar-benar bikin sapi nyaman dan tidak stres. Contohnya saja tempat sapi beristirahat, harus matras tipis dengan ketebalan 6 cm yang di atasnya diberi jerami.
Kendala
Selain itu, Koesnan juga ingin belajar banyak agar bisa nemiliki inovasi seperti Arla untuk memajukan usaha para anggotanya.
"Itu yang bikin saya terkesan dan tertarik selama enam hari di sini. Saya menangkapnya mereka kerja dengan ikhlas, dan yang dipikirkan itu untuk kebaikan bersama," Koesnan menambahkan.
Namun, kendala yang mungkin dia hadapi terdapat pada sumber daya manusia (SDM) yang akan terlibat. Koesnan mengatakan bahwa SDM yang ada di peternakannya belum semampu yang dipunya Arla.
"Arla bisa seperti ini saya tidak heran, karena SDM-nya sudah ada bekal," kata Koesnan.
Menurut Koesnan, SDM yang dia punya saat ini rasa-rasanya sulit diberikan ilmu mengenai organik dan tetek bengek lainnya. "Kalau orang Indonesia itu perlu contoh."
Akan tetapi Koesnan optimis bisa menjadi contoh untuk peternak konvensional yang lain. Sebab, dia bertekad berkontribusi pada pembangunan SDM anak-anak Indonesia.
"Anak-anak kita harus lebih baik ke depannya. Kesehatannya harus terjamin. Gizi yang dia dapat juga harus terjamin," kata Koesnan.
"Gizi itu salah satunya berasal dari protein hewani, dan yang paling mudah itu susu. Akan lebih bagus kalau organik, saya tertarik di situ," Koesnan menambahkan.
Advertisement
Sadar Bahwa Sehat Masih Sebatas Persepsi
Koesnan menyadari bahwa di Denmark, susu organik itu sehat masih sebatas persepsi. Tidak bisa langsung dikatakan susu yang organik jelas lebih sehat dari susu non-organik.
Seperti yang dijelaskan Jorgen, persepsi itu terbentuk karena hal-hal yang disebutkan tadi.
- Produk yang tidak menggunakan pupuk buatan, produk yang bebas pestisida,
- Produk yang dihasilkan dari ternak yang mengonsumsi rumput di luar ruang langsung dari ladang,
- Produk yang dihasilkan dari ternak yang mengonsumsi pakan organik,
- Standar kesejahteraan ternak yang lebih baik, dan
- Tidak menerima injeksi hormon.
Pun dengan nilai produksinya, menjadi risiko yang mesti Koesnan hadapi. Misal, saat masih konvensional bisa menghasilkan susu 30 persen lebih banyak, begitu beralih ke susu organik harus berkurang mungkin saja di kisaran 15 persen.
"Setelah organik bisa berkurang tapi dari segi harga bisa naik," katanya
Kemudian, saat disinggung poin nomor lima, Koesnan sendiri mengatakan tidak melakukannya. Kecuali, penggunaan antibiotika.
"Itu pun ke sapi-sapi yang baru melahirkan dan sapi-sapi yang terkena infeksi," ujarnya.
Selama ini, ujar Koesnan, KPSP Setia Kawan menjalankan sesuai persyaratan yang mereka terima, yaitu ABC.
"A itu asli, enggak bercampur macam-macam. B adalah bersih sapinya, bersih orang-orangnya, dan bersih pula peralatannya. Sedang C, cepat," kata Koesnan.
"Susu itu kan mudah rusak. Makanya, kami di penampungan itu paling lama tiga sampai empat jam, langsung dimasukkan ke pendinginan. Setelah di bawah empat derajat baru kita kirim ke TPS (Tempat Penampungan Susu)," Koesnan menekankan.