SKK Migas Pastikan Shell Tak Angkat Kaki dari Blok Masela

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) membantah kabar PT Shell Indonesia mundur dari proyek Blok Masela

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 06 Mei 2019, 19:09 WIB
Seorang melintas di depan layar peta usai pertemuan antara Menko Kemaritiman dan Sumberdaya Rizal Ramli dengan perwakilan masyarakat Maluku di Gedung BPPT, Jakarta, Rabu (7/10/2015). Pertemuan membahas Blok Masela. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) membantah kabar PT Shell Indonesia mundur dari proyek Blok Masela. Blok migas tersebut, dikelola Shell bersama Inpex.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, pihak Shell telah menyampaikan bantahan dan juga menyatakan tidak ada masalah dalam pelaksanaan proyek tersebut.

"Kan hari ini ada bantahan dari Shell Indonesia. Tidak ada masalah, di sana kan leadnya Inpex," kata Dwi di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (6/5/2019).

Dwi melanjutkan, Shell juga sudah memberikan bantahan ke SKK Migas terkait rencana penjualan saham Blok Masela. "Secara informally Shell Indonesia menyatakan tidak ada rencana penjualan," ujarnya.

Untik diketahui, hak partisipasi atau participating interest (PI) Shell dalam mengelola Blok Masela sebesar 35 persen. Sedangkan sisanya dimiliki Inpex Cooproration.

Sumber Reuters menyebutkan, Shell berencana melepas PI Blok Masela untuk membantu pembayaran atas pembelian BG Group  2015 senilai USD 54 miliar. 

Saksikan video terkait di bawah ini


Ada Calon Pembeli Minati Gas dari Blok Masela

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan, saat ini sudah ada pihak yang mengincar gas dari Blok Masela‎. Proses negosiasi nilai investasi blok tersebut sedang berlangsung.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, Blok Masela akan menghasilkan gas bumi  melalui pipa sebanyak 150 MMSCFD, serta gas alam cair (Liqufied Natural Gas /LNG) seesar 9,5 juta metrik ton per annum (MTPA).

"9,5 juta ton per tahun LNG-nya dan ditambah 150 mmscfd (gas pipa)," kata Dwi, di Jakarta, Selasa (26/3/2019).

Menurut Dwi, keberadaan proyek hulu minyak dan gas bumi (migas) Masela membawa dampak berganda bagi daerah. Terlebih saat ini sudah ada calon pembeli gas bumi yang dialirkan melalui pipa. "Sekarang sudah ada yang mengincar untuk yang 150 mmscfd,"

‎Dwi mengungkapkan, pembangunan fasilitas pengolahan gas Blok Masela tetap dibangun di darat, sesuai dengan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Saat ini SKK Migas dengan Inpex Corporation selaku opertor masela masih melakukan negosiasi menentukan besaran investasi, serta insentif yang sesuai dengan besaran investasi.

"P‎emerintah itu sesungguhnya berkeinginan supaya ini segera jalan. Tetapi kembali lagi kalau misalnya dengan capex yang masih over, tinggi, kami tidak bisa memberikan insentif yang besar kepada investor. Sewajarnya saja," tandasnya.


Pengembangan Blok Masela Terhambat Masalah Pembebasan Lahan

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman menyatakan bahwa pengembangan proyek Blok Masela tetap dilakukan di darat alias onshore. Namun masih ada beberapa hal yang menghambat pengembangan proyek yang terletak di Maluku tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan setelah pilpres usai, dirinya akan bertemu dengan Chairman Shell.

"Masela enggak ada masalah. Tetap di offshore. Nanti si Chairman Sheel ke Indonesia. Dia akan ketemu saya," kata dia, di Kantornya, Jakarta, Senin (8/4/2019).

Deputi Kemenko Maritim bidang Infrastruktur, Ridwan Djamaluddin mengatakan saat ini terdapat dua isu yang menjadi bahan diskusi dan belum menemukan titik temu mengenai Blok Masela, yakni terkait lahan dan insentif.

"Kami adakan pertemuan dengan SKK Migas intinya kegiatan di darat tetap dilakukan. Yang masih diskusi antara kedua belah pihak pembebasan lahan 1.400 hektare sudah diproses di KLHK. Yang perlu dilakukan pemerintah adalah mempercepat proses dari 3-4 tahun menjadi 1-2 tahun," jelas Ridwan.

Sementara mengenai insentif, kata Ridwan, pembahasan terutama terkait dengan pembagian split dalam skema bagi hasil gross split. "Yang kedua permintaan usul tambahan Insentif dan split," imbuhnya.

Ridwan mengatakan apabila dua isu tersebut bisa dibereskan maka proposal pengembangan atau plan of development (POD) akan bisa disepakati.

"Diharapkan kalau semua berjalan lancar, POD akan segera dapat disepakati," tandasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya