Masa Depan Kopi Papua, dari Gantikan Minuman Keras sampai Menyasar Anak Muda

Memperpanjang usia kopi Papua berarti mengubah kebiasaan yang sudah begitu lama mengakar.

oleh Asnida Riani diperbarui 07 Mei 2019, 22:04 WIB
Kopi arabika produksi Kabupaten Deiyai, Papua. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, Jakarta - Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Begitulah kalimat yang mewakili perkembangan kopi di tanah Papua. Bukan hanya soal pengadaan sumber daya, tapi juga mengubah cara pikir para petani dan penikmat kopi.

Master Trainer Kopi Arabika Nasional Hanok Herison mengakui, tak seperti di Jawa, minum kopi bukanlah budaya di pulau paling timur wilayah Indonesia tersebut. "Upayanya di masa mendatang, kopi bisa menggantikan minuman keras," katanya dalam acara Mengenal Kopi Papua di Kedai Kopi Alenia, di Kemang, Jakarta, Jumat, 3 Mei 2019.

Mengubah budaya tentu tak bisa dilakukan dalam sekejap mata. Karenanya, Hanok memasukkan rencana ini dalam rencana pemberdayaan kopi Papua dalam lima tahun ke depan, di samping terus meningkatkan produksi.

Tak hanya mengupayakan peningkatan secara jumlah, tapi juga kualitas. Pelatihan tentang bagaimana cara mendapatkan kopi Papua berkualitas baik terus dilakukan, terutama di tiga Kabupaten, yakni Paniai, Deyiai, dan Dogiyai.

"Kopi akan jadi komoditas yang sangat menguntungkan. Apalagi, di kawasan pegunungan di Papua, masih banyak lahan bersifat perkebunan rakyat. Jadi, ini tinggal bagaimana kita bisa memberdayakan masyarakat secara tepat," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sasar Anak Muda

Acara Mengenal Kopi Papua di Kedai Kopi Alenia, Kemang, Jakarta Selatan, 3 Mei 2019. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Menambah panjang usia kopi Papua, Hanok menuturkan, dirinya akan menyasar anak muda, terutama dalam produksi kopi Papua. "Kami bisa sediakan benih. Jadi, dikonsumsi anak muda dan ditanam anak muda juga," jelasnya.

Ia menambahkan, jika anak muda Papua enggan turun tangan dalam membudidayakan kopi, dalam kurun waktu sekian tahun, komoditas satu ini bisa-bisa hanya tinggal cerita. "Dengan semua tahap dan peralatan baru, saya pikir anak muda bisa lebih cepat belajar bagaimana mengolah kopi yang baik," tuturnya.

Jika asa Hanok terwujud, ia optimis jumlah dan waktu panen kopi Papua bisa meningkat, yakni dua kali panen raya dengan raupan penjualan lebih dari Rp 100 juta.

"Anak muda sekarang lebih banyak mau jadi PNS, jadi Caleg. Tidak apa-apa. Tapi, ada baiknya juga peduli pada nasib komoditas asli Papua dan bantu dalam pengembangannya. Dengan terjun langsung, hasilnya bisa lebih nyata," tandasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya