Liputan6.com, Helsinki - Pemerintah Amerika Serikat (AS), baru-baru ini, mengungkapkan rencana untuk memperkuat kehadirannya di Kutub Utara, dalam upaya menahan "perilaku agresif" Rusia dan China di wilayah yang kaya sumber daya itu.
"Wilayah ini telah menjadi arena kekuatan dan persaingan global" karena cadangan minyak, gas, mineral, dan stok ikan yang sangat besar," kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, dalam pidatonya di Finlandia utara, Senin 6 Mei.
"Hanya karena Kutub Utara adalah wilayah tidak bertuan, bukan berarti hal itu dijadikan alasan untuk melakukan pelanggaran hukum," lanjutnya, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Selasa (7/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Berbicara pada malam pertemuan delapan anggota Dewan Arktik, Pompeo juga memperingatkan terhadap berbagai skenario di mana banyak negara berisiko terjerat oleh hutang dan korupsi, investasi berkualitas rendah, militerisasi dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali, yang semuanya dia katakan adalah efek potensial dari kemungkinan meningkatnya pengaruh China.
"Apakah kita ingin Samudra Arktik berubah menjadi Laut China Selatan yang baru, yang penuh dengan militerisasi dan klaim teritorial yang bersaing?" tanya Pompeo mengkritik.
Sementara AS dan Rusia adalah anggota Dewan Arktik, China hanya memegang status pengamat di badan kerja sama tersebut.
Memperhatikan bahwa ujung paling utara Chinaadalah sejauh 900 mil (setara 1.450 kilometer) dari Kutub Utara, Pompeo mengutuk upaya Beijing untuk menempatkan diri sebagai bagian dari negara Arktik.
"Hanya ada Negara-negara Arktik dan Non-Arktik. Tidak ada kategori ketiga, dan mengklaim sebaliknya tidak memberikan hak apa pun kepada China," lanjutnya menegaskan.
China Berinvestasi Besar-Besaran di Arktik
China telah berinvestasi secara besar-besaran di wilayah Arktik, di mana tercatat hampir US$ 90 miliar antara 2012 dan 2017, menurut Pompeo.
Investasi China itu disebut bertujuan merengkuh manfaat penuh dari keuntungan Rute Laut Utara.
Saat ini, jalur pengiriman yang secara drastis memotong waktu berlayar antara Pasifik dan Atlantik, dengan melewati utara Rusia, kian potensial digunakan akibat es kutub yang mencair.
China dan Rusia ingin menjadikan Rute Laut Utara sebagai bagian dari proyek Jalur Sutera Baru, yakni program investasi luas Tiongkok yang oleh beberapa negara, terutama AS, dipandang sebagai upaya untuk menempatkan kendali.
Gao Feng, perwakilan khusus China untuk urusan Arktik, bereaksi terhadap pidato Pompeo, dengan mengatakan; "Dia berkata ... Ini adalah kompetisi kekuatan. Oke, persaingan? Ayo lihat ... siapa yang bisa mendapatkan lebih banyak teman."
Advertisement
AS Tuduh Rusia Ingin Menguasai Arktik
Sementara itu, dalam pidatonya, Pompeo juga mengecam "tindakan provokatif" Rusia, dan menuduh Moskow ingin menguasai wilayah Kutub Utara secara militer.
"Rusia sudah meninggalkan jejak salju dalam bentuk sepatu bot tentara," katanya.
Di bawah Presiden Vladimir Putin, Moskow telah meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut, membuka kembali beberapa pangkalan yang ditinggalkan setelah jatuhnya Uni Soviet.
Keganasan pernyataan Pompeo patut dicatat mengingat fakta bahwa ia membuat pernyataan itu hanya beberapa menit sebelum pertemuan bilateral dengan mitranya dari Rusia, Sergei Lavrov, di tengah meningkatnya ketegangan AS-Rusia atas Venezuela, dan beberapa hal sensitif lainnya.
Kedua menlu diketahui saling melempar senyum dan berjabatan tangan di depan media yang berkumpul, tetapi menolak untuk menjawab pertanyaan tentang sifat pembicaraan mereka.
Pompeo justru mengatakan kepada wartawan bahwa ia telah berbicara dengan Lavrov tentang campur tangan Kremlin dalam pemilihan AS, mengatakan kepada menteri luar negeri Rusia bahwa "Itu tidak pantas".