Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus hoaks, Ratna Sarumpaet mengakui dirinya kerap mengonsumsi obat anti-depresi. Bahkan, ia telah mengonsumsi obat penenang itu sejak 2016 lalu hingga saat ini.
"Sudah lama, sudah lama banget," ujar Ratna Sarumpaet di Rutan Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (7/5/2019).
Advertisement
Ratna menyebut dirinya pertama kali mengonsumsi obat antidepresi usai mengikuti aksi 212 pada Desember 2016 lalu. "Mungkin waktu 212, itu habis 212," katanya.
Ibunda aktris Atiqah Hasiholan itu mengatakan, obat penenang itu ia konsumsi saat sedang merasa depresi. Namun ia tidak menjelaskan apa penyebab dirinya depresi.
"Ya karena depresi. (Obat) depresi itu cuma mencegah untuk tidak depresi, itu aja," kata Ratna.
Lebih lanjut mantan anggota tim pemenangan Prabowo-Sandi ini menyampaikan, berat badannya naik selama meringkuk di sel tahanan Polda Metro Jaya. Ratna juga mengaku tetap berpuasa meski disibukkan dengan agenda sidang lanjutan perkara hoaks yang membelitnya.
"Iya puasa. Soalnya di sini saya mulai gemuk, jadi harus puasa. Mulai gemuk, jadi masa susahnya sudah lewat, hehehe," ucap Ratna.
* Ikuti perkembangan Real Count Pilpres 2019 yang dihitung KPU di tautan ini
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dakwaan Ratna Sarumpaet
Jaksa mendakwa Ratna Sarumpaet telah menyebarkan berita bohong kepada banyak orang yang dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Apalagi, berita bohong yang disebarkannya itu dinilai telah menimbulkan pro dan kontra. Oleh karena itu, jaksa penuntut umum mendakwa aktivis itu dengan dakwaan alternatif.
"Dakwaan kesatu Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau dakwaan kedua Pasal 28 ayat (2) jo 45A ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," ujar jaksa saat membacakan dakwaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (28/2/2019).
Pada dakwaan pertama, jaksa menduga Ratna Sarumpaet telah melakukan perbuatan dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.
Sementara pada dakwaan kedua, jaksa menduga Ratna Sarumpaet, "Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras atau antar golongan (SARA)."
Sebagian masyarakat Kota Bandung bereaksi dengan menuntut terdakwa meminta maaf kepada masyarakat Bandung. Mereka tersinggung karena menyebut-nyebut nama kota mereka sebagai lokasi kejadian.
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," tutur jaksa.
Reporter: Ronald
Advertisement