Liputan6.com, Jakarta - Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah seluruh dalil keberatan tim pengacara Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Romi dalam sidang praperadilan kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Menurut KPK, tim pengacara Romi gagal memahami kewenangan yang diamanatkan kepada lembaga antirasuah tersebut melalui Pasal 11 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. KPK memastikan pihaknya on the track dalam menangani perkara tersebut.
Advertisement
"Pemohon menyampaikan bahwa tidak ada kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar dalam kasus ini. KPK memandang semestinya hal ini dapat dipahami bahwa pasal dikenakan terhadap pemohon memang bukan pasal tentang kerugian keuangan negara," ujar perwakilan Tim Biro Hukum KPK, Evi Laila di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2019).
Evi menjelaskan, KPK telah memastikan bahwa tersangka Romi diproses dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR. Sehingga masuk sebagai kualifikasi penyelenggara negara.
Lebih lanjut, Evi membantah bila operasi tangkap tangan atau OTT yang dilakukan KPK tidak sesuai prosedur. Menurut Evi, tindakan yang dilakukan KPK telah mengacu pada Pasal 1 angka 19 KUHAP.
"Jadi pemohon keliru mengatakan OTT dilakukan secara tidak sah," kata Evi menegaskan.
* Ikuti perkembangan Real Count Pilpres 2019 yang dihitung KPU di tautan ini
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dalih Pemohon Keliru
Evi menerangkan proses penyidikan dilakukan KPK setelah memperoleh minimal 2 alat bukti, termasuk bukti penyadapan dan permintaan keterangan, serta bukti lain yang dilakukan dalam proses penyelidikan.
"Poin tersebut cukup sering dijadikan argumentasi pemohon praperadilan, seolah KPK harus lakukan penyidikan terlebih dahulu barulah bisa menetapkan tersangka. Hal ini keliru dan telah cukup sering ditolak hakim praperadilan," ucap Evi.
Seperti diketahui, UU KPK bersifat lex specialis karena mengatur secara khusus di Pasal yang kurang lebih menegaskan bahwa penyidikan dapat dilakukan jika ditemukan bukti permulaan yang cukup.
Jika dihubungkan dengan aturan di Pasal 1 angka 14 KUHAP tentang definisi tersangka sebagai “seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”, maka KPK memandang dilakukannya penyidikan dengan langsung menetapkan tersangka adalah sesuatu yang sah menurut hukum.
"Dengan demikian, KPK berkesimpulan seluruh dalil pemohon (Romi) keliru, sehingga sepatutnya praperadilan ditolak atau setidaknya dinyatakan tidak diterima," kata Evi memungkasi.
Advertisement