Liputan6.com, Jakarta - Tarif baru ojek online per 1 Mei 2019 lalu mulai efektif diberlakukan di lima kota besar, yakni Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar.
Tak berselang lama, aturan ini sempat disiasati secara sepihak oleh Gojek yang coba menurunkan tarif, meski kemudian kembali menaikkannya.
Menyikapi hal tersebut, Pengamat Transportasi dan Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas menganggap, Gojek seolah mempermainkan aturan yang telah ditetapkan lewat berbagai perhitungan.
"Mereka main-main saja dengan aturan. Mungkin lebih berpikir soal keuntungan, tidak berpikir untuk keselamatan pengemudi. Karena dengan tarif yang rendah pengemudi dikejar-kejar untuk mengejar poin, akhirnya keselamatan terabaikan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (8/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Sebagaimana diketahui, Gojek sempat mengubah hitungan ongkos per kilometer (km) untuk wilayah Jabodetabek pada Sabtu, 4 Mei kemarin.
Dalam sebuah foto pemberitahuan, tercantum data tarif minimum Rp 9.000 per order dengan tarif dasar 0-9 km sebesar Rp 1.900 per km, dengan ongkos per km akan meninggi menjadi Rp 3.000 bila di atas 9 km.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Tarif Baru Ojek Online Lebih Wajar
Adapun sebelumnya, berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KP 347 Tahun 2019, pemberlakuan tarif batas bawah untuk wilayah Jabodetabek yang masuk ke dalam Zona II dikenai biaya Rp 2.000 per km, dengan ketentuan tarif batas atas Rp 2.500 per km.
Ketentuan tarif ojek online ini juga berlaku nett untuk pengemudi dengan pemberlakuan biaya jasa minimal dibawah 4 km. Untuk di Jabodetabek, biaya jasa minimal yang dikenakan berkisar antara Rp 8.000 sampai dengan Rp 10.000.
Darmaningtyas menyatakan, regulasi ini wajib dipatuhi oleh seluruh pihak operator. "Aplikator, baik itu Gojek maupun Grab harus tunduk pada peraturan menteri. Baik untuk tarif batas atas maupun tarif batas bawah, itu harus dipatuhi," serunya.
"Minimal diikuti sesuai dengan tarif batas bawah. Maksimal sesuai dengan tarif batas atas. Jadi itu harus dipatuhi oleh semua aplikator," dia menambahkan.
Menurut dia, aturan tarif baru tersebut sudah terhitung lebih masuk akal dibanding penetapan tarif pada masa awal ojek online beroperasi.
"Saya kira itu tarifnya wajar, jauh lebih murah dibandingkan dengan tarif awal ojek online dulu berlaku. Kalau dulu kan sampai Rp 5.000, sampai Rp 4.000. Sekarang di bawah Rp 4.000. Tarif sekarang dibawah tarif awal mereka beroperasi," tutur dia.
Advertisement
KPPU: Batas Bawah pada Tarif Baru Ojek Online Tak Harus Ada
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih turut memberikan beberapa saran terkait penetapan tarif baru ojek online yang mulai diberlakukan pada 1 Mei 2019.
Dia menilai, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) seharusnya tidak perlu memberlakukan tarif batas bawah bagi konsumen. Perlindungan terhadap pihak mitra pengemudi justru lebih penting.
"KPPU justru tidak melihat harus ada (tarif) batas bawah kepada konsumen. Tapi perlindungan terhadap driver sesuai dengan undang-undang UMKM itu harus terjadi. Antara ojolnya (aplikator) dengan para driver," ujar dia di Gedung KPPU, Jakarta, Senin, 6 Mei 2019.
Seperti diketahui, berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor KP 347 Tahun 2019, pemerintah telah menentukan pemberlakuan tarif batas bawah yang terbagi ke dalam tiga zona.
Namun begitu, pada Sabtu 4 Mei lalu, Gojek sempat mengubah data tarif per km untuk wilayah Jabodetabek yang masuk dalam Zona II, yakni dari Rp 2.500 menjadi Rp 1.900. Kontan saja, perubahan mendadak itu menuai reaksi mitra pengemudi Gojek yang sempat mengancam mogok nasional pada Senin ini.
Lebih lanjut, Guntur berpendapat, adanya persaingan tarif antara dua aplikator ojek onlineterbesar yakni Gojek dan Grab merupakan hal yang baik.
"Bagus dong kalau ada persaingan. Ya kalau mereka bersaing untuk naikin harga ke konsumen, itu wilayah persaingan," pungkas dia.