Cadangan Devisa Indonesia Turun Jadi USD 124,3 Miliar di Akhir April 2019

Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai didukung keyakinan terhadap stabilitas dan prospek perekonomian domestik yang tetap baik.

oleh Arthur Gideon diperbarui 08 Mei 2019, 11:31 WIB
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2019 sebesar USD 124,3 miliar, turun tipis dibandingkan dengan posisi pada akhir Maret 2019 sebesar USD 124,5 miliar.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," jelas Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dalam keterangan tertulis, Rabu (8/5/2019).

Ia melanjutkan, BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Posisi cadangan devisa pada April 2019 terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa, penerimaan valas lainnya, dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai didukung keyakinan terhadap stabilitas dan prospek perekonomian domestik yang tetap baik.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kenaikan Utang Luar Negeri Swasta

Petugas melakukan pengepakan lembaran uang rupiah di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (21/12). Bank Indonesia (BI) mempersiapkan Rp 193,9 triliun untuk memenuhi permintaan uang masyarakat jelang periode Natal dan Tahun Baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, BI memperkirakan utang luar negeri swasta masih akan mengalami peningkatan dalam beberapa waktu ke depan. Hal ini didorong oleh ekspansi yang dilakukan oleh korporasi di dalam negeri sehingga membutuhkan dana dalam jumlah besar.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Retno Ponco Windarti mengatakan, dana pihak ketiga (DPK) perbankan dalam negeri yang tumbuh tipis membuat pihak swasta mencari alternatif pendanaan untuk ekspansi bisnisnya. Salah satu alternatif tersebut yaitu melalui utang luar negeri.

"Bisa jadi peluang terhadap penggunaan sumber pendanaan luar negeri meningkat. Karena prospek ke depan masih baik," ujar dia di Kantor BI, Jakarta, Kamis (2/5/2019).

Namun demikian, Retno memastikan jika peningkatan utang luar negeri swasta ini masih relatif aman. Terlebih saat ini pihak swasta mulai melakukan kewajiban lindung nilai (hedging).

"Kemampuan bayar utang masih cukup. Risiko masih tetap terjaga. Kita butuh pendanaan sektor eksternal selama masih produktif dan masih dalam indikator aman. Rasanya tidak perlu ada kekhawatiran. Kita akan monitor perkembangannya," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya