Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani menyampaikan, tidak semua aksi people power atau unjuk rasa massal bisa dikategorikan makar dan bisa ditindak atau dipidana. Untuk menentukan apakah people power berisi ajakan makar, dapat dilihat dari pesan-pesan yang diserukan saat aksi berlangsung.
"People power akan menjadi makar atau tidak, sangat bergantung dari beberapa hal yang terjadi ketika gerakan people power ada. Pertama, yang dibawa message-nya. Kedua, ada unsur anarkis atau tidak," jelas Arsul di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Advertisement
Menurutnya, jika people power hanya demonstrasi biasa tanpa ada seruan penggulingan pemerintah yang sah, maka aksi itu tak bisa dikategorikan sebagai makar. Namun, kendati itu tak bisa dikategorikan makar, hal itu bisa juga dipidana atau ditindak jika dalam aksi itu ada ujaran kebencian.
"Dari sisi ketentuan pidana lain tetap dikenakan. Misalnya kalau dalam people power katakanlah tidak ada upaya untuk menggulingkan pemerintah tapi ada ujaran kebencian kan bisa dikenakan juga tindakan, misalnya penyebaran kebencian atau penghinaan dan sebagainya," ucapnya.
"Tapi yang disampaikan Pak Kapolri bahwa kalau ada people power itu ada potensi menjadi sebuah tindak pidana apakah itu makar, penghinaan, pencemaran nama baik dan sebagainya," ia melanjutkan.
Saat menghadiri rapat bersama Komite I DPD RI, Kapolri Jenderal Tito Karnavian memaparkan bahwa people power bisa ditindak jika mengarah ke tindakan makar. Bagi massa yang melakukan aksi juga harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tidak Masalah
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan, gerakan people power yang hanya menyampaikan aspirasi dan bukan merupakan makar tidaklah masalah dilakukan. Menurutnya, undang-undang menjamin hak bagi masyarakat yang melakukan unjuk rasa.
Mereka tetap diperbolehkan menyatakan aspirasinya di depan publik asal tidak melanggar hukum.
"Makar itu kan menggulingkan pemerintahan, menyampaikan aspirasi bukan makar. Kalau people power menggulingkan pemerintahan tentu itu makar, tapi kalau people power hanya menyampaikan pendapat tidak masalah," kata Refly kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 7 Mei 2019.
Refly tak mempermasalahkan apabila masyarakat menyambangi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menyampaikan aspirasi. Menurutnya, yang dilarang itu ketika kelompok masyarakat melanggar hukum dalam menyampaikan aspirasinya.
"Demo boleh, tapi tidak boleh bakar ban. Karena itu sudah mengganggu ketertiban umum dan mengganggu hak orang lain," ucap Refly.
Reporter: Hari Ariyanti
Advertisement