Bermalam di Peternakan Warga Denmark, Memerah Susu, dan Memasak Nasi Goreng

Pengalaman seru yang dialami Liputan6.com selama di Denmark

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 09 Mei 2019, 16:00 WIB
Jurnalis Liputan6.com Berfoto Bersama Peternak Sapi Perah Konvensional yang Mengirimkan Susu Hasil Perahan ke Arla Foods (Foto: Fani Simatupang/Linkar.Id)

Liputan6.com, Denmark - Terlalu banyak pengalaman seru yang ingin jurnalis Liputan6.com bagi ketika ditugaskan ke Denmark pada pertengahan April 2019.

Salah satu pengalaman yang ingin sekali saya ceritakan, saat diajak bermalam di rumah milik peternak sapi paling diperhitungkan di Jutland, sebuah kota kecil yang berada di antara semenanjung Eropa Utara, Denmark, dan Jerman Utara.

Nyaris satu minggu saya berada di negara paling bahagia di dunia ini. Selain menikmati keramaian Kopenhagen, bersama tujuh orang peternak mitra Indofood dan dua orang jurnalis dari Indonesia, saya mengecap sunyinya Aarhus.

Setelah dua puluh empat jam berada di Aarhus, rombongan harus meninggalkan kota terbesar nomor dua di Denmark itu. Ya, di hari ke-4 memang dijadwalkan untuk study tour ke pabrik Arla Foods dan mengunjungi peternakan tersebut.

 


Perjalanan ke Jutland

Pose di White Man, Patung Pria Duduk Menghadap Laut yang Ada di Pinggir Pantai Jutland Barat (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Perjalanan dari Aarhus ke Arla Foods Esbjerg Dairy, Kvaglundvej, Esbjerg memakan waktu kurang lebih dua jam dengan berkendara. Sedangkan dari situ ke peternakan jauh lebih sebentar.

Cuaca hari itu cerah. Matahari bersinar terik, tapi suhu berada di kisaran 1 hingga 2 derajat Celsius.

Maklumlah, Denmark tengah memasuki musim dingin. Bagi kami yang terbiasa dengan iklim tropis, ini adalah pengalaman yang tak terlupakan. 

Setelah duduk di bus lebih setengah jam, patung empat pria yang tengah duduk menghadap laut di pinggir pantai Jutland Barat terlihat. Itu petunjuk bahwa tidak lama lagi rombongan akan tiba di tujuan.

"Kurang lebih 30 menit lagi kita sampai," kata CSR Business Partner for Arla International, Irene Quist Mortensen.

Tidak sekadar 'numpang lewat', rombongan juga diajak beristirahat sejenak di pantai itu. Tidak lama, tapi cukup bikin hati senang.

Setelah puas mengumpulkan bahan konten Instagram dengan latar belakang patung setinggi sembilan meter karya Sven Wiig Hansen yang konon diberi nama white man, rombongan lalu masuk ke dalam bus untuk bergegas ke peternakan.

"Orangnya sudah menunggu kita," Irene menekankan.

Dalam hati saya bersyukur tidak lama berada di pantai itu. Menurut saya, tidak ada objek selain empat patung white man yang bikin kedua mata ingin melihat suasana sekitar lebih lama.

Siang itu yang terlihat hanya satu keluarga duduk di atas pasir putih nan lembut, pasangan yang bercengkrama di kursi yang ada di pinggir pantai, lalu sesekali melintas orang yang sedang bersepeda.

Belum lagi cuacanya yang dingin, ditambah pula hembusan angin cukup kuat dari arah laut yang malah bikin saya ingin buru-buru menghangatkan tubuh.

Jadi, begitu Irene meminta kami semua naik ke bus, saya langsung melangkah dengan cepat.

 


Tiba di Peternakan

Bagian Belakang Rumah Soren di Jutland (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Hal yang begitu berkesan bagi saya selama perjalanan menuju lokasi peternakan di Jutland adalah deretan rumah penduduk setempat. Rumah khas Eropa dengan cerobong asap menonjol pada bagian atap. Di depannya terdapat hamparan rumput hijau yang amat memanjakan indera penglihatan. 

Pemandangan serupa itu hampir sulit ditemukan di Jakarta. Jadi, saya gunakan momen itu untuk menikmatinya sepuas hati. Tak sadar, bus yang kami tumpangi sudah memasuki area peternakan, lalu berhenti di depan rumah sang empunya lahan.

Dari dalam bus, kami melihat seorang wanita bertubuh mungil dan berkaca mata berdiri bersama anjing peliharaannya. Dia pun menyapa kami ketika turun dari bus.

"Halo," katanya. Setelah itu, dia terlihat berusaha keras membujuk anjingnya masuk ke kandang yang berada di pekarangan rumah.

Wanita murah senyum itu kemudian menghampiri Irene dan menanyakan kabarnya. Baru setelah itu, dia memperkenalkan namanya,"Saya Soren."

Nama panjangnya Soren Kristensen. Itu kalau menulisnya dalam bahasa Indonesia. Jika menggunakan bahasa Denmark, harus ditulis Søren Kristensen. Hari itu kami akan bermalam di rumahnya. 

Setelah berkenalan, Soren lalu mengajak masuk. Dia membawa kami ke dalam sebuah ruangan di sebelah kanan garasi.

 

Di Ruangan Berjendela 3 Itu Sebagian Beristirahat. Foto Ini Diambil dari Pekarangan Belakang Rumah Soren (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Setelah menaruh koper dan tas, sebagian orang keluar dan berkeliling halaman rumah Soren yang luas. Sedangkan yang lain beristirahat di ruangan yang sudah disulap menjadi tempat jamuan, sembari menikmati secangkir teh hangat yang telah disiapkan.

Saya? Jangan ditanya! Tentu saja memanfaatkan keindahan lingkungan setempat sebagai latar sejumlah foto yang akan saya unggah ke Instagram pribadi. 

Kapan lagi, kan, bisa menghiasi halaman akun sendiri dengan konten yang memperlihatkan saya mengenakan mantel tebal, kupluk, dan sarung tangan berhiaskan langit Eropa nan biru?

Pun dengan teman-teman yang lain. Mereka bahkan lebih dulu beraksi dengan gaya-gaya andalan demi memperindah Instagram masing-masing.

 


Melihat Peternakan Sapi Konvensional yang Bersih

Siobhan dan Soren Pemilik Peternakan Konvensional yang Menyuplai Susu Perahannya ke Arla Foods Sejak 1991 (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Jam menunjukkan pukul 16.00 waktu setempat. Soren mengajak kami melihat peternakan yang terletak di sisi depan tempat tinggalnya.

Dia dan suaminya, Siobhan, memiliki peternakan sapi perah konvensional seluas 600 hektare. Lahan milik pribadi hanya 365 hektare, sisanya menyewa dari pemilik tanah lain.

Soren mengatakan, susu yang dihasilkan dari sapi-sapi di peternakannya akan diserahkan ke Arla Foods. Sisanya dia pakai untuk memproduksi es krim sorbet dan gelato yang akan dikirim ke sejumlah hotel di wilayah tersebut, dan juga dijual di rumah sendiri.

Tak hanya susu, kotoran sapi pun disulap menjadi biogas dan dikirim ke perusahaan susu tersebut untuk mengeringkan susu bayi.

"Memang ada perusahaan yang mengumpulkan biogas, salah satunya Arla," Soren menjelaskan.

 

Soren Saat Menjelaskan Mengenai Peternakannya kepada Peternak Mitra Indofood dan Jurnalis (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Setelah menjelaskan secara singkat mengenai peternakannya, kami melangkah ke tempat sapi-sapi itu dipelihara.

"Sapi itu baru lahir satu jam yang lalu," kata Soren menunjuk seekor sapi kecil yang masih terlihat merah, di sebuah area yang dia sebut sebagai tempat kelahiran sapi ternaknya.

Nanti sapi yang baru lahir itu akan dipindahkan ke individual box yang ada di luar kandang.

 

Koesnan, Salah Seorang Peternak Mitra Indofood yang Tengah Bermain dengan Sapi-Sapi di Individu Box (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Masih di lokasi yang sama, Soren pun memperlihatkan kepada kami papan angka berwarna kuning yang ternyata nomor registrasi untuk sapi yang baru lahir.

"Jadi, nomor ini akan diberikan ke sapi yang baru lahir, dan nomor ini hanya digunakan satu kali," katanya.

"Kalau nanti ada yang lahir lagi, nomor-nomor ini tidak dipakai lagi," Soren menambahkan.

Total keseluruhan sapi yang ada di peternakan Soren sebanyak 1.500 ekor. Hanya 670 ekor dari jumlah tersebut yang menjadi sapi perah. Sisanya adalah sapi berumur dua tahun ke bawah.

"Milking (proses perah) harus sapi yang sudah melahirkan," ujarnya.

 


Tak Tercium Aroma Tak Sedap

Sapi-Sapi di Peternakan Konvensional Milik Soren dan Siobhan (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Bila biasanya masuk ke kandang sapi tercium aroma kurang sedap, di peternakan milik Soren malah tidak tercium apa pun yang bikin hidung menangkap aroma tak enak.

Dari pantauan di lokasi, boleh dibilang kondisi kandang bersih sekali. Pipis atau kotoran sapi pun tak terlampau bau.

Soren dan Siobhan menganut prinsip happy cow. Mereka menyulap peternakannya menjadi tempat yang membuat sapi nyaman, sehingga menghasilkan susu yang baik pula.

 

Sapi di Peternakan Kovensional Ini Mendapatkan Perawatan yang Baik (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Beternak dengan pola happy cow dilakukan dengan cara merawat semua sapi sebaik mungkin agar tidak stres. Mulai dari makanan yang terjaga baik, sampai tempat para sapi beristirahat dijaga betul oleh 12 karyawan yang ada di sana.

Liputan6.com melihat ada rantai yang terus berjalan membersihkan kotoran yang berceceran. Di sudut lain, tampak berdiri kokoh sebuah alat untuk sapi-sapi itu menggaruk tubuhnya.

"Karena di sini dingin, mereka pun minumnya air hangat," kata Soren. Menakjubkan, bukan?

 

Pakan untuk Sapi (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Pakan untuk sapi tidak boleh sembarangan. Saya dan yang lain dibawa ke sebuah gudang, menyaksikan tempat bahan-bahan makanan disimpan. Ada tumpukan kacang kedelai dan kentang yang berserakan.

Menurut Soren, makanan untuk hewan di peternakannya memang tinggi protein. Yang berasal dari campuran jagung, sereal, konsentrat, kentang, dan kacang kedelai.

Wajar bila kemudian sapi di tempat itu bisa memproduksi susu hingga 17.000 liter setiap harinya. Dan sejak 1991, Soren dan Siobhan sudah menyuplai susu perahan sapi-sapi di peternakannya ke Arla.

 


Mengadopsi Arlagarden

Peternak Mitra Indofood Melihat Pakan yang Digunakan di Peternakan Konvensional Tersebut (Foto: Fani Simatupang/Linkar.Id)

Meskipun peternakan milik pasangan ini konvensional tapi mereka mengadopsi sistem Arlagarden guna memenuhi kualitas yang diinginkan Arla.

Di peternakan ini, semua aspek diperhatikan dengan benar, seperti air yang tidak berpolutan, pakan harus berkualitas, sampai cara peternak merawat seluruh sapi sehingga tidak stres dan hasil susunya pun berkualitas tinggi.

Bagi Arla, memberikan produk dengan kualitas terbaik merupakan salah satu strategi utama serta faktor kunci dalam menentukan masa depan peternakan.

Torben Greve Himmelstru Senior Director, Global Member Service-Arlagarden mengatakan, sebagai jaminan mutu untuk menjaga kualitas produk, seluruh peternak yang bergabung bersama Arla menerapkan standar Arlagarden.

Menurutnya, Arlagarden dibentuk berdasarkan empat poin utama yang merupakan acuan peternak dalam menghasilkan susu sapi terbaik, serta menjaga lingkungan dan kesejahteraan ternak; kualitas susu, keselamatan pangan, lingkungan, dan kesejahteraan ternak.

Selain itu, perusahaan susu berkualitas di Eropa yang tengah bekerja sama (joint venture) dengan perusahaan susu Indonesia, Indofood itu memiliki Green Ambitions yang diterapkan oleh seluruh peternak yang bernaung di bawahnya, baik konvensional maupun organik.

Specialist, Global CSR and Sustainability, Jan Dalsgaard Johannsen mengatakan, ambisi tersebut diterjemahkan dalam strategi jangka panjang yang mencakup tiga area; iklim yang lebih baik, air serta udara yang bersih dan lebih alami.

"Poin-poin itu menjadi prioritas Arla karena Arla berkomitmen untuk mengurangi dampak pada lingkungan dan memberikan kontribusi pada beberapa agenda Sustainable Development Goals," kata Jan saat di Markas Arla Foods. 


Pagi-Pagi Ikut Memerah Susu

Siap-Siap Sebelum Memerah Sapi (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, saya dan rekan yang lain sudah berada di kandang untuk ikut mencoba memerah sapi.

Kami dibagi per kelompok. Pembagian tersebut dilakukan sewaktu makan malam. Kebetulan saya, dua orang rekan jurnalis, dan dua orang peternak mitra Indofood kebagian jatah memerah pada pukul 05.30 pagi.

Jaket, mantel tebal, kupluk, dan sarung tangan sudah menempel di badan. Berat sekali kaki ini untuk pergi ke kandang, padahal tidak sampai 2.000 langkah.

Udara pagi itu dingin betul. Saya memprediksi suhunya di kisaran 1 derajat Celsius. Meski sudah mengenakan pakaian berlapis-lapis, tetap saja udara dingin menusuk ke sanubari.

Sesampainya di kandang, kami diminta untuk bertukar pakaian. Kami mengenakan pakaian warna putih, mirip pakaian laboratorium. Baru setelah itu, masuk ke tempat pemerahan sapi.

 

Suasana di Tempat Memerah Susu Sapi (Foto: Fani Simatupang/Linkar.Id)

Pagi itu lebih dari sepuluh ekor sapi diperah. Saya kebagian jatah memerah tiga ekor sapi. Serunya bukan main.

Itu bukan pengalaman pertama saya. Tiga tahun yang lalu, saya pernah ikut memerah sapi di Jawa Barat. Tidak ada perbedaan yang mencolok cara memerah sapi di peternakan milik Soren dan di Indonesia. Bedanya, di Indonesia masih pakai tangan, sedangkan di sana dibantu sebuah alat yang disebut vakum.

Pertama sekali, sapi yang akan diperah disemprot desinfektan, lalu bagian puting susu sapi diseka dengan kain hangat. Baru setelah itu masuk ke proses pemerahan.

Kedua tangan mulai memerah agar sapi mengeluarkan susunya. Pada perahan pertama, susu tak boleh ditampung. Ini karena perahan pertama untuk membuang bakteri yang tersimpan di susu.

"Pencetnya pelan-pelan, jangan ditarik. Kalau ditarik malah bikin sapi stres. Susunya enggak bakal keluar, kalau keluar pasti hasilnya jelek," kata Siobhan.

Baru setelah perahan kedua, ditempelkan alat penyedot susu berwarna biru. Kalau di Indonesia, pada tahap ini langsung ditampung di ember.

Prosesnya tak lama, tidak sampai 30 menit. Bahkan dalam kurun 10 menit lebih sedikit, saya bisa memerah tiga sapi. Seingat saya sih, lebih.


Masak Nasi Goreng dan Capcai untuk Tuan Rumah

Karya para Jurnalis dari Dapur (Foto: Fani Simatupang/Linkar.Id)

Kegiatan memerah selesai. Saya pulang ke rumah Soren dan Siobhan dengan perasaan puas.

Setelah sarapan, saya izin naik ke kamar untuk beristirahat sejenak dan mandi.

Malam sebelumnya, Imesh, salah seorang rekan jurnalis membuat sebuah rencana. Dia mengajak kami, tidak termasuk para peternak, untuk masak nasi goreng.

Hitung-hitung tanda terima kasih karena Soren, Siobhan, dan dua orang anaknya menerima baik rombongan Arla Fam Trip di kediamannya.

 

Soren Terlihat Pasrah Dapurnya Kami Ambil Alih. Terima Kasih, Soren! (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Niatan itu kami sampaikan ke Soren. Soren menyambut baik dengan menyediakan nasi dan bahan-bahan yang dibutuhkan. Termasuk sayur-sayuran yang akan dibuat capcai.

Masak-masak berlangsung tak kalah serunya. Pagi menjelang siang, dapur tempat Soren memasak kami ambil alih.

Semua yang ada di situ kebagian tugas. Saya dan Anna, dari kantor media daring di kawasan Palmerah, kebagian menggoreng nasinya. Imesh, urusannya menggoreng telur yang jumlahnya ala kadarnya tapi semuanya harus kebagian.

 

Denmark (Foto: Aditya Eka Prawira/Liputan6.com)

Bagian memasak capcai diserahkan ke Ganesh dan Fany, yang bertanggung jawab atas kami selama perjalanan itu.

Tak menyangka respons baik diterima tuan rumah dan para peternak yang mencicipi masakan kami. Bahkan, Siobhan sampai tambah, kalau tidak salah, tiga kali. Pun dengan Soren, ikut memuji karya kami.

 

Sebelum Makan Siang, Peternak Mitra Indofood Belajar Banyak Hal dari Siobhan Bagaimana Bisa Menangani Peternakan Konvensional Sebaik Itu (Foto: Fani Simatupang/Linkar.Id)

Kegiatan makan siang hari itu sungguh menyenangkan. Muncul rasa bahagia bisa melakukan itu bersama teman-teman seperjalanan di rumah orang.

Setelah selesai makan, gantian Soren yang memberikan makanan penutup untuk kami. Seporsi pie apel dan es krim gelato yang dia buat sendiri.

 

Nasi Goreng dan Capcai Hasil Racikan Kami (Foto: Fani Simatupang/Linkar.Id)

Tak terasa hari semakin sore. Bus yang akan membawa kami pulang ke Aarhus pun sudah tiba.

Salju yang tiba-tiba turun pada sore hari itu membuat suasana berpamitan antara kami dan keluarga Soren semakin syahdu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya