Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah tokoh seperti Eggy Sudjana dan Kivlan Zen akan memimpin unjuk rasa menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf sebagai peserta Pemilu 2019. Sekjen PPP Arsul Sani mengaku tak mempersoalkan demo tersebut asalkan tidak berisi ajakan makar.
"Kalau misalnya apa yang disampaikan Pak Kivlan hanya sekadar ekspresi dalam sebuah negara demokrasi, tidak disertai dengan tindakan-tindakan anarkis dan merusak dan telah diberitahukan pada polisi, itu hal biasa saja," jelas Arsul Sani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
Advertisement
Jika tuntutannya adalah diskualifikasi Jokowi-Ma'ruf, dia mengatakan ada aturannya dalam UU Pemilu. Diskualifikasi peserta Pemilu harus memenuhi syarat prosedural dan material. Jika syarat tersebut tak terpenuhi, maka diskualifikasi tak bisa dilakukan.
"Jadi prinsipnya sebagai sebuah ekspresi, aksi itu sepanjang tidak anarkis dan tidak merusak dan tidak mengajak masyarakat atau golongan tertentu untuk makar terhadap pemerintah maka itu kita anggap sebagai ekspresi demokrasi biasa," pungkas Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf ini.
Sementara itu, Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, demo di depan lembaganya tersebut akan mengganggu jalannya rapat pleno rekapitulasi surat suara. Hal itu juga dirasakan saat unjuk rasa terjadi di depan Gedung KPU beberapa waktu sebelumnya.
"Kemarin sudah sebenarnya (ada demo). Tidak mengganggu sih, tapi sangat mengganggu. Sekarang bayangkan ya, kita ngomong begitu, kita mendengarkan konsentrasi, yang di luar juga ngomong. Apalagi kemarin ada dua (demo), langsung saut-sautan. Jadi ada 3 orang berbicara, yang di sini (rekapitulasi) sama di jalanan ada dua pihak," ujar Wahyu di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (9/5/2019).
"Kita akan terganggu lagi berarti seperti kemarin," sambungnya.
Penghitungan Suara Berlanjut
Meskipun aksi unjuk rasa tersebut konstitusional. Namun demo tersebut sungguh sangat mengganggu KPU dalam melakukan rekapitulasi surat suara luar negeri.
"Ya kalau kebebasan mengeluarkan pendapatnya sih boleh-boleh saja, tetapi kebebasan mereka mengganggu kami. Ya kan seperti Anda nyetel radio terlalu kenceng, ya emang radio Anda tapi kan saya (merasa) berisik," ucap Wahyu.
Memang aksi unjuk rasa tersebut tidak akan menghentikan proses rekapitulasi suara. Namun tentu penyampaian pendapat dengan menggunakan pengeras suara itu akan mengganggu konsentrasi petugas yang menghitung hasil Pemilu 2019.
"Menghambat sih enggak, tapi menganggu lah saat proses para saksi BPN-TKN yang melaporkan hasilnya. Ini kan orang ada yang bicara, ada yang mendengarkan. Lah kalau mendengarkan butuh ketenangan, kalau berisik seperti itu kan luar biasa," kata Wahyu.
Reporter: Hari Ariyanti
Advertisement