Liputan6.com, Jakarta - Calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno menilai usulan dibentuknya Panitia Khusus atau Pansus Pemilu 2019 patut didukung. Sebab, KPU dengan dana sebesar Rp 25 triliun untuk penyelenggaraan pemilu serentak ternyata masih banyak kebobrokan.
"Saya melihat Pemilu 2019 masih banyak sekali yang kita teliti, analisa, karena belum efektif," kritik Sandiaga usai mengisi kuliah umum di Universitas Bakrie, Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Advertisement
Secara teknis Sandiaga mencontohkan soal sistem dana kampanye. Mengaku sebagai orang keuangan, Sandiaga selama masa Pemilu 2019 terus memberi laporan yang disiapkan dan diserahkan ke KPU.
Kendati faktanya, menurut dia, KPU masih menggunakan cara lama untuk input penghitungan. Padahal, di era digital dan dengan dana yang digelontorkan harusnya KPU bisa lebih siap.
"Bulan per bulan saya berikan laporan walaupun tidak diharuskan KPU, sampai akhirnya KPU sistemnya tak siap, tidak optimal sampai akhirnya laporan itu kami masukkan secara manual melalui program Excel (seperti) 30 tahun lalu, jadul banget," ucap Sandiaga.
Karenanya, dia ingin kinerja KPU bisa dievaluasi secara terbuka. Salah satunya lewat pembentukan Pansus Pemilu 2019 sebagaimana usulan Fraksi Gerindra dan PKS di Rapat Paripurna DPR RI Rabu kemarin.
"Ini untuk kebaikan bangsa, harus kita lakukan sebagai perbaikan berkelanjutan atas demokrasi kita," jelas Sandiaga.
Usul pembentukan Pansus Pemilu awalnya dilontarkan oleh anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ledia Hanifa, dalam Rapat Paripurna ke-16 Masa Persidangan IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 8 Mei 2019.
Usulan pembentukan Pansus Pemilu didasari banyaknya petugas KPPS yang menjadi korban usai mengawal Pemilu 2019. Usulan itu kemudian didukung oleh Bambang Haryo Soekartono dari Fraksi Partai Gerindra yang menyatakan setuju.
Namun, dua partai koalisi pengusung Prabowo-Sandiaga, Demokrat dan PAN memilih tak bersuara. Padahal, perwakilan fraksi mereka turut hadir dalam rapat. Seperti Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.