Ulama, Habaib dan Cendekiawan Muslim se-DKI Jakarta Tolak Delegitimasi KPU

Masyarakat saat ini dibingungkan dengan pemberitaan yang panas dan saling menyudutkan antarpihak.

oleh Muhammad Ali diperbarui 09 Mei 2019, 23:21 WIB
Ulama, Habaib dan Cendekiawan Muslim se-DKI Jakarta tolak delegitimasi KPU. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah ulama, habaib dan cendekiawan muslim se DKI Jakarta menolak aksi intervensi maupun tindakan inkonstitusional dari pihak manapun terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini seiring memanasnya situasi politik jelang pengumuman hasil penghitungan suara pada 22 Mei 2019.

Karena itu para pemuka agama dari ibu kota sepakat mengeluarkan pernyataan sikap. Mereka mengimbau agar menjaga kesucian Ramadan, mendukung KPU dan menolak tindakan delegitimasi komisi negara, serta mengajak seluruh elemen bangsa dan umat Islam untuk menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat.

"Berkumpulnya para alim ulama, habaib dan cendekiawan bahwa sahnya terpanggil karena merekalah yang menjadi corong, mereka yang menjadi panutan di tengah-tengah masyarakat dimana masyarakat kita ini boleh dikatakan yang terombang ambing dengan berita yang dasyat," kata Ketua Lembaga Takmir Mesjid DKI Jakarta, Muhamad Husni Muksin, di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, Rabu 8 Mei 2019.

Ia menambahkan sekitar 350 pemuka agama Islam, termasuk Kiai, Ustadz dan Habib hadir dalam acara tersebut yang diadakan oleh Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PWNU Provinsi DKI Jakarta.

Dia menilai selama ini masyarakat dibingungkan dengan pemberitaan yang panas dan saling menyudutkan antarpihak yang pro dan kontra terhadap pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden.

"Ada berita yang panas untuk menyudutkan satu pihak dan tidak mengakui lembaga yang resmi di negara kita ini yang membuat sulit menyaring hal yang tidak benar, seolah-olah menjadi benar karena berita itu terus berulang-ulang," ujarnya.

Sehingga menurut Husni, masyarakat yang tidak mampu menyaring berita-berita terbawa arus, terkait berkembang isu dari pesan yang berkembang dari berbagai media tersebut.

"Jadi yang kita undang kemari masyarakat ini bahwasanya para ulama, habaib, dan cendekiawan yang berpikiran lurus. Dimana apapun yang terjadi di negara kita ini, selama itu berproses contoh pemilu pilpres dan pileg ini itu, kita percayakan kepada lembaga yang bekerja," ungkap dia.

 


Jalur Hukum

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Jika ada persoalan nanti tidak terima hasil yang dikerjakan KPU, ada jalur hukumnya, yaitu melalui lembaga Mahkamah Konstitusi (MK).

"Tidak harus menggosok, atau memanas-manasi masyarakat, dimana masyarakat kita ini kalau sudah menjadi masyarakat yang banyak sehingga menjadi kekuatan untuk membangkitkan emosi, yang dikhawatirkan yang terjadi adalah tindakan makar itu," ucapnya.

Tindakan ini dinilainya akan merugikan, bukan saja masyarakat tapi negara. Kalau sudah mulai konflik horizontal, dia khawatir keamanan negara semakin kompleks. Mengingat, negara ini terdiri dari berbagai suku dan agama.

"Perlu diingat Pemilu adalah pesta demokrasi, sudah diakui dan ada undang-undangnya. Persoalan hasilnya kita percayakan kepada aparat, apabila tidak kita dapati kebenaran, atau ada dugaan kecurangan tapi kita bisa buktikan kecurangan itu dimana," tutur Husni Muksin.

Karenanya dia mengimbau di bulan puasa ini, masyarakat wajib menjaga kesucian Bulan Ramadhan 1440 H/2019 M dengan tekun dan ikhlas, dan kepada eleman Bangsa dan warga Jakarta hendaklah mengutamakan kepentingan umum dan menjaga kesatuan dan persatuan.

"Kita berharap di bulan puasa ini tidak ada demo, supaya Jakarta ini damai nyaman dan aman. Mengingat Jakarta sebagai barometer, dengan beraneka ragam suku, ras, agama dan budaya, seyogyanya mari kita ciptakan Ibu Kota negara ini aman, nyaman, bersih, manusiawi dan berwibawa. Jadi menunggu hasil sidang final KPU lah," tandas Ketua Panitia Multaqa itu.

 

* Ikuti perkembangan Real Count Pilpres 2019 yang dihitung KPU di tautan ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya