Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemerintah akan memindahkan pemberangkatan haji dan umrah untuk Jawa Barat bagian Timur seperti Majalengka, Subang, Indramayu, Cirebon Tasikmalaya dan Ciamis dari Bandara Soekarno-Hatta ke Bandara Kertajati usai Lebaran.
Rencana tersebut dibahas melalui rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator bidang Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Agama Lukman Hakim.
"Kami bahas haji dan umrah melalui Kertajati sudah diputuskan semua haji dan umrah untuk Jawa Barat bagian timur jadi itu ada Majalengka, ada Subang, Indramayu, Cirebon, Tasik, Ciamis. Itu ke sana nanti asrama haji ada di Hotel Cirebon," ujarnya di Kantor Menko Maritim, Jakarta, Jumat (10/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Pemindahan pemberangkatan tersebut, diharapkan mampu mengurangi kepadatan penumpang haji dan umrah yang selama ini terjadi di Bandara Soekarno-Hatta.
"Perjalanannya itu dari Kertajati. Nah diharapkan itu bisa mengurangi kepadatan yang ada di Soekarno-Hatta," jelas Budi Karya.
Menhub memperkirakan akan ada sebanyak 20 kloter akan diterbangkan dari Bandara Kertajati tahun ini. Untuk tahun ini, Kira-kira ada 4.000 jamaah haji yang akan berangkat dari Bandara Kertajati.
"20 flight, 20 kloter mulai tahun ini kira-kira kalau 20 kali 20 kira-kira 4000 jamaah haji tahun ini. 4.000 jamaah haji dan nantinya umroh juga. Umroh di Jabar itu 1 juta katakanlah, bagian barat itu 500.000 ya katakanlah satu tahun ya 500.000," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Umrah Dongkrak Tingkat Keterisian Bandara Kertajati
Sebelumnya, tingkat keterisian penerbangan dari dan ke Bandara KertajatiMajalengka, Jawa Barat masih sepi. Saat ini, tingkat keterisian bandara tersebut tidak mencapai 30 persen. Segala cara terus dilakukan untuk mengisi kekosongan ini, salah satunya dengan mendorong masyarakat untuk umrah melalui Bandara Kertajati.
Direktur Utara PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin menyatakan saat ini rombongan umrah dari 4 provinsi yaitu Banten, DKI Jakarta, Lampung dan Jawa Barat berangkat melalui Bandara Soekarno-Hatta. Awaluddin menganggap keberangkatan rombongan umrah dari Lampung dan Jawa Barat harusnya bisa dialihkan ke Bandara Kertajati.
Untuk diketahui, PT Angkasa Pura II merupakan perusahaan yang saat mengelola operasional Bandara Kertajati.
BACA JUGA
"Kalau Jakarta dan Banten nggak logis kalau harus ke Kertajati, karena lebih dekat ke Soekarno-Hatta. Lampung dan Jawa Barat ini yang kita dorong untuk mengisi Kertajati," ujar Awaluddin di Palangkaraya, pada Senin 8 April 2019.
Awaluddin juga menyatakan aksesibiltas dari dan menuju Bandara Kertajati sebenarnya tergantung pada jalan tol Cisumdawu yang tak kunjung rampung. Menurut Awaluddin, dari 6 section pembangunan jalan tol, baru 2 section yang akan selesai tahun ini.
"Dari 6 section, tahun ini baru 2 yang selesai. Sisanya lagi, 4 section itu diantaranya ada isu pembebasan lahan," ujarnya.
Awaluddin juga menyatakan potensi umrah di Indonesia saat ini mencapai 2 juta penumpang per tahunnya. Jika sebagian dialihkan ke Bandara Kertajati, diharapkan ada 1 juta penumpang per tahunnya di sana.
"Umrah dan haji per tahun saja potensinya 2 juta (penumpang) per tahun. Kalau dibagi dua, setahun 1 juta (penumpang) itu bisa dapat. Hanya dari umroh dan haji," tutupnya.
Advertisement
Bandara Kertajati Sepi Penumpang karena Dibangun Tanpa Kajian Pasar
Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) atau Bandara Kertajati yang terletak di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, hingga saat ini masih sepi penumpang. Tingkat okupansi bandara ini dikabarkan masih di bawah 30 persen.
Melihat situasi ini, pengamat penerbangan yang juga anggota Ombudsman RI Alvin Lie menduga, proses pembangunan bandara yang memakan biaya Rp 2,6 triliun ini tidak disertai dengan kajian kelaikan mengenai potensi pasar maupun aspek ekonomi.
"Nah ini barang sudah jadi sekarang. Jadi untuk Kertajati ini konsep produknya harus jelas, ini bandara mau dijadikan bandara apa, apakah bandara umum atau bandara yang spesialis, misalnya fokus pada pesawat charter, atau kargo, atau untuk MRO (Maintenance Repair & Overhaul atau perbaikan dan perawatan pesawat)," urainya kepada Liputan6.com, Senin (8/4/2019).
Saat memulai proyek seharusnya turut diperhitungkan beberapa aspek. Seperti jumlah penduduk di sekitar kawasan bandara, pola perjalanan warga sekitar dengan transportasi udara seperti apa, hingga kebutuhan sektor industri dan perdagangan di sana.
"Sebaliknya, orang-orang dari luar Kertajati, apa keperluan mereka datang ke lokasi tersebut. Tidak bisa hanya mempromosikan bandaranya, tapi wilayahnya. Apakah ada potensi wisata, perdagangan, perindustrian, atau mungkin ada pendidikan atau perawatan kesehatan, itu kan macam-macam daya tarik yang bisa ditawarkan," sambungnya.
Masalah Akses
Selain itu, ia melanjutkan, akses dan fasilitas di sekitar Bandara Kertajati saat ini juga belum memadai. Seperti belum terhubungnya lapangan udara dengan Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) sampai belum adanya hotel dan rumah sakit di lingkungan bandara.
"Ini akan menyulitkan untuk penerbangan internasional. Karena penerbangan internasional juga mensyaratkan harus ada rumah sakit yang punya kapasitas minimal tempat tidurnya adalah sebanyak kapasitas pesawat terbesar yang bisa mendarat di sana," paparnya.
"Nah kalau memang targetnya Boeing 777 mendarat di sana, berarti harus didukung dengan rumah sakit yang menyediakan kapasitas tempat tidur di atas 300 orang. Ini juga belum ada di sana," dia menambahkan.
Advertisement