Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberi tanggapan terkait imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mewanti-wanti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk berhati-hati menerima investasi dari China.
Berdasarkan pengalamannya, pihaknya memang harus melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap sejumlah proyek yang dikerjakan oleh China.
Adapun beberapa proyek ranah Kementerian PUPR yang turut ditangani oleh China antara lain Tol Solo-Ngawi-Kertosono, Tol Manado-Bitung, dan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu).
Baca Juga
Advertisement
"Pengalaman kami ada di Tol Soker, itu harus dikerasin hanya untuk kejar progres saja. Kemudian di Manado-Bitung, dia yang kadang-kadang bayar kontraknya yang terlalu kecil, sehingga tidak bisa gerak. Jadi kita harus cek di situ," serunya di Jakarta, Jumat (10/5/2019).
Dia pun lantas membandingkan proses pengawasan proyek yang dilakukan oleh China dan Jepang. Menurutnya, Jepang bisa menjadi tolak ukur yang lebih baik dari apa yang China lakukan.
"Jepang itu disiplin dan commited betul dengan apa yang sudah disetujui. Kalau china ini kita harus ikut awasi secara lebih cepat. Kalau kami di lapangan pengawasannya dibiasakan lebih cepat. Kalau Jepang dari segi kita, kita serahkan kepada Jepang, itu sudah beres," paparnya.
"Coba ini MRT. Pelaksana konstruksinya sama, Wijaya Karya juga, Hutama Karya juga. Hasilnya berbeda, karena pengawasan dari Jepang," dia menandaskan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
KPK Minta BUMN Hati-Hati Terima Investasi dari China
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarief mewanti-wanti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar tak sembarangan menerima investasi dari China.
Menurut Syarif, investor asal China tak sungkan memberi suap agar mendapatkan sebuah proyek. Hal tersebut disampaikan Syarif dalam acara seminar bertajuk 'Bersama Menciptakan BUMN Bersih Melalui Satuan Pengawasan Intern (SPI) yang Tangguh dan Terpercaya' di Gedung Penunjang KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis 9 Mei 2019.
BACA JUGA
Syarif mengatakan hal tersebut bukan tanpa data. Menurut Syarif, berdasarkan data di tahun 2018 soal negara-negara yang mudah memberi suap, Tiongkok menempati posisi pertama. Sedangkan, Indonesia ada di posisi keenam.
"Itu dari data, paling banyak yang melakukan suap adalah China. Makanya pas mereka melakukan investasi harus hati- hati," ujar Laode dihadapan Menteri BUMN Rini Soemarno dan jajaran petinggi BUMN lainnya.
Syarif mengatakan, kondisi tersebut sangat jauh berbeda dengan apa yang diterapkan di negara-negara Eropa. Menurut Syarif, di Eropa ketika melakukan penyuapan kepada pejabat negara asing akan dijerat melalui hukum.
"Karena kalau negara Eropa atau USA, kalau menyuap pejabat negara asing itu mereka bisa dihukum di negaranya, kalau kita dan Cina belum. Jadi kalau Eropa, kalau menyuap public official mereka bisa kena (terjerat hukum) makanya mereka (investor Eropa dan USA) hati-hati," kata dia.
Advertisement
Tips Agar Tak Disuap
Oleh karena itu, Syarif berharap agar BUMN bisa memilah dalam menerima investasi dari negara asing. Syarif membeberkan dua cara agar penyuapan tidak terjadi.
"Kita yang mengatur regulasinya, syaratnya harus sesuai regulasi yang ada di Indonesia. Kedua manajemen anti suap itu harus kita jalankan," kata Syarif.