3 Kapal Asing Ditenggelamkan di Perairan Belawan

Sebanyak tiga kapal berbendera asing ditenggelamkan di area 14 perairan Belawan, Sumatera Utara (Sumut).

oleh Reza Efendi diperbarui 12 Mei 2019, 16:00 WIB
Foto: Reza Efendi/ Liputan6.com

Liputan6.com, Belawan - Sebanyak tiga kapal berbendera asing ditenggelamkan di area 14 perairan Belawan, Sumatera Utara (Sumut). Lokasi penenggelaman ini merupakan kuburan kapal dan bukan merupakan alur pelayaran.

Wakil Ketua Satuan Tugas atau Satgas Anti Illegal Fishing 115 (Tim Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal) sekaligus Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan, Yunus Husein mengatakan, ketiga kapal yang ditenggelamkan adalah KM PKFB 443 berkapasitas 49,69 GT dari Thailand.

"Kapal ini diamankan petugas Pengawasan  Sumber Daya Kelautan dan Perikanan atau PSDKP Belawan pada 13 Agustus 2018. Pelaku yang diamankan sebanyak 3 warga negara Thailand," kata Husein, Sabtu (11/5/2019).

Kemudian KM PKFB 600 berkapasitas 59,22 GT dari Myanmar. Kapal ini juga diamankan PSDKP Belawan pada 5 Oktober 2019, dan pelaku diamankan 4 orang warga negara Myanmar. Selanjutnya KM SLFA 4938 berkapasitas 29,17 GT dari Malaysia. Pelaku yang diamankan 2 warga negara Myanmar.

"Kapal berbendera Malaysia ini diamankan Ditpol Air Polda Sumut pada 5 Desember 2018," ujarnya.

Husein menjelaskan, tindakan serupa tidak hanya dilaksanakan di Belawan, juga dilakukan di beberapa tempat seperti di Pontianak dan Natuna. Diakui Husein, penenggelaman kapal di area 14 belum sempurna. Selama berjam-jam kapal diisi air menggunakan mesin, ketika penuh kapal masih tetap mengapung.

Melihat kondisi itu, pihaknya mengirim kembali pengawas kelautan dan perikanan untuk membuat lubang baru dan memotong beberapa bagian kapal agar tenggelam sempurna. Hal ini dilakukan untuk memastikan mesin kapal ikut tenggelam.

"Ini tindakan tegas dan penghukuman kepada pemilik kapal. Tujuannya untuk memberi efek jera agar tidak lagi mengambil ikan di wilayah penangkapan perikanan perairan kita (Indonesia)," jelasnya.

 


Kapal Vietnam

Foto: Reza Efendi/ Liputan6.com

Husein menerangkan, sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla periode 2014-2019, sebanyak 539 kapal asing yang melakukan praktik ilegal fishing ditenggelamkan.

"Ibu Menteri Susi Pudjiastuti memiliki kebijakan keras terhadap kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia," terangnya.

Husein menyebut, dari 539 kapal asing yang telah ditenggelamkan tersebut, 55 persen lebih merupakan kapal asing berbendera Vietnam. Menurutnya, hal ini dikarenakan masih terjadi sengketa antara kedua negara terkait wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).

"Selain dari Vietnam, yang terbanyak juga dari China, Thailand, dan Malaysia," sebutnya.

Diungkapkan Husein, para pelaku illegal fishing yang ditangkap di wilayah ZEE tidak bisa dihukum badan, melainkan hanya denda. Tidak hanya itu, denda juga tidak bisa disubsidair dengan pemenjaraan.

"Sehingga ketika yang bersangkutan tidak mengantongi uang, denda tidak bisa diterapkan. Semua pelaku sudah dipulangkan ke negara masing-masing. Beda halnya kalau tertangkap di teritori, itu boleh dihukum badan dan denda," ungkapnya.

Husein merasa bersyukur, sebab tidak banyak nelayan Indonesia yang ditangkap Vietnam akibat mencari ikan di wilayah ZEE, karena di wilayah perairan Indonesia masih banyak ikan. Naun begitu, kemampuan menangkap nelayan tradisional masih harus ditingkatkan.

"Negara sudah memberikan kemudahan kepada nelayan, yaitu dengan kapal berkapasitas di bawah 10 GT dibebaskan dari banyak perizinan," ujarnya.

Husein mengaku, saat ini yang menjadi pekerjaan rumah adalah masih banyak nelayan Indonesia bekerja di kapal-kapal asing seperti Taiwan dan Thailand. Para nelayan ini menjadi korban perdagangan manusia atau human trafficking.

"Mereka juga menjadi korban kerja paksa. Mereka direktur oleh orang atau agen yang menjanjikan kerja di luar negeri dengan fasilitas enak. Iru, mereka diperjualbelikan dan diperlakukan tidak manusiawi," ungkapnya.

Husein menilai, Kementerian Luar Negeri sudah memiliki Direktorat Perlindungan warga negara dan badan hukum asing yang selalu maju ke depan. Menurutnya, KKP memiliki keterbatasan dan siap membantu dalam melindungi nelayan dei mengembalikan hak-haknya.

"Kita pernah mengungsikan sebanyak 320 orang. Bahkan dari Ambon lebih dari 1.000 orang. Kita lakukan remediasi, berunding agar hak kewajiban perusahaan kapal dijalankan, suruh bayar lalu pulangkan ke Myanmar, Kamboja, dan negara-negara lainnya," kata Husein.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya