Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Kivlan Zen, Pitra Romadoni Nasution mengultimatum Jalaluddin, orang yang melaporkan kliennya atas tuduhan makar dan penyebaran berita bohong atau hoaks. Pitra meminta Jalaluddin mencabut laporannya paling lambat Selasa 14 Mei 2019.
"Saya minta kepada saudara Jalaluddin agar mencabut laporannya terhitung sejak hari ini sampai besok pagi. Kalau tidak, laporan (dari pihak Kivlan Zen terhadap Jalaluddin) nggak dicabut, saya proses juga," ujar Pitra saat mendampingi pemeriksaan Kivlan Zen di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (13/5/2019).
Advertisement
Pitra menduga bahwa Jalaluddin ini orang yang tidak jelas. Latar belakang pelapor juga ditutup-tutupi. "Kalau jentelmen, tunjukin dong siapa Jalaluddin, kita ajak jumpa juga nggak bisa, alamatnya nggak tahu di mana," katanya.
Lebih lanjut, ia meminta agar Polri bersikap netral dan memproses laporannya terhadap Jalaluddin.
Pihaknya melaporkan Jalaluddin dengan dugaan melanggar Pasal 220 dan 317 KUHP. Pasal 220 berisikan tentang pemberitahuan/pengaduan palsu tentang peristiwa pidana. Sedangkan Pasal 317 tentang pengaduan fitnah.
"Buktinya sudah masuk, kenapa bukti sudah masuk karena laporan terhadap klien kami Kivlan Zen masih abu-abu, karena bukti laporan kita juga diterima," ucap Pitra.
* Ikuti perkembangan Real Count Pilpres 2019 yang dihitung KPU di tautan ini
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bantah Makar
Mantan Kepala Staf Kostrad ABRI, Kivlan Zen diperiksa oleh Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan makar. Kivlan menolak tuduhan tersebut.
Menurut purnawirawan ABRI kelahiran Langsa, Aceh itu, dirinya tidak memiliki niatan untuk makar. Karena ia tidak memiliki senjata serta pasukan.
"Tidak benar akan makar. Saya tidak punya senjata, saya tidak punya pengikut yang bawa pasukan bersenjata, dan saya tidak menyatakan bahwa kita harus membentuk pemerintahan baru," ujar Kivlan saat hendak menghadiri pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (13/5/2019).
Kivlan merasa dirinya hanya mengemukakan pendapat yang dijamin oleh konstitusi Indonesia.
"Untuk merdeka (membuat negara serta pemerintah baru) buat negara itu harus ada pemerintahan, ada rakyat, ada kekuatan bersenjata, ada kedaulatan," kata Kivlan.
Di sana, Kivlan juga menyampaikan bahwa seruan terkait diskualifikasi Paslon 01, Jokowi-Maruf pada Pemilu 2019 dilakukan atas dasar pandangannya yang menganggap Paslon 01 berbuat curang.
Seruan tersebut diketahui dalam acara "We Don’t Trust" yang digagas sejumlah tokoh pendukung Prabowo-Sandi.
"Termasuk KPU, termasuk undang-undang, kalau dia melanggar Undang-Undang tentang Pemilu kan boleh itu dia diskualifikasi atau dilikuidasi. Maksud saya dilikuidasi itu menganulir, ya toh," ucap Kivlan.
"Karena apa? Karena kalau mereka mengatakan berbuat kesalahan, dan saya sampaikan itu berbuat kesalahan, ada kecurangan-kecurangan, kemudian terbukti ada paslon 01 bagi-bagi uang, bagi-bagi sembako, dan semuanya termasuk ASN mendukung itu kan pelanggaran undang-undang," sambungnya.
Tatkala ditanya bukti terkait tuduhan kecurangan terhadap Paslon 01, Kivlan mengatakan bahwa hal itu sudah banyak di sampaikan oleh media. Sebelum memasuki gerbang elektronik di dalam gedung Bareskrim, Kivlan mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia sudah mati.
"Demokrasi sudah mati," kata Kivlan Zen.
Advertisement