Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menetapkan tarif batas atas tiket pesawat turun antara 12 persen sampai 16 persen. Keputusan penurunan tarif batas atas akan berlaku efektif sejak ditandatanganinya Peraturan Menteri Perhubungan dengan target 15 Mei 2019.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penurunan sebesar 12 persen ini akan dilakukan pada rute-rute gemuk seperti rute-rute di daerah Jawa sedangkan penurunan lainnya dilakukan pada rute-rute seperti rute penerbangan ke Jayapura.
"Hal ini dilakukan pemerintah, bukan hanya memerhatikan pihak maskapai, tetapi juga konsumen sebagai masyarakat," ujar dia di Kantornya, Jakarta, Senin (13/5).
Baca Juga
Advertisement
Darmin menegaskan, diperlukan sinergi antara Kementerian/Lembaga dan Badan Usaha terkait untuk terus mendukung evaluasi industri penerbangan nasional secara berkala sehingga potensi masalah atau isu dapat senantiasa diidentifikasi lebih awal.
"Dengan demikian, kondisi industri penerbangan, khususnya pada pelayanan penumpang udara, dapat berjalan dengan lebih baik dan stabil," jelasnya.
Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri (Tarif Batas Atas) ini diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 72 Tahun 2019 tidak berubah secara signifikan sejak tahun 2014 dan merupakan salah satu penyebab tarif angkutan penumpang udara tidak kunjung turun.
Kondisi lain yang menyebabkan tingginya tarif pesawat dalam negeri adalah kenaikan harga bahan bakar pesawat terbang (avtur) yang menyentuh USD 86,29 per barel, tertinggi sejak Desember 2014. Hal ini berdampak pada peningkatan beban operasional perusahaan maskapai penerbangan sehingga perlu dikompensasi dengan peningkatan tarif pesawat.
Penerapan tarif batas atas yang baru akan dievaluasi secara kontinu berdasarkan regulasi yang berlaku untuk menjaga tarif angkutan penumpang udara bagi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri dengan keseimbangan antara perlindungan konsumen dan keberlangsungan usaha.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penurunan Tarif Batas Atas Bakal Pukul Bisnis Penerbangan
Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menilai penurunan tarif batas atas tiket pesawat tidak relevan dengan kondisi dunia penerbangan saat ini.
Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal INACA Bayu Sutanto mengatakan, perubahan terhadap tarif batas atas memang sangat dimungkinkan dan telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
"Mekanisme peninjauan atau perubahan tarif batas atas sudah diatur di Permenhub di mana memperhatikan perubahan harga avtur dan kurs USD serta direview setiap 3 bulan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (13/5/2019).
Namun demikian, lanjut dia, upaya pemerintah untuk menurunkan harga tiket pesawat dengan menurunkan tarif batas atas dinilai tidak sesuai dengan kondisi di dunia penerbangan saat ini di mana kurs dolar Amerika Serikat (AS) tengah menguat dan tingginya harga avtur.
"Saat ini kurs USD dan harga avtur lebih tinggi dari pada saat penetapan tarif batas atas. Selain faktor inflasi dan kenaikan upah. Per har ini kurs USD terhadap rupiah sudah naik lagi. Logikanya tarif batas atas naik, bukan malah diturunkan," kata dia.
Oleh sebab itu, Bayu menilai langkah pemerintah untuk menurunkan tarif batas atas tidak sesuai realitas yang terjadi di dunia penerbangan. Meski tujuannya untuk membuat harga tiket pesawat lebih terjangkau bagi masyarakat.
"Sesuai Permenhub 20, mekanisme peninjauan kembali tarif batas atas adalah berdasarkan kurs USD dan harga avtur. Pemaksaan turun tarif batas atas ini enggak ikutin realitas kurs USD dan harga avtur yang naik, tentu menjadi pertanyaan," tandas dia.
Advertisement
Kenaikan Tiket Pesawat Hambat Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi pada Kuartal I 2019 berada di angka 5,07 persen. Walau ada peningkatan secara yoy dari kuartal I 2018, namun angka ini belum cukup untuk menopang target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2019 yang digagas pemerintah.
Beberapa faktor yang diduga awalnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, ternyata tidak begitu signifikan perannya dalam capaian pertumbuhan tersebut.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menyampaikan, salah satu faktor yang berperan besar dalam melambatnya pertumbuhan ekonomi itu adalah adanya kenaikan harga tiket pesawat. Kenaikan harga tiket pesawat yang cukup tinggi ini perlu diatasi.
Sektor transportasi udara berperan tidak hanya untuk mendorong mobilitas manusia antar daerah di negara kepulauan, namun yang juga sama pentingnya adalah perannya terhadap sektor pariwisata di Indonesia.
Bukan merupakan rahasia lagi bahwa apabila sektor pariwisata tumbuh, maka tingkat konsumsi di daerah tersebut juga akan kuat.
Beberapa daerah di Indonesia yang bergantung besar terhadap sektor pariwisata pun juga terkena dampak dari kenaikan harga tiket pesawat akhir-akhir ini. Hal ini, lanjutnya, pada akhirnya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.
"Pertumbuhan PDRB di Bali dan Nusa Tenggara saja, yang notabene menjadi tempat pariwisata utama, itu memiliki tingkat pertumbuhan sebesar 4,64 persen atau masih di bawah capaian nasional. Kenaikan tiket pesawat tentunya memiliki hubungan terhadap performa sektor pariwisata," kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Senin (13/5/2019).
"Arus mudik yang akan mendatang juga pasti akan dipengaruhi dengan harga tiket pesawat yang berlaku. Sehingga penting bagi pemerintah untuk terus memperbaiki struktur pasar dan struktur harga di sektor transportasi udara tersebut,” tandasnya.