Liputan6.com, Purbalingga - Nyaris semua jenis bahan makanan dan minuman laris manis pada Ramadan. Lantaran tingginya permintaan, ada saja produsen makanan nakal yang menggunakan bahan pengawet berbahaya, misalnya formalin.
Ada pula produsen makanan lainnya yang menggunakan pewarna tekstil atau Rhodamin B agar produknya berwarna lebih cerah dan menyala. Rhodamin B memang dikenal sebagai bahan pewarna yang mampu menyulap penampakan sebuah produk agar lebih menarik pembeli.
Sepertinya produsen tak sadar, makanan berformalin maupun berpewarna tekstil berbahaya untuk pengkonsumsinya. Sebab, dua zat itu memang bukan untuk campuran atau bahan makanan.
Baca Juga
Advertisement
Sebab itu , Dinas Kesehatan (Dinkes) Purbalingga dan sejumlah instansi terkait lain melakukan pemantauan bahan makanan pada Ramadan dan persiapan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1440 Hijriyah di sejumlah pasar tradisional di Purbalingga pada pekan kedua Ramadan ini.
Benar saja, hanya di hari pertama saja, tim menemukan makanan berformalin, yakni cumi kering. Cumi berformalin itu ditemukan di salah satu kios Pasar Hartono, Purbalingga. Di pasar yang sama, tim juga menemukan kerupuk merk Air Mancur yang berpewarna tekstil dan warna kuning dari Metanil Yellow.
Kepala Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan Dinkes Kabupaten Purbalingga, Sugeng Santoso mengatakan dari hasil pengujian sampel cumi kering tersebut, kadar formalin yang terkandung jumlahnya sedikit. Namun, meski berkadar rendah, cumi kering tersebut sudah terkontaminasi bahan pengawet yang berbahaya.
"Walaupun kadarnya sedikit tapi kan tidak boleh sama sekali karena merupakan bahan pengawet yang berbahaya," katanya, Senin, 13 Mei 2019.
Dampaknya
"Walaupun kadarnya sedikit tapi kan tidak boleh sama sekali karena merupakan bahan pengawet yang berbahaya," katanya, Senin, 13 Mei 2019.
Yang patut diwaspadai, formalin ini biasa digunakan oleh produsen atau pedagang nakal untuk mengawetkan makanan, tidak mudah busuk dan memiliki tekstur yang kenyal tidak mudah hancur. Mereka tak peduli, makanan berformalin ini jika dikonsumsi secara terus menerus maka akan efek buruk untuk kesehatan.
"Jadi bahan pengawet ini salah satu bahan pengawet yang bisa menyebabkan kanker di tubuh dan tentunya ini sangat membahayakan kesehatan," dia menjelaskan.
Sementara ini, Dinas Kesehatan Purbalingga masih sebatas mengimbau agar penjual cumi berformalin kering tersebut untuk tidak menjualnya kembali. Atau pedagang tersebut bisa mengembalikannya atau bahkan memusnahkan barang tersebut agar tidak dikonsumsi oleh pembeli.
Dinkes memantau makanan bersama dengan Dinperindag Purbalingga, Satpol PP Purbalingga, DKPP Purbalingga, dan Dinpertan Purbalingga. Kemudian, Dinkominfo Purbalingga, Puskesmas dan Satreskrim Polres Purbalingga.
"Kalau masih bisa dikembalikan kami imbau pedagang untuk mengembalikan tapi kalau memang tidak bisa dikembalikan sebaiknya dimusnahkan saja biar tidak merugikan pembeli," jelas Sugeng.
Pantauan di pasar lainnya, tim juga menemukan makanan berpewarna tekstil. Dua makanan itu yakni cendol dan kerupuk merk Air Mancur. Dua jenis makanan mengandung zat berbahaya itu ditemukan di pasar Segamas, Purbalingga.
Advertisement
Darimana Makanan Dengan Pewarna Tekstil?
Dia mengungkapkan, di Pasar Segamas, Purbalingga tim menguji 14 sampel makanan. Pengujian sampel tersebut terdiri dari pemeriksaan formalin, Rhodamin B, dan Metanil Yellow. Berdasar penyelidikan, cendol berpewarna tekstil tersebut diketahui berasal dari Desa Karangmanyar, Purbalingga.
"Dari 14 sampel yang kami cek di Pasar Segamas ada dua yang mengandung Rhodamin B atau pewarna merah pada cendol dan kerupuk Air Mancur," ucapnya.
Selain cendol, tim juga menemukan kerupuk merk ‘Air Mancur’ yang juga mengandung Rhodamin B. Kerupuk air mancur ini berasal dari Banyumas.
"Kerupuk Air Mancur kata pedagang disini berasal dari daerah Banyumas dari Jatilawang atau Sokaraja kalau untuk cendol berasal dari Purbalingga," ujarnya.
Meski tetap menemukan bahan makanan mengandung zat kimia berbahaya, Sugeng mengklaim temuan penggunaan pewarna tekstil dan pengawet berbahaya di Purbalingga jumlahnya menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Dari 14 sampel yang diuji hanya ada dua yang positif, di mana keduanya mengandung pewarna tekstil Rhodamin B.
"Kebetulan kita untuk tahun ini selain pemantauan dari Dinas Kesehatan ada pemantauan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP), jadi dalam satu tahun ini ada lima kali pemantauan makanan," ujarnya.
Ia mengimbau agar masyarakat Purbalingga waspada dalam membeli produk makanan. Terlebih makanan yang diduga mengandung pewarna makanan dan juga mengandung bahan pengawet berbahaya.
"Seperti pada ikan-ikan dari laut biasanya menggunakan formalin untuk mengawetkan ikan agar tetap terlihat segar," dia menerangkan.
Saksikan video pilihan berikut ini: