Liputan6.com, Caracas - Sebuah pesawat kargo China bermuatan bantuan kemanusiaan tiba di Caracas pada Senin 13 Mei 2019 waktu setempat, kata Kementerian Komunikasi Venezuela.
Pesawat itu membawa sekitar 2 juta unit perlengkapan medis, termasuk obat dan alat bedah, untuk negara yang dilanda krisis ekonomi buruk selama beberapa waktu terakhir.
Suplai dari Tiongkok itu akan didistribusikan oleh lembaga pemerintah sesuai mandat Presiden Nicolas Maduro, demikian seperti dilansir CNN, Selasa (14/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Kiriman itu merupakan lanjutan suplai dari China yang pada bulan Maret 2019 telah mengirim pesawat bermuatan 65 ton pasokan medis ke Caracas --menandai pengiriman perdana Tiongkok ke Venezuela.
Presiden Maduro tetap mendapat dukungan dari Beijing, yang telah berulang kali menentang tindakan apa pun yang menyebabkan ketegangan atau keresahan di Venezuela.
China memberikan hutang dalam jumlah besar kepada pemerintah Maduro selama dekade terakhir. Beijing telah meminjamkan lebih dari US$ 50 miliar kepada Venezuela melalui skema perjanjian minyak untuk pinjaman (oil-for-loan), menurut laporan Reuters.
Meski Maduro mengizinkan pengiriman suplai dari lembaga swadaya seperti Palang Merah Internasional, ia telah menolak untuk membuka perbatasan Venezuela demi bantuan yang datang dari sejumlah negara yang mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai presiden innterim Venezuela yang sah.
Negara-negara itu termasuk Kanada, Inggris, Jerman, dan AS.
Pemimpin Oposisi Venezuela Minta Bantuan Militer AS
Sementara itu, pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido mengatakan kepada para pendukungnya, pada Sabtu 11 Mei 2019, dalam sebuah rapat umum di Caracas bahwa dia telah memerintahkan duta besarnya di Amerika Serikat untuk mengontak militer AS agar menekan Presiden Nicolas Maduro supaya mundur dari jabatannya.
Guaido berbicara kepada massa di Alfredo Sadel Plaza di Las Mercedes, sebuah distrik komersial di Caracas, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu 12 Mei.
Dia berbicara sehari setelah sebuah pengadilan Venezuela, Jumat 10 Mei, memerintahkan Edgar Zambrano, wakil presiden Dewan Nasional yang dikendalikan oposisi, agar ditahan di sebuah fasilitas militer setelah ditangkap awal pekan ini. Zambrano dan sembilan pemimpin oposisi lainnya sedang diselidiki terkait gagalnya pemberontakan militer.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo telah menyerukan agar Zambrano segera dibebaskan, mengatakan penangkapannya "adalah sebuah serangan terhadap kemandirian cabang legislatif yang terpilih secara demokratis di negara itu."
AS dan sekitar 50 negara lain mendukung pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido, yang menyatakan diri sebagai presiden sementara pada Januari, berdasarkan klaim pemilu 2018 yang memenangkan Maduro tidak sah.
Maduro telah menyebut Guaido sebagai boneka AS. Sementara sang pemimpin oposisi menuduh Maduro berkuasa dengan dukungan Kuba, Rusia dan China.
Advertisement
Situasi Masih Memanas di Venezuela
Pertikaian politik dalam negeri Venezuela terus memanas. Kali ini, pemimpin oposisi, Juan Guaido, menuding rezim Nicolas Maduro telah menculik wakil ketua Majelis Nasional negara itu.
Dalam twitnya, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Kamis 9 Mei, Guaido menyebut bahwa pihak berwenang di bawah perintah rezim Maduro telah "menarik paksa" wakil pemimpin parlemen yang dikontrol oposisi.
"Mereka (rezim Maduro) berusaha memecah lembaga yang mewakili seluruh rakyat Venezuela, tetapi mereka akan tidak mencapainya," twit Guaido memperingatkan.
Beberapa waktu sebelum kicauan Guaido, Zambrano sempat mengetwit bahwa beberapa agen dari Sebin --badan intelijen Venezuela-- berusaha menarik keluar dia dari kendaran yang sedang ditumpanginya.
Zambrano menambahkan bahwa para agen Sebin datang menghadang dengan sebuah truk derek.
Tidak ada lanjutan twit dari Zambrano setelahnya, di mana hal itu menurut Guaido, menjadi bukti bahwa sang wakil ketua Majelis Nasional Venezuela "ditarik paksa untuk alasan tertentu yang dirahasiakan".
Oleh beberapa pihak, Zambrano diyakini telah dibawa ke markas Sebin di ibu kota Venezuela, Caracas.