Investor Asing Jual Saham Rp 1,2 Triliun, IHSG Sentuh Posisi 6.071

Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di zona merah pada perdagangan saham Selasa pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 14 Mei 2019, 16:25 WIB
Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan saham di penghujung tahun ini ditutup langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di zona merah pada perdagangan saham Selasa pekan ini. Imbas ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Pada penutupan perdagangan saham,  Selasa (14/5/2019), IHSG merosot 64,19 poin atau 1,05 persen ke posisi 6.071,20. Indeks saham LQ45 susut 1,05 persen ke posisi 950,74. Seluruh indeks saham acuan kompak tertekan.

Sebanyak 249 saham melemah sehingga menyeret IHSG ke zona merah. 141 saham menguat dan 133 saham diam di tempat. Pada Selasa pekan ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.101,09 dan terendah 6.033,61.

Transaksi perdagangan saham cukup ramai. Total frekuensi perdagangan saham 479.198 kali dengan volume perdagangan 13 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 8,5 triliun. Investor asing jual saham Rp 1,2 triliun di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.430.

Sebagian besar sektor saham tertekan kecuali sektor saham perdagangan naik 0,24 persen. Sektor saham industri dasar turun 1,74 persen, dan bukukan penurunan terbesar.

Disusul sektor saham keuangan susut 1,38 persen dan sektor saham manufaktur melemah 1,25 persen.

Saham-saham catatkan penguatan antara lain saham SOTS naik 27,91 persen ke posisi Rp 330 per saham, saham MTPS melonjak 24,39 persen ke posisi Rp 765 per saham, dan saham POSA mendaki 24,68 persen ke posisi Rp 394 per saham.

Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham MASA merosot 24,55 persen ke posisi Rp 630 per saham, saham DUTI susut 19,65 persen ke posisi Rp 4.600 per saham, dan saham WINS terpangkas 11,36 persen ke posisi Rp 195 per saham.

Bursa saham Asia sebagian besar melemah kecuali indeks saham Korea Selatan Kospi naik 0,14 persen.

Indeks saham Hong Kong Hang Seng melemah 1,5 persen, indeks saham Jepang Nikkei merosot 0,59 persen, indeks saham Thailand turun 0,46 persen, indeks saham Shanghai tergelincir 0,69 persen, indeks saham Singapura susut 0,33 persen dan indeks saham Taiwan melemah 0,37 persen.

Analis PT Binartha Sekuritas, Nafan Aji menuturkan, masih minimnya sentimen positif dari domestik serta meningkatnya sentimen negatif dari perang dagang antara AS dengan China turut memberikan efek kepada pelemahan IHSG.

Selain itu, ia menilai, kalau tekanan IHSG masih wajar ini mengingat berlakunya pepatah sell in may and go away.

Nafan menuturkan, kondisi saat ini dapat mendorong pelaku pasar untuk akumulasi beli dengan catatan bila sentimen positif tiba. Ia prediksi, IHSG dapat kembali positif dengan didukung stabilitas fundamental domestik yang inklusif dan berkesinambungan.

"Secara teknikal, IHSG sudah sangat oversold," kata Nafan.

Ia menambahkan, pelaku pasar juga menanti rilis data neraca perdagangan April 2019. Bila hasilnya di atas konsensus pasar akan menjadi sentimen positif untuk IHSG. Adapun untuk sektor saham pilihannya antara lain sektor saham tambang, aneka industri, konsumer, properti, infrastruktur, keuangan dan jasa yang dapat dicermati pelaku pasar.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Bursa Saham Asia Merosot

Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Sejak pagi IHSG terjebak di zona merah. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Investor global terkena imbas ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Bursa saham AS atau wall street tertekan berimbas ke bursa saham Asia pada perdagangan Selasa pekan ini. Pada perdagangan Selasa pagi, indeks saham Hong Kong Hang Seng turun dua persen. Indeks saham Jepang Nikkei susut satu persen. Indeks saham Korea Selatan Kospi dan Shanghai cenderung mendatar.

Ini untuk pertama kali bursa saham Asia merespons ketegangan perang dagang AS-China usai China bikin serangan balasan.

Pemerintah China mengumumkan akan menaikkan tarif impor produk AS senilai USD 60 miliar mulai 1 Juni. Langkah ini ikuti AS yang menetapkan kenaikan tarif impor produk China dari 10 persen menjadi 25 persen. Nilai produk China itu mencapai USD 200 miliar.

"Bursa saham Asia bisa berada dalam periode kesakitan yang panjang. Bursa saham berisiko dari eksposur China," ujar Analis Oanda, Jeffrey Halley, seperti dikutip dari laman CNN Business, Selasa, 14 Mei 2019.

Investor global takut perang dagang berkepanjangan  lantaran AS dan China terus menaikkan tarif. Pelaku bisnis AS yang impor barang-barang China mengenakan tarif yang dikenakan oleh AS. Keuntungan perusahaan akan berkurang imbas perang dagang tersebut.

"Ini adalah luka yang diakibatkan diri sendiri (AS-red) yang akan menjadi bencana besar bagi perekonomian negara,” ujar Ketua Asosiasi Pakaian dan Alas Kaki AS, Rick Helfenbein.

"Tarif adalah pajak kepada konsumen AS yang hasilkan harga lebih tinggi, penjualan lebih rendah dan kehilangan pekerjaan,” ia menambahkan.

Sementara itu, China sedang berusaha keras bertarung. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang menuturkan, China tidak akan pernah menyerah pada tekanan eksternal. Pernyataan ini beberapa jam sebelum pemerintahan China umumkan putaran tarif terbaru.

Analis menuturkan, pasar harus mulai menyusun ulang risiko untuk mencerminkan realitas geopolitik baru.

"Bahkan jika kesepakatan diteken minggu depan, sekarang jelas hubungan China-AS akan penuh untuk beberapa mendatang,” tulis Analis Jefferies.

"Ketika ekonomi dan geopolitik China bangkit melawan kepentingan AS yang ada, negosiasi akan menjadi tema berulang yang akan dipelajari oleh pasar,” tulis mereka.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya