Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kemenko Polhukam membentuk Tim Asistensi Hukum yang tugasnya melakukan kajian dan asistensi hukum terkait ucapan dan tindakan yang melanggar hukum. Belum seumur jagung, keberadaan tim itu langsung dikritik Komnas HAM.
Komnas menilai tim itu akan membahayakan hak kebebasan berpendapat dan mengintervensi penegakan hukum serta kekhawatiran tim berubah menjadi Kopkamtib baru.
Advertisement
Menurut Sekjen Seknas Jokowi, Dedy Mawardi alasan dari Komnas HAM itu tak bercermin pada apa yang terjadi selama hampir 5 tahun terakhir ini. Selama kurun waktu itu, rakyat menyaksikan di mana elite politik hingga warga biasa bebas menyampaikan kritik dengan cara menghujat, mengancam, caci maki, dan fitnah kepada Jokowi yang dipilih secara demokratis pada pemilu 2014.
Menurut dia, secara konstitusional presiden itu adalah simbol negara yang wajib dijaga dan dilindungi kehormatan dan kewibawaannya.
“Komnas HAM harus ingat, di balik hak berpendapat itu ada kewajiban untuk menghormati hak orang lain. Jika kebebasan berpendapat itu dinilai dapat membahayakan keamanan dan ketertiban maka negara dalam hal ini Polri dapat mengambil tindakan hukum dan tindakan hukum itu dalam perspektif HAM tidak melanggar HAM,” jelas Dedy.
Jadi menurut Seknas Jokowi, Tim Asistensi Hukum dibentuk untuk mencegah seseorang atau kelompok menjadi otoriter-diktator dalam menjalankan hak kebebasan berpendapat.
Selain itu, mencegah aparat keamanan untuk bertindak semena-mena dalam melakukan proses tindakan hukum.
"Dan Seknas Jokowi mendukung keberadaan Tim Asistensi Hukum dengan segala fungsi dan tugasnya," ujar dia.