Pemerintah Diminta Dukung Pengembangan Produk Tembakau Alternatif

Produk tembakau alternatif menghasilkan uap bukan asap karena tidak melalui proses pembakaran.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Mei 2019, 21:14 WIB
Ilustrasi Tembakau (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Kehadiran produk tembakau alternatif di Bali menuai dukungan. Produk yang dihasilkan dari pengembangan teknologi tersebut dinilai bisa menjadi solusi bagi perokok di wilayah tersebut dan juga lingkungan sekitarnya.

"Produk tembakau alternatif adalah solusi karena tidak ada kandungan TAR-nya," kata Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Nyoman Dhamantra seperti dikutip dari Antara di Jakarta.

Berdasarkan kajian ilmiah dari Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment) pada tahun 2018 menyatakan produk tembakau alternatif menghasilkan uap bukan asap karena tidak melalui proses pembakaran.

Dengan demikian, produk tersebut tidak menghasilkan TAR dan berbagai zat kimia berbahaya bagi tubuh manusia.

Penelitian ini menyatakan, produk tembakau alternatif memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80-99 persen dibandingkan rokok konvensional.

Kajian ilmiah lainnya dari Public Health England (PHE), divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris. PHE menyatakan bahwa produk tembakau alternatif yang dipanaskan bukan dibakar menurunkan risiko kesehatan hingga 95 persen daripada rokok konvensional.

Dengan sejumlah hasil kajian ilmiah tersebut, Dhamantra berharap pemerintah mendukung pengembangan produk tembakau alternatif. Penggunaan produk dari pengembangan inovasi teknologi industri hasil tembakau itu, mengurangi dampak negatif dari rokok terhadap sekitarnya.

"Kalau biaya kesehatan bisa menurun karena jumlah perokok berkurang, semakin sedikit anggaran yang bisa disubsidi," ujar Dhamantra.

 

 


Perlu Kepastian Hukum

Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia dan Ketua Gerakan Bebas TAR dan Asap Rokok, Aryo Andrianto, menilai produk tembakau alternatif memerlukan kepastian hukum. Ini dalam pemasaran, peringatan kesehatan, informasi produk, dan area pemakaian bagi konsumen untuk kelangsungan industrinya.

Hanya saja, pemerintah perlu membedakan regulasinya dengan rokok. Sebab, peraturan yang ada saat ini masih menyamakan antara keduanya.

"Kami berharap pemerintah mulai menyiapkan regulasi khusus untuk produk tembakau alternatif dengan melibatkan instansi-instansi terkait dalam pembahasannya. Kami juga ingin regulasi ini nantinya terpisah dari semua aturan rokok yang ada, karena Kemenkeu sendiri sudah membedakan kategori cukai produk HPTL dengan rokok," tutup Aryo.


Rokok Elektrik Beri Dampak Positif ke UMKM di Bali

 Inovasi teknologi pada produk tembakau alternatif memberikan efek positif bagi sektor ekonomi kreatif di Bali. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang fokus pada pengembangan bisnis rokok elektrik seperti vape dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar terus bertumbuh pesat karena didukung meningkatnya jumlah pengguna.

“Saat ini sudah ada 25 orang dengan menggunakan izin usaha UMKM di Bali,” ujar Ketua Asosiasi Vaporizer Bali (AVB), Gede Agus Mahardika dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (27/4/2019).

Dia menjelaskan, jumlah pengguna produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik terus meningkat. Saat ini, pengguna vape di Pulau Dewata sudah mencapai 50-60 ribu orang.

 

 

 

“Denpasar menduduki daerah pertama karena toko vape mudah ditemui. Lalu disusul dengan Badung, Tabanan, Gianyar, Karangasem, Negara, dan Buleleng,” kata dia.

Gede juga mengungkapkan, pemerintah memiliki andil dalam perkembangan UMKM produk tembakau alternatif di Bali. Diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan 146/2017 yang mengatur tarif cukai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sebesar 57 persen memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha.

“Peningkatan jumlah pengguna produk tembakau alternatif di Bali didorong karena sudah adanya kepastian hukum melalui penetapan cukai. Sebelum adanya cukai, jumlah pengguna sempat menurun karena terdengar isu bahwa rokok elektrikakan dilarang di Indonesia, tapi nyatanya kan tidak,” lanjut Gede.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya