Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat didorong meningkatnya ketegangan di Timur Tengah membayangi pasokan global. Ditambah kenaikan stok tak terduga dalam persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS).
Harga minyak mentah Brent ditutup naik 53 sen atau 0,7 persen ke posisi USD 71,77 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mendaki 24 sen atau 0,4 persen ke posisi USD 62,02 per barel.
Persediaan minyak mentah AS naik secara tak terduga pekan lalu ke level tertinggi sejak September 2017.
Sementara itu, the Energy Information Administration (EIA) menyatakan, stok bensin turun lebih dari perkiraan. Stok minyak mentah naik sebesar 5,4 juta barel yang mengejutkan para analis. Sebelumnya diperkirakan turun 800 ribu barel.
Baca Juga
Advertisement
Namun, berdasarkan data American Petroleum Institute (API), stok minyak lebih kecil dari stok diperkirakan 9 juta barel juga membantu mengangkat sentimen harga minyak. Penarikan stok bensin juga membantu harga minyak. Harga bensin AS naik sekitar dua persen.
Akan tetapi, meningkatnya ketidakpastian di Timur Tengah mendorong harga minyak catatkan penguatan.
"Meskipun persediaan minyak mentah dibangun lebih dari yang diperkirakan pasar karena impor lebih tinggi, harga tetap didukung karena dinamika geopolitik Timur Tengah," ujar Presiden Direktur Lipow Oil Associates, Andrew Lipow, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (16/5/2019).
Harga minyak telah mendapat dukungan sejak Arab Saudi menyatakan pada Selasa kalau pesawat tanpa awak menyerang dua stasiun pompa minyak, dua hari setelah sabotase tanker minyak di dekat Uni Emirat Arab.
"Mengingat hampir sepertiga dari produksi minyak global dan hampir semua kapasitas cadangan global berada di Timur Tengah, pasar minyak sangat sensitif terhadap setiap serangan terhadap infrastruktur minyak di wilayah ini," tulis UBS.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Selanjutnya
Adapun serangan terjadi didorong ketegangan AS-Iran. AS berusaha untuk memangkas ekspor minyak Iran menjadi nol dengan sanksi sementara meningkatkan kehadiran militer AS di bagian teluk.
AS meminta karyawan AS keluar dari Iran untuk menunjukkan kekhawatiran tentang ancaman dari pasukan yang didukung Iran.
"Mungkin ada konflik cukup serius dengan Iran jika mereka melakukan sesuatu terhadap pasukan AS di kawasan itu, dan harga minyak akan melonjak," ujar Josh Graves, Analis RJO Futures.
Sementara itu, Analis Ritterbusch and Associates, Jim Rittebursch menyatakan, gangguan pasokan dapat membuat AS meningkatkan produksi minyaknya.
Badan Energi Internasional menyatakan, dunia akan membutuhkan sangat sedikit minyak tambahan dari OPEC seiring meningkatnya produksi minyak AS akan mengimbangi penurunan ekspor dari Iran dan Venezuela. Diperkirakan permintaan minyak global 90 ribu barel per hari dari 1,3 juta barel per hari pada 2019.
Advertisement