Liputan6.com, Garut - “Bade sabaraha hiji kang (mau berapa biji kang),” ujar Heru,(22) salah seorang penjualan timun suri di bilangan jalan Sudirman, Garut, Jawa Barat, menawari para pembeli yang datang, di hari kedua menjajakan barang dagangannya pada bulan Ramadan tahun ini.
Dibanding tahun sebelumnya, penjualan buah khas Ramadan itu, memang terbilang lamban dari biasa. Belum masuknya masa panen yang biasa dipetik Juni-Juli setiap tahunnya, menyebabkan pasokan barang itu terlambat masuk ke pasar.
“Ini juga barang dari Bekasi sulit,” ujar dia, sedikit membuka cerita asal buah berwarna kuning tersebut dibeli kepada Liputan6.com, Kamis (16/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Bagi Heru dan pedagang lainnya yang biasa mangkal di bilangan jalan Sudirman, berjualan timun suri adalah adu nasib untuk meraih keuntungan sesaat dalam waktu singkat, selama Ramadan berlangsung. “Setahun sekali saja, sebab sehari-hari saya kerja,” ujarnya.
Biasanya mereka sudah mulai mangkal dengan menggunakan lapak seadanya dari bambu tersebut, sekitar 10 hari atau sepekan menjelang Ramadan tiba, namun khusus tahun ini ia mengaku sedikit terlambat dari perkiraan.
“Barangnya sulit belum pada panen,” ujarnya.
Saat ini harga jual timur suri masih terbilang tinggi di angka Rp 15 ribu per kilogram, sementara untuk lewah buah khas Ramadan lainnya yang biasa dipakai untuk menyembuhkan panas dalam itu dijual Rp 20 ribu per kilo.
“Pembelian dari sana juga memang beda agak lebih mahal,” ujar dia.
Jika dibanding tahun lalu pada waktu yang sama, harga kedua buah tanaman merambat itu memang diakuinya mahal. “Tahun memasuki 10 hari kedua harganya sudah di kisaran Rp 8 ribu karena pasokan melimpah,” ujarnya.
Sementara tahun ini, pasokan sedikit seret, sehingga harga pun terbilang tinggi hingga sampai tangan konsumen. “Wajar masih mahal sebab barangnya memang sulit dan penjualnya juga masih jarang,” kata dia.
Buah Kaya Nutrisi
Dengan jadwal jualan yang dibagi sesuai kesepakatan, ia mengaku enjoy berjualan timun suri selama Ramadan. Selain keuntungannya cukup besar, juga tidak mengganggu aktifitas ibadah puasa. “Sambil ngabuburit lah, waktunya tidak terasa jika dibawa jualan,” ujarnya.
Tak mengherankan pada dua hari pertama ia buka lapak, dagangan timun suri yang ia jajakan, mampu terjual hingga satu kuintal atau 100 kilogram. “Lumayan, kebetulan belum banyak saingan,” ujar dia sambil tersenyum dalam obrolan hangatnya siang tadi.
Supian, 40 tahun, salah satu pembeli dari Karang Pawitan mengaku, kerap menjadikan timun suri sebagai makanan pembuka saat berbuka puasa tiba. Selain dagingnya yang lembut juga, mudah dikombinasikan dengan campuran minuman segar lainnya. "Biasanya dibuat kombinasi," kata dia.
Khusus tahun ini, penjualan timun suri ujar dia agar terlambat dibanding sebelumnya. "Ternyata katanya baru panen, sebab belum masuk musim panen," kata dia. Namun meskipun demikian ia tetap membeli satu biji timur suri seberat 2 kilogram. "Lumayan bisa untuk tiga hari," kata dia.
Sebagai buah khas Ramadan, Heru menyatakan jika buah tersebut sangat tepat dihidangkan dalam keadaan dingin plus campuran susu kental manis, saat iftor tiba.
“Apalagi jika ditambah rumput laut. Mantap, tetapi tergantung selera,” ujar dia, sambil meraba beberapa biji buah timur suri yang ada di hadapannya.
Berdasarkan berbagai sumber yang berhasil dikumpulkan, timun suri yang memiliki bentuk lonjong dengan warna kulit kuning dan hijau ini, memiliki tekstur daging buah yang cenderung lembut, dengan kandungan air yang cukup banyak.
Dalam catatan dunia kesehatan, buah yang masih satu anggota keluarga labu-labuan (Cucurbitaceae) dan melon tersebut, mengandung banyak nutrisi mulai asam linoleat, vitamin A, vitami C, kalium, potasium, dan magnesium yang berkhasiat baik untuk tubuh.
Melihat banyaknya nutrisi yang terkandung, timun suri ternyata memiliki banyak khasiat kesehatan bagi tubuh, sebut saja mampu mencegah Alzheimer, sebagai sumber antioksidan, membantu sistem pencernaan tubuh, menghidrasi tubuh yang kekurangan cairan selama puasa dan zat anti kanker.
Advertisement