Liputan6.com, Brussel - Lebih dari setengah warga Eropa percaya bahwa Uni Eropa (UE) akan runtuh dalam satu generasi, meskipun masih terdapat sebagian kalangan yang percaya organisasi supranasional itu dapat bertahan.
Menurut sebuah survei terbaru di 14 negara anggota, mayoritas orang berfikir perpecahan Uni Eropa adalah "kemungkinan realistis" yang dapat terjadi dalam 10 hingga 20 tahun mendatang, demikian melansir The Guardian pada Kamis (16/5/2019). Sebagian dari 14 negara yang disurvei adalah Prancis, Jerman, Belgia, Italia, Belanda, Austria, Slovakia, Rumania, Yunani, Republik Ceko dan Polandia.
Baca Juga
Advertisement
Menurut survei, yang diinisasi oleh think tank Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR), sebanyak 66 persen warga Slovakia percaya bahwa Uni Eropa akan sangat mungkin untuk hancur dalam 20 tahun. Sementara di posisi kedua terbanyak adalah Perancis, dengan 58 persen.
Dalam laporan yang diterbitkan oleh YouGov itu, terdapat beberapa negara dengan persentase terkecil. Di antaranya adalah Swedia dengan 44 persen, Denmark 41 persen, dan Spanyol 40 persen. Adapun target survei adalah 14 negara yang merupakan 80 persen dari kursi parlemen Eropa.
Sementara itu, sepertiga pemilih di Prancis dan Polandia mengatakan, mereka yakin perang mungkin akan terjadi.
Warga Uni Eropa juga khawatir akan turunnya kesejahteraan. Survei menemukan bahwa hanya sepertiga dari warga Jerman serta seperempat dari Italia dan Prancis yang memiliki sisa uang pada akhir bulan.
Keprihatinan Meluas
Hasil survei ini memperlihatkan adanya keprihatinan yang meluas atas pemilihan pekan depan, sebagian besar dipicu oleh peringatan munculnya pemerintahan populis di beberapa negara anggota Uni Eropa.
Macron telah mengadu dirinya sebagai pemimpin pasukan anti-populis dalam oposisi terhadap orang-orang seperti Matteo Salvini dan wakil perdana menteri sayap kanan Italia.
Sementara itu, parlemen Eropa yang akan bersidang pada Juli mendatang diperkirakan akan lebih terpecah, meningkatkan kekhawatiran terhadap organisasi itu.
Terlepas dari kasus Brexit, perpecahan juga telah muncul antara wilayah timur dan barat di antara negara-negara anggota. Di antaranya dapat dilihat dari posisi pemerintah Rumania, Polandia dan Hongaria yang berpandangan bahwa Komisi Eropa gagal menghormati aturan hukum.
Di Eropa, tiga perempat pemilih berpikir politik telah terpecah di tingkat nasional atau Uni Eropa, atau keduanya. Di Perancis hanya 15 persen orang yang berpikir sistem politik berfungsi dengan baik.
Advertisement
Mayoritas Diam adalah Kunci Keutuhan
Meski demikian, data statistik Eurobarometer terbaru menunjukkan bahwa dua pertiga warga Eropa memiliki perasaan positif terhadap Uni Eropa. Bahkan angkanya disebut sebagai tertinggi sejak 1983. Menurut Direktur ECFR Mark Leonard, tanggung jawab besarnya adalah untuk membangkitkan mayoritas diam di region itu.
"Dukungan untuk keanggotaan UE berada pada tingkat tertinggi sejak 1983, namun mayoritas pemilih khawatir Uni Eropa akan runtuh. Tantangan bagi orang-orang pro-Eropa adalah menggunakan rasa takut kehilangan ini untuk memobilisasi mayoritas mereka yang diam dan memastikan bahwa bukan hanya partai-partai anti-sistem yang mendapatkan suara mereka pada tanggal 26 Mei," kata Leonard.
"Orang-orang Pro-Eropa perlu menawarkan ide-ide yang berani kepada para pemilih untuk perubahan yang beresonansi secara emosional dan membuat mayoritas yang diam merasa layak untuk keluar pada akhir Mei. Belum terlambat. Dengan pemilih Eropa yang bergejolak, ada hingga 97 juta pemilih yang masih bisa dibujuk untuk memilih partai yang berbeda."
Survei menemukan bahwa hampir 92 persen pemilih berpikir mereka akan merugi jika Uni Eropa runtuh. Kekhawatiran tentang kemampuan untuk berdagang, bepergian, dan bekerja di negara-negara UE lainnya menjadi yang teratas dalam daftar alasan.