Dokter Gizi : Bukan Berarti Susu Full Cream Jahat dan Low Fat Paling Bagus

Apa bedanya susu full cream, susu low fat, dan susu skim. Mana yang lebih baik?

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 17 Mei 2019, 06:00 WIB
Susu Full Cream, Susu Low Fat, dan Susu Skim (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Susu full cream seringkali dianggap buruk bagi kesehatan. Karena alasan kesehatan pula orang-orang jadi beralih mengonsumsi susu rendah lemak (low fat) dan skim.

Menanggapi hal itu, spesialis gizi klinis, dr. Diana F Suganda, M.Kes, SpGK mengatakan bahwa pada dasarnya susu ada peruntukannya masing-masing.

Kita terlebih dahulu harus mengetahui kondisi badan sendiri, baru setelah itu memilih jenis susu yang akan dikonsumsi.

"Misalnya anak-anak, saya kasih full cream karena mereka masih butuh lemak, protein, bahkan lemak jenuh pun masih butuh," kata Diana saat berbincang dengan Health Liputan6.com pada Rabu, 15 Mei 2019.

Simak video menarik berikut ini

 


Proses Jadinya Susu

Susu / Sumber: iStockphoto

Bicara soal susu, lanjut Diana, dari jenis dan pemrosesan saja sudah berbeda. UHT, pasteurisasi, dan susu segar adalah cara pemrosesan susu tersebut sehingga bisa kita konsumsi.

"Susu itu enggak boleh raw atau langsung dari sapinya. Harus diproses dulu. Entah itu UHT (ultra hight temperatur) dengan suhu tinggi sekali, pasteurisasi, baru ketiga dimasak," ujarnya.

Pun dari sisi isi, susu itu ada yang full cream, whole milk (benar-benar masih lengkap semuanya), low fat yang kadar lemaknya masih ada tapi berkisar tiga sampai empat persen saja, dan ada pula susu skim, yang lemak-lemaknya benar-benar ditiadakan.

Menurut Diana, lemak pada susu skim tidak lebih dari satu persen. Sehingga rasanya cenderung anyep, persis air putih.

"Sementara yang full cream gurih, karena lemak itu bikin gurih," katanya.

Sudah pasti pula antara full cream, low fat, dan skim ada kandungan yang dikorbankan.

Skim, misalnya, otomatis jumlah lemaknya paling rendah dibanding yang lain.

"Sementara untuk anak dan orang tua yang masih butuh lemak, ini tidak cocok," kata Diana.

 


Bicara Susu, Bicara Kalori

Ilustrasi Minum Susu (iStockphoto)

Lebih lanjut, bicara susu sama dengan bicara kalori. Pasien obesitas yang ingin menurunkan berat badan, tentu tidak dianjurkan minum susu full cream.

"Kalorinya kan tinggi. Pada pasien seperti itu, harus kita cut dia punya kalori. Kita pilihkan yang low fat dan skim," katanya.

Sebenarnya, low fat dan skim memiliki besaran kalori yang tidak berbeda jauh. Namun, dari segi rasa, tentu saja masing-masing orang memiliki kenyamanannya masing-masing.

"Mau kita kasih skim tapi tidak diminum bagaimana, saking engga ada rasanya? Nggak apa-apa deh minum yang low fat, tapi cuma sekian saja karena ada kalorinya," kata Diana.

"Bagaimana juga kalori harian tetap ada. Dari makan pagi, makan siang, dan makan malam. Nah, susu diisi di salah satu waktu itu," Diana menekankan.

 


Susu Full Cream Jahat?

Ilustrasi Minum Susu (iStockphoto)

Menurut Diana, tidak bisa juga kita bilang susu full cream itu jahat,"Dan, kalau kita balik, bukan berarti juga yang low fat itu paling bagus.". Lagi-lagi soal kebutuhan masing-masing individu.

Bahkan, kata Diana, Journal of Obesity menemukan bahwa sejumlah pasien obesitas yang dikasih susu full cream malah bisa menurunkan berat badan. Tentu diimbangi juga dengan diet rendah kalori. Sehingga kalori hariannya kurang dari kebutuhan.

"Yang bisa bikin dia turun apa ya? Oh, ternyata karena lemak yang tinggi itu, membuat dia kenyang lebih lama, sehingga dia tidak ambil (makanan) yang lain," ujarnya.

Sebab, kalau habis minum susu full cream kemudian masih makan yang lain dalam jumlah yang besar, kalorinya menjadi lebih yang bikin dia sulit turun.

"Balik lagi ke perhitungan kalori. Kita harus tahu kalori masing-masing," katanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya