Liputan6.com, Jakarta - Bekas Hakim Tipikor ad hoc Pengadilan Medan, Merry Purba divonis enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Merry dinyatakan terbukti menerima suap SGD 150 ribu terkait pengurusan perkara korupsi di Pengadilan Medan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karenanya pidana penjara selama 6 tahun, pidana denda Rp 200 juta dengan ketentuan apabila tidak mampu membayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan," ucap Hakim Saifudin Zuhri saat membacakan putusan, Kamis 16 Mei 2019.
Advertisement
Majelis hakim membeberkan fakta persidangan yang membuktikan Merry menerima suap. Misalnya saja seperti pernyataan Helpandi, panitera pengganti Pengadilan Negeri Medan sekaligus perantara suap.
"Ya sudah kamu atur saja lah kalau sudah selesai besok kita ketemu lagi pagi," ucap hakim yang menimbang pernyataan Merry tersebut terdapat unsur menerima hadiah.
Sikap Merry lainnya yang menjadi pertimbangan majelis hakim adalah respons Merry yang memintanya menangani permintaan pihak Tamin, dan sekaligus Merry mengingatkan Helpandi agar berhati-hati.
"Menimbang, berdasarakan uraian fakta tersebut unsur menerima hadiah atau janji telah terpenuhi," ujar hakim.
Sementara dalam vonis yang dijatuhkan majelis hakim terdapat unsur memberatkan dan meringankan.
Hal memberatkan, perbuatan Merry tidak mendukung upaya pemerintahan atas pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagai penegak hukum ia juga dianggap telah mencederai lembaga peradilan.
Vonis Lebih Ringan
Vonis Merry ternyata lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa sebelumnya menuntut 9 tahun pidana penjara, denda Rp 350 juta, atau subsider 3 bulan kurungan.
Ia juga dituntut membayar uang pengganti suap SGD 150 ribu selama satu bulan usai putusan berkekuatan hukum tetap.
Apabila tidak mampu mengembalikan, harta bendanya akan disita hingga memenuhi uang pengganti. Jika tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara 7 bulan. Merry juga tidak diwajibkan membayar uang pengganti sebagaimana tuntuan jaksa penuntut umum.
Kendati vonis lebih rendah, Merry menyatakan banding. Ia berkilah tidak pernah menerima suap.
Merry divonis telah melanggar Pasal 12 huruf c undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai hakim yang menerima janji atau hadiah.
Reporter: Yunita Amalia
Advertisement