Liputan6.com, Sanaa - Koalisi pimpinan Saudi yang mendukung pemerintah Yaman melancarkan serangkaian serangan udara di Sanaa. Aksi yang terjadi pada Kamis 16 Mei 2019 itu menewaskan sedikitnya enam orang.
Laporan VOA Indonesia yang dikutip Jumat (17/5/2019) menyebutkan bahwa serangan tersebut menghantam banyak sasaran di ibu kota Yaman itu. Mengakibatkan sejumlah rumah rusak.
Advertisement
Sanaa berada di bawah kontrol pemberontak Houthi dukungan Iran sejak akhir 2014.
Serangan udara itu terjadi beberapa hari setelah Houthi mengaku bertanggung jawab atas serangan pesawat nirawak terhadap jaringan pipa minyak di Arab Saudi.
Wakil Menteri Pertahanan Saudi, Khalid bin Salman menuduh lawannya, Iran, memerintahkan serangan terhadap jaringan pipa itu dan menyebutnya sebagai aksi teroris.
Perang di Yaman telah menewaskan puluhan ribu orang, dan mendorong negara miskin itu ke ambang bencana kelaparan. PBB menyatakan 24 juta warga Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Serangan Fasilitas Minyak Saudi
Sebelumnya, Menteri Energi Arab Saudi Khalid Al Falih mengatakan pada Selasa 14 Mei 2019 bahwa dua stasiun pompa minyak untuk pipa di Timur-Barat negeri itu telah dihantam oleh drone yang sarat dengan bahan peledak. Ia menyebut serangan itu tindakan terorisme yang menargetkan pasokan minyak global.
"Tindakan terorisme dan sabotase terbaru di Teluk Arab ... tidak hanya menargetkan Kerajaan tetapi juga keamanan pasokan minyak ke dunia dan ekonomi global," ujar Falih mengutuk serangan seperti dikutip dari Gulf News, Rabu 15 Mei 2019.
"Serangan-serangan ini membuktikan lagi bahwa penting bagi kita untuk menghadapi entitas teroris, termasuk milisi Houthi di Yaman yang didukung oleh Iran," imbuhnya.
Falih mengatakan produksi dan ekspor minyak Saudi untuk minyak mentah dan produk olahan terus berjalan tanpa gangguan, tetapi perusahaan minyak raksasa negara Aramco telah menghentikan pemompaan minyak dalam pipa sementara kerusakan dievaluasi dan stasiun diperbaiki, demikian menurut pernyataan yang disampaikan oleh kantor berita negara, Saudi Press Agency (SPA).
Pipa sepanjang 1.200 kilometer yang jadi target serangan itu membawa minyak mentah dari ladang minyak utama Arab Saudi ke kota pelabuhan Laut Merah Yanbu di barat.
Advertisement
Hampir 100 Sipil Tewas atau Terluka Per Pekan
Laporan terbaru PBB menyebut hampir 100 orang warga sipil tewas atau terluka setiap minggu di Yaman, pada tahun lalu, di mana seperlima di antaranya adalah anak-anak.
Menurut angka yang dikeluarkan oleh badan pengungsi dunia (UNHCR) pada Kamis 7 Maret 2019, lebih dari 4.800 kasus kematian dan cedera warga sipil dilaporkan selama 2018.
Khusus untuk anak-anak, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Sabtu 9 Maret 2019, UNHCR mencatat ada 410 kematian dan 542 luka-luka.
Mengandalkan data sumber terbuka untuk temuannya, UNHCR juga mencatat bahwa hampir setengah dari semua korban --48 persen-- dilaporkan terjadi di kota Hodeidah, yang pelabuhan strategisnya telah menjadi tempat pertempuran sengit antara pemberontak Houthi dan pasukan pimpinan Arab Saudi, yang mendukung pemerintah Yaman.
Angka-angka PBB juga menunjukkan bahwa 30 persen warga sipil terbunuh dan terluka di dalam rumah mereka, di mana non-kombatan juga menjadi sasaran saat bepergian di jalan, bekerja di pertanian, dan di situs sipil lainnya.
"Laporan itu menggambarkan besarnya dampak terhadap manusia akibat konflik," kata Volker Turk, asisten komisaris tinggi UNHCR, untuk pengungsi Yaman.
"Warga sipil di Yaman terus menghadapi risiko serius terhadap keselamatan, kesejahteraan dan hak-hak dasar mereka. Terpapar kekerasan setiap hari, banyak yang hidup di bawah ketakutan terus-menerus, dan menderita dalam kondisi yang memburuk, berbalik dalam keputus-asaan pada mekanisme yang berbahaya untuk bertahan hidup," lanjutnya panjang lebar.