Protes Ekspor Sampah Tak Digubris, Filipina Tarik Pulang Dubesnya di Kanada

Filipina menarik pulang duta besarnya untuk Kanada setelah protes terhadap ekspor sampah tidak digubris.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 17 Mei 2019, 09:17 WIB
Ilustrasi bendera Filipina (AFP/Noel Cells)

Liputan6.com, Manila - Pemerintah Filipina menarik pulang duta besarnya dari Kanada pada Kamis 16 Mei 2019. Upaya itu dilakukan setelah eskalasi krisis diplomatik terkait berton-ton sampah yang dibuang di negara Asia Tenggara itu diabaikan.

Hubungan diplomatik kedua negara telah memburuk sejak sebuah perusahaan Kanada mengirim sekitar 100 kontainer, termasuk sampah busuk yang salah diberi label sebagai barang daur ulang, ke pelabuhan Filipina pada tahun 2013 dan 2014.

Pemerintah Filipina menetapkan tenggat waktu hingga 15 Mei, bagi Kanada untuk mengambil kembali sampah yang membusuk.

Sebelumnya, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Jumat (17/5/2019), Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah beberapa kali mengajukan protes keras terhadap pemerintah Kanada atas masalah terkait. Terakhir kali kemarahannya diluapkan pada April lalu.

Kanada sejak itu mengatakan sedang berupaya mengatur pengembalian kontainer, tetapi belum memberikan jangka waktu.

Dalam sebuah pernyataan, Ottawa mengatakan "kecewa" dengan penarikan itu, tetapi "tetap berkomitmen untuk menyelesaikan pengaturan ini untuk pengembalian limbah ke Kanada."

"Kami akan terus berhubungan erat dengan Filipina untuk memastikan resolusi cepat dari masalah penting ini," tambahnya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin mengatakan, surat-surat penarikan duta besar dan konsul dari Kanada telah dikirim, dan kemungkinan mereka tiba di Manila "sekitar sehari setelahnya atau lebih".

"Kanada melewatkan tenggat waktu 15 Mei. Dan kami akan tetap mengurangi perwakilan diplomatik kami di sana, sampai seluruh sampah dilayarkan kembali," tulis Locsin di Twitter.

Juru bicara Presiden Duterte, Salvador Panelo, menambahkan bahwa langkah itu merupakan peringatan bagi Kanada bahwa Filipina siap untuk memutuskan hubungan diplomatik atas masalah terkait.

"Posisi presiden sangat jelas: ambil kembali (sampah) atau hubungan kita berakhir," kata Panelo kepada wartawan.


Konflik Memanas antara Filipina dan Kanada

Presiden Filipina Rodrigo Duterte (AP/Bullit Marquezz)

Masalah ekspor sampah itu kian memanas tatkala Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mempertanyakan tindakan keras Duterte dalam perang melawan narkoba di Filipina.

Selama ini, Duterte diketahui selalu melawan dengan keras semua kritik internasional terhadap kebijakan kontroversialnya tersebut, yang telah membuat polisi Filipina membunuh ribuan orang yang diduga sebagai pecandu dan pengedar narkoba sejak 2016.

Tahun lalu, Duterte membatalkan kontrak militer Filipina senilai US$ 235 juta (setara Rp 34 triliun) untuk membeli 16 helikopter militer dari perusahaan Kanada, karena Ottawa menandatangani kesepakatan untuk menekan perang narkoba yang dituding "melanggar hak asasi manusia".

Dalam pidatonya di bulan April, Duterte juga mengancam untuk secara sepihak mengirimkan sampah kembali ke Kanada, dengan mengatakan: "Mari kita melawan Kanada. Saya akan menyatakan perang melawan mereka."

Menurut beberapa pengamat, Duterte sering menggunakan bahasa kasar dan hiperbola dalam pidato tentang lawan.

Menyusul komentar tersebut, Kanada menawarkan untuk memulangkan limbah terkait, dan Filipina mengatakan Ottawa akan menanggung biaya pembuangan.


Kanada Butuh Waktu Siapkan Dokumen

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menyampaikan pernyataan pers untuk KTT G7 di Quebec. (Ludovic Marin/AFP)

Pekan lalu, Biro Kepabeanan Manila mengatakan Filipina siap untuk mengirim kembali limbah ke Kanada, namun Ottawa membutuhkan beberapa minggu lagi untuk menyiapkan dokumen.

Sekitar 69 kontainer pengiriman sampah ditahan di pelabihan Manila, setelah 34 lainnya telah dikirim ke beberapa tempat pengolahan limbah di FIlipina, kata kementerian keuangan setempat.

Di lain pihak, kelompok pengawas lingkungan Ecowaste Coalition menawarkan dukungan untuk tindakan diplomatik, tetapi mengatakan pemerintah dapat berbuat lebih banyak dalam memerangi kiriman limbah.

"Jika pemerintah Filipina benar-benar ingin mengirim pesan tegas ... itu harus bergerak cepat untuk meratifikasi Amandemen Larangan Basel," kata koordinator nasional kelompok itu, Aileen Lucero.

Amandemen ini dimaksudkan untuk melindungi negara-negara berkembang dari menjadi tempat pembuangan bagi negara-negara kaya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya