Kasus Kota Idaman Gowa, Polisi Diminta Kembangkan Dugaan Korupsi

Penerapan pasal pidana umum dalam kasus pembangunan kota idaman di Kabupaten Gowa mendapat sorotan akademisi.

oleh Eka Hakim diperbarui 17 Mei 2019, 21:00 WIB
Penyidik Polres Gowa mengecek lahan yang rencananya di bangun kota idaman di daerah Pattallassang (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Gowa Penyidik Reserse Kriminal Polres Gowa telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus pembangunan kota idaman di Pattalassang Kabupaten Gowa, Sulsel.

Kedua tersangka masing-masing Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdastri) Andi Sura Suaib, dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga M Fajaruddin.

Mereka disangkakan dengan dugaan pidana Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan Jo Pasal 372 KUHP tentang penggelapan Jo Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Namun belakangan, sejumlah akademisi tampak menyoroti penanganan kasus kota idaman oleh Polres Gowa tersebut. Salah satunya sorotan muncul dari Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar (UKI Paulus Makassar), Jermias Rarsina.

Menurut Jermias, penanganan kasus pembangunan kota idaman oleh Polres Gowa tidak berjalan proporsional.

Di mana, mereka mengabaikan kepentingan hukum negara yang jauh lebih besar dalam perkara kota idaman tersebut. Yakni adanya unsur dugaan tindak pidana korupsi.

"Jika melihat yang ada, penyidik Polres Gowa hanya mengedepankan penanganan unsur tindak pidana umum ketimbang mengembangkan unsur tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut," kata Jermias saat di temui di Kampus UKI Paulus Makassar, Jumat (17/5/2019).

Penyidikan yang dilakukan Polres Gowa hanya fokus membuktikan adanya dugaan tindak pidana pemalsuan sejumlah dokumen sehubungan dengan lahan yang merupakan aset negara dalam hal ini milik PT. Perkebunan Nusantara XIV (PTPN XIV) berupa surat Ipeda atau rincik serta dokumen-dokumen lainnya.

Penyidik terkesan tak berselera mengembangkan penyidikan kasus kota idaman lebih jauh. Yakni membuktikan adanya dugaan unsur tindak pidana korupsi dalam kasus itu. Sementara hal itu, secara substansi kajian hukum sangat dibenarkan dalam konteksnya dengan penerapan prinsip pemberlakuan azas lex spesialis terhadap dugaan tindak pidana korupsi.


Unsur Tindak Pidana Korupsi

Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar, Jermias Rarsina (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Jermias menjelaskan bahwa PTPN XIV merupakan perusahaan milik negara yang secara yuridis dalam hubungan dengan tanggung jawab pengelolaan keuangan negara memiliki kepentingan hukum yang jauh lebih besar dan harus diperhatikan.

Oleh karena ada beberapa pendekatan yang dipergunakan dalam merumuskan keuangan negara yang sifatnya harus dilindungi bagi kepentingan publik. Ketimbang orang perseorangan secara privat.

Secara yuridis yang dimaksud, kata Jermias, pendekatan merumuskan keuangan negara bisa dilihat dari beberapa aspek yakni aspek obyek, subyek, proses dan tujuan kesemuanya yang telah mencerminkan bahwasanya eksistensi dari PTPN XIV adalah bagian dari kegiatan perusahaan negara dalam pengelolaan ataupun penyelenggaraan segala perumusan kebijakan untuk kegiatan usaha dalam hubungannya dengan keuangan negara.

"Sehingga dalam konteks penegakan hukumnya, negara jauh lebih besar memiliki kepentingan yang harus dilindungi dalam hal ini penegakan hukum pemberantasan korupsinya jika dibandingkan dengan modus kejahatan biasa yakni pemalsuan surat," terang Jermias. Apalagi menyimak penjelasan pihak penyidik Polres Gowa, di mana dalam penyidikan kasus kota idaman tersebut, ditemukan adanya peristiwa transaksi lahan milik PTPN XIV.

Dengan begitu, kata Jermias, berarti negara jelas telah dirugikan, dan ada oknum (orang pribadi) yang diuntungkan dari transaksi tersebut.

Keterlibatan pejabat yang melakukan kegiatan transaksi lahan minimal harus dimintai pertanggung jawaban pidananya.

"Mengapa demikian? karena realitasnya terdapat cukup bukti bahwasannya ada kejahatan pemalsuan pengakuan hak atas tanah PTPN XIV," jelas Jermias.

Sekalipun, kata dia, para pihak yang dimaksud telah menerangkan dihadapan pejabat mengenai transaksi tanah yang dikenal sebagai akta van partiij. Tetap pejabat yang bersangkutan juga harus memiliki prinsip kecermatan dan kehati-hatian dalam melayani masyarakat untuk melakukan transaksi tanah.

"Sebagai bukti nyata sekarang ini yang terjadi pada contoh kasus transaksi atas tanah miliki PTPN XIV yang mana telah terjadi sifat melawan hak," tutur Jermias

Penyidik Polres Gowa, lanjut Jermias, seharusnya dapat mengembangkan kasus kota idaman tersebut ke arah dugaan tindak pidana korupsi, oleh karena ada kepentingan negara yang jauh lebih besar untuk dilindungi.

Jika tak demikian, kata Jermias, bisa saja dapat membuat pretensi buruk berupa penilaian ironis atau sindiran halus dari masyarakat bahwa "pantas saja siapa-siapa yang mau dibawa dan diadili perkara pidananya di persidangan sangat bergantung dari aparat penegak hukumnya".

"Agar tak demikian, maka penyidik Polres Gowa harus bertindak proporsional," Jermias menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Peran Tersangka Kasus Pembangunan Kota Idaman di Gowa

Wakapolres Gowa, Kompol Muh. Fajri Mustafa menjelaskan peran para tersangka dalam kasus kota idaman (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Diketahui, Polres Gowa resmi menetapkan dua orang tersangka dalam kasus pembangunan kota idaman di daerah Pattallassang, Kabupaten Gowa, Sulsel.

Kedua tersangka yakni Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdastri) Andi Sura Suaib, dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga M. Fajaruddin.

Kedua tersangka yang saat itu pernah menjabat sebagai Camat Pattallassang, disangkakan dengan 263 KUHP tentang pemalsuan Jo Pasal 372 KUHP tentang penggelapan Jo 378 KUHP tentang penipuan.

Wakapolres Gowa Kompol Muh Fajri Mustafa mengatakan dalam kasus kota idaman, kedua tersangka memiliki empat peran.

Dimana keduanya melegalisir dan menandatangi dokumen yang memuat keterangan palsu dalam surat keterangan dan surat pernyataan peralihan hak atas tanah.

Selain itu, keduanya juga diketahui tidak membuat surat pernyataan peralihan hak atas tanah, tetapi tersangka mengarahkan PT. Sinar Indonesia Property (SIP) untuk membuatnya.

Tak hanya itu, kata Fajri, para tersangka juga memasukkan klausul seolah-olah tanah yang ditransaksikan dalam surat pernyataan peralihan hak atas tanah tahun 2011 dan 2015, tidak dimiliki oleh pihak lain.

"Kedua tersangka juga memberikan bantuan saat penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh PT. SIP," kata Fajri.

Bahkan lanjut Fajri, dari hasil penyidikan dimana kedua tersangka yang diketahui mantan camat di daerah lokasi pembangunan kota idaman tersebut, ikut melegalisasi dan menandatangi dokumen yang digunakan PT. SIP untuk melakukan transaksi dengan pihak Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Gowa.

"Keduanya melegalisasi dan menandatangani surat pernyataan peralihan hak atas tanah. MF tahun 2011, dan AS tahun 2015," jelas Fajri.

Beberapa barang bukti dokumen diantaranya surat keterangan garapan, surat pernyataan pelepasan hak atas tanah tahun 2011 dan tahun 2015 telah diamankan.

"Jadi penetapan tersangka melalui proses gelar perkara bahkan gelar perkara dilakukan tiga kali untuk memastikan peran keduanya, termasuk pemeriksaan ahli pidana," beber Fajri.

Ia menilai kedua tersangka tidak melakukan verifikasi terhadap clear and clean atas tanah yang dialihkan haknya yang masuk dalam area rencana pembangunan kota idaman. Belakangan diketahui tanah yang ditransaksikan tersebut masih dimiliki oleh PTPN XIV.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya