Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Rini M Soemarno melakukan kunjungan ke China untuk bertemu dengan sejumlah CEO industri logam China. Kunjungan ini demi mempercepat terealisasinya hilirisasi tambang di Indonesia.
Turut mendampingi Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi G. Sadikin, Sekretaris Menteri BUMN Imam A Putranto dan Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan, Kementerian BUMN, Gatot Trihargo dan Staf Khusus Menteri BUMN Wianda Pusponegoro.
Baca Juga
Advertisement
”Percepatan hilirisasi industri tambang harus segera dilakukan. Ini untuk kepentingan rakyat dan bangsa, semakin tinggi nilai tambah produk tambang kita, semakin besar manfaat yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Saya optimis holding industri pertambangan akan mampu mewujudkan mandatnya dengan bantuan pihak-pihak terkait," jelas Menteri Rini dalam keterangannya, Jumat (17/5/2019).
Menanggapi ini, Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi G. Sadikin mengatakan, pertemuan dengan sejumlah CEO Industri logam di China untuk mendengarkan penjelasan tentang industri logam dan teknologinya.
"Serta menjajaki berbagai peluang kerja sama yang sesuai dengan rencana strategis kami dan dapat membantu kami mempercepat terealisasinya hilirisasi tambang untuk kesejahteraan masyarakat,” kata dia.
Di Beijing, rombongan bertemu dengan sejumlah CEO, antara lain CEO The Metallurgical Corporation Of China (MCC) untuk mempelajari peluang kerja sama dalam industri EPC dan/atau tambang kobalt/nikel; dan CEO Beijing Easpring Material Technology, mempelajari industri Electric Vehicle terutama dalam pembuatan Katoda.
Sementara di Inner Mongolia, rombongan menemui perusahaan coal gasification, Dalu Chemicals untuk mempelajari proses dan teknologi dalam coal gasification serta peluang kerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk.
Kemudian di Shanghai, rombongan melakukan kunjungan lapangan dan pertemuan dengan Huayou, perusahaan manufaktur cobalt chemical, termasuk manufaktur bahan energi baru lithium ion, pemrosesan bahan baru kobalt dan penambangan, benefisiasi dan peleburan kobalt dan tembaga; serta bertemu dengan Contemporary Amperex Technology (CATL) Battery untuk mempelajari industri Electric Vehicle.
Proyek Hilirisasi
Dalam kunjungan ini juga turut serta Direktur Utama PT Antam Tbk. Arie Arioetedjo dan Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arviyan Arifin.
Belum lama ini Holding Industri Pertambangan melalui anggota Holding PT Bukit Asam Tbk telah menandatangani Head of Agreement Hilirisasi Batubara dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical (8/12 – 2018), untuk pembangunan proyek gasifikasi.
Melalui penandatanganan ini, batubara dari PT Bukit Asam Tbk nantinya akan diubah melalui teknologi gasifikasi menjadi produk akhir yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Teknologi gasifikasi ini memungkinkan mengkonversi batubara muda menjadi syngas yang merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai bahan bakar, urea sebagai pupuk, dan Polypropylene sebagai bahan baku plastik.
Proyek hilirisasi lainnya yang juga dicanangkan oleh Holding Industri Pertambangan adalah melalui PT Borneo Alumunia Indonesia (PT BAI), anak usaha patungan PT Inalum (Persero) dan PT Antam Tbk., mencanangkan pembangunan proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Pontianak, Kalimantan Barat.
Proyek SGAR menjadi penghubung mata rantai industri dari hulu ke hilir yang terintegrasi, dari bauksit menjadi alumina, bahan baku aluminium dengan kapasitas awal 1.000.000 ton Alumina.
Advertisement
Inalum Bakal Beli Saham Treasuri Bukit Asam
PT Asahan Aluminium Indonesia (Inalum) bakal membeli saham tresuri (treasury stock) PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
"Benar (Beli saham treasuri PTBA-red)," ujar Head of Corporate Communication Inalum, Rendi Witular, saat dikonfirmasi Liputan6.com, lewat pesan singkat, Rabu (8/5/2019).
Saham treasuri merupakan saham perusahaan yang telah diterbitkan dan dijual di pasar akan tetapi kemudian dibeli kembali untuk sementara.
Rendi menuturkan, ada sejumlah pertimbangan mendorong perseroan beli saham treasuri PT Bukit Asam Tbk. Prospek PTBA dalam jangka pendek dinilai akan ditopang oleh penjualan batu bara kalori tinggi (high calorie value/HCV) pada 2019 ini sebesar 3,8 juta ton.
Baca Juga
Angka ini lebih tinggi dari HCV yang telah diproduksi pada 2018 yang masih di bawah 1 juta ton.
Selain itu, PTBA menyasar premium market dalam penjualan batu bara kalori tinggi ini. Salah satunya Jepang.
"Hingga kini PTBA telah memegang kontrak jual beli batu bara kalori tinggi ke pasar Sri Lanka, Taiwan, Filipina dan Jepang. Di Indonesia, cadangan batu bara kalori tinggi sendiri sudah tidak banyak lagi dan memiliki nilai jual tinggi," ujar dia.
Selain itu, pembayaran dividen PTBA yang akan dipertahankan pada level 75 persen dari laba bersih juga menjadi pemicu Inalum untuk menaikkan kepemilikan.
Terkait dengan prospek jangka panjang PTBA, Inalum memastikan transformasi bisnis perseroan ke sektor hilirisasi akan berjalan sesuai dengan rencana sehingga pertumbuhan pendapatan dan laba tidak lagi bergantung pada penjualan batu bara.
Pada 2019, PTBA sudah memulai tahapan konstruksi PLTU Mulut Tambang Sumsel-8 dengan kapasitas 2x620 MW yang akan mulai beroperasi 2022. Proyek ini merupakan PLTU mulut tambang terbesar di Indonesia.
PT Bukit Asam Tbk bersama Pertamina juga akan memulai pengembangan fasilitas gasifikasi batu bara yang dapat menghasilkan synthetical gas (syngas) hingga dimethyl ether (DME) yang bisa mensubstitusi liquefied petroleum gas (LPG) rumah tangga. Fasilitas gasifikasi itu diharapkan dapat berproduksi pada 2023.
Kemungkinan perseroan akan membeli dengan harga rata-rata 90 hari. “Harga rata-rata 90 hari,” kata Rendi.
Pada sesi pertama perdagangan saham Rabu, 8 Mei 2019 pukul 11.10 waktu JATS, saham PT Bukit Asam Tbk susut 5,29 persen ke posisi Rp 3.220 per saham.
Saham PTBA ditransaksikan dengan frekuensi 6.485 kali dengan nilai transaksi Rp 332,3 miliar.