Muhammadiyah: Pemilu Jangan Membuat Retak Bangsa

Sejak Indonesia mengamandemen Undang-undang Dasar tahun 1945, kata Haedar Nasir, ada satu ayat yang ditambahkan, yang dulu tidak ada di UUD 45 asli, yakni Indonesia negara hukum.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Mei 2019, 23:04 WIB
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir (Liputan6.com/ Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan pada segenap rakyat Indonesia agar Pemilu jangan sampai membuat retak bangsa, karena selama ini persatuan menjadi kekuatan negeri ini.

"Sumbangan umat Islam untuk bangsa ini sangat besar, yakni menjadikan bangsa ini sebagai bangsa yang Bhineka Tunggal Ika. Tidak ada negeri Muslim yang memberi toleransi yang begitu baik. Artinya, umat Islam itu menjadi penyangga persatuan Indonesia. Oleh karena itu, jangan dirusak," kata Haedar Nashir di sela Kajian Ramadhan DPW Muhammadiyah Jatim dan buka bersama di UMM Dome, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (18/5/2019).

Sejak Indonesia mengamandemen Undang-undang Dasar tahun 1945, kata Haedar Nasir, ada satu ayat yang ditambahkan, yang dulu tidak ada di UUD 45 asli, yakni Indonesia negara hukum.

Kepada mereka yang dulu terlibat dalam amandemen, Haedar Nashir meminta untuk membaca kembali amandemen tersebut. Bahwa Indonesia, negara hukum, artinya menyelesaikan segala masalah lewat hukum. Penegak hukum juga harus adil dan menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya.

"Ketika kita menjunjung tinggi politik nilai, kita akan berhadapan dengan politik yang pragmatis-oportunistik. Dalam bahasa lain, yakni politik jahiliyah atau politik ketertinggalan dan keterbelakangan secara nilai. Kita ingin mengajak seluruh bangsa Indonesia dan umat Islam untuk memanfaatkan momentum ramadan ini untuk membangun umat terbaik dan menjadi bangsa unggulan," paparnya.

Haedar Nashir mengatakan di usia kemerdekaan ke-73 Indonesia, perlu ada progres yang terus menerus. Selain itu, di tengah polarisasi kehidupan bangsa Indonesia usai pelaksanaan Pemilu, Muhammadiyah mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu dan semua pihak untuk mengedepankan asas Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (Luber) dalam proses penghitungan, sampai pada tahap pengumuman.

"Semua proses itu juga harus berdiri tegak di atas konstitusi dan hukum yang berlaku," ucapnya.


Berpijak di Atas Hukum dan Konstitusi

Sudah menjadi sikap resmi pada 18 April lalu, Muhammadiyah mengajak seluruh warga negara dan bangsa untuk berpijak di atas hukum dan konstitusi.

"Harus menerima apa yang diputuskan KPU. Bagi yang tidak puas, bahkan jika ada kesalahan dan kecurangan, bawalah ke ranah hukum agar semuanya transparan. Tentu kita harus kawal juga," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur KH. Saad Ibrahim dalam sambutannya menyampaikan di tengah dinamika kehidupan kebangsaan ini, Pimpinan Wilayah Jawa Timur menangkap momentum dengan mengangkat tema Kajian Ramadan tahun ini "Mewujudkan Khairu Ummah". Agenda tahunan ini dihadiri Pimpinan Daerah Muhammadiyah se-Jawa Timur.

Rektor UMM Dr Fauzan menyebut Kajian Ramadan ini dijadikan sebagai ajang konsolidasi Peryarikatan Muhammadiyah. "Diselenggarakannya pengajian ini dalam rangka memperkuat Muhammadiyah menjadi aktor yang lebih mencerahkan di daerah masing-maisng," tuturnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya