Liputan6.com, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar mengatakan setiap dugaan penggelembungan suara harus diklarifikasi dengan data dan fakta. Karena itu, jika ada pihak yang menuding terjadinya penggelembungan saat pemungutan suara ulang (PSU) di Malaysia, seharusnya bisa dibuktikan di forum rapat pleno rekapitulasi nasional.
"Saya berharap saksi-saksi bisa mengajukan keberatan pada saat rekapitulasi, nanti kita akan dengarkan, dicocokkan atau bisa diajukan pelapor penanganan administrasi di Bawaslu," kata Fritz di Kantor KPU RI, Jakarta, Minggu (19/5/2019).
Advertisement
Dia menjelaskan, pihaknya telah bersikap dengan laporan terkait. Karenanya, Panitia Pengawas Pemilu Luar Negeri (PPLN) di Kuala Lumpur telah membahas dengan jajaran anggota Bawaslu untuk mengambil sikap.
"Sudah ketemu dengan Panwas LN, menyikapi tindakan Bawaslu dan posisi Bawaslu saat rekapitulasinya, terutama di KL," jelas Fritz.
Wewenang Bawaslu, lanjut Fritz, dalam menangani penggelembungan suara perlu ditegaskan lewat suara rekapitulasi ataupun sengketa mengenai hasil suara itu berada di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, tugas dan wewenang Bawaslu hanya fokus pada cara penghitungan tata cara administrasi rekapitulasi yang sudah sesuai atau belum.
"Kita tunggu nanti pada saat direkapitulasi nasional dan teman-teman bisa tahu nanti situasinya," kata Fritz.
Diketahui, isu penggelembungan suara berawal dari pernyataan para saksi di PPLN Kuala Lumpur yang mengatakan, sampai tanggal 15 Mei surat suara diterima dan siap hitung di esok hari, hanya berjumlah 22.087. Namun keesokan harinya, sebanyak 62 ribu surat suara via pos mendadak datang dan bercampur dengan yang sebelumnya.
PPLN mengatakan, puluhan ribu surat suara baru saja datang dikarenakan telat diterima pihaknya sehari sebelumnya. Namun, para saksi partai merasa janggal dan mempertanyakan mengapa surat suara tersebut bisa lagsung di lokasi penghitungan suara, Gedung PWTC, tanpa melalui kantor PPLN Kuala Lumpur, terlebih dahulu.