Liputan6.com, Colombo - Presiden Sri Lanka bersumpah untuk menghancurkan para militan yang bertanggung jawab terhadap serangan teror pada Minggu Paskah, 21 April 2019 lalu.
Pernyataan itu diberikan pada Minggu, 19 Mei 2019 dalam peringatan 10 tahun berakhirnya perang dengan pemberontak Tamil.
Presiden Maithripala Sirisena mengatakan pasukan keamanan dan unit intelijen Sri Lanka dapat menggunakan pengalaman mereka dalam mengalahkan separatis satu dekade lalu, untuk menuntut keadilan bagi 258 orang yang tewas dalam serangan teror, mengutip Channel News Asia pada Senin (20/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Saat ini, pemerintah telah menganggap kelompok teroris lokal sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap teror bom. Insiden yang terjadi di tiga gereja, empat hotel mewah, dan satu rumah warga yang menyebabkan 500 orang terluka.
"Dengan pengalaman dari perang yang telah berlangsung lebih dari tiga dekade, kami sekarang dipaksa untuk menghadapi ancaman yang sama sekali berbeda," kata sang presiden Sri Lanka pada upacara peringatan.
"Kami telah dapat menangkap semua orang yang berada di balik serangan Paskah. Beberapa tewas dalam konfrontasi. Ini memberi saya kepercayaan diri bahwa kami dapat sepenuhnya menghilangkan ancaman dari terorisme internasional," lanjutnya.
Perang Saudara di Sri Lanka
Panglima Angkatan Darat Mahesh Senanayake mengatakan sekitar 28.000 tentara tewas dalam perang yang berakhir pada 18 Mei 2009 lalu. Usainya perang saudara ditandai dengan terbunuhnya pemimpin Tamil Tigers Velupillai Prabhakaran.
Sekitar 5.000 tentara dan polisi pemerintah juga dinyatakan hilang sejak akhir pemberontakan.
Pasukan Sri Lanka telah dituduh membunuh sekitar 40.000 warga sipil dalam bulan-bulan terakhir konflik.
Tuduhan itu telah dibantah pemerintah berkali-kali. Hampir 16.000 lainnya juga dilaporkan hilang, menurut Kantor Orang Hilang yang baru didirikan.
Advertisement
Pasca-teror Paskah, Jam Malam Diberlakukan
Sementara itu, Sri Lanka telah memberlakukan jam malam nasional untuk malam kedua berturut-turut. Langkah itu dilakukan setelah gelombang kekerasan anti-Muslim pascainsiden bom Minggu Paskah.
Jam malam nasional malam kedua di Sri Lanka berlaku pada pukul 21.00 (15.30 GMT) pada Selasa 14 Mei 2019 lalu.
"Provinsi Barat Laut negara itu, tempat kekerasan terburuk terjadi, akan ditutup lebih lama," kata polisi seperti dikutip dari BBC, tanpa memberitahukan kapan jam malam itu akan dicabut.
Sebelumnya, seorang pria Muslim ditikam sampai mati ketika perusuh membakar toko-toko milik Muslim dan merusak masjid selama serangan yang terjadi Senin 13 Mei. Polisi kemudian menangkap 60 orang, termasuk pemimpin kelompok Buddha sayap kanan.
PBB kemudian menyerukan agar tenang dan "penolakan terhadap kebencian" di Sri Lanka.
Ketegangan di Negeri Ceylon meningkat sejak gerilyawan menyerang gereja dan hotel tiga pekan lalu pada Minggu Paskah. Serangan yang menewaskan lebih dari 250 orang.
Menanggapi kerusuhan itu, kantor PBB di Kolombo telah mendesak pemerintah Sri Lanka untuk "memastikan bahwa situasinya tidak memburuk".
Badan tersebut menekankan pentingnya menahan pelaku dan penghasut kekerasan untuk bertanggung jawab pada "titik kritis", jika perdamaian ingin dipertahankan.
Muslim membentuk hampir 10% dari 22 juta orang di Sri Lanka, yang sebagian besar adalah penganut Buddha Sinhala. Kekerasan massa di Negeri Ceylon yang menargetkan komunitas Muslim pada bulan Maret tahun lalu bahkan mendorong pemerintah untuk menyatakan keadaan darurat.