Liputan6.com, Jakarta Angka perceraian di Kabupaten Banyuwangi mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya. Data terakhir dari Pengadilan Agama Banyuwangi Kelas 1 A pada tahun 2018, angka perceraian turun 10 persen dibanding tahun sebelumnya.
Advertisement
Wakil Ketua PA Banyuwangi Mubarok, menjelaskan pada tahun 2017 jumlah perkara yang ditangani Pengadilan Agama Banyuwangi mencapai 8000 kasus, dan di tahun 2018 turun menjadi 7.200 kasus, sehingga mengalami penurunan 800 kasus, sekitar 10 persen.
"Dalam kurun waktu 2 tahun itu, kasus perceraian sama-sama sebanyak 90 persen dari total kasus. Sedangkan sisanya berupa perkara harta bersama, hak waris, permohonan eksekusi tanggungan, pengangkatan anak atau adopsi dan ekonomi syariah," kata Mubarok saat acara buka bersama forum pimpinan daerah (Forpimda) Banyuwangi, Kamis (16/5) lalu.
Sementara tahun 2019 dari bulan Januari hingga Mei, jumlah perkaran telah mencapai 3 ribu dengan presentase 85 persen merupakan kasus perceraian.
"Kami berharap di tahun ini terus menurun," kata Mubarok. Kami kewalahan SDM kami hanya 75 melayani ribuan orang tiap tahunnya," ujarnya.
Kasus perceraian, katanya, rata-rata disebabkan karena persoalan ekonomi, gangguan pihak ketiga dan kerja ke luar daerah atau negeri.
"Kadang sampai berbulan-bulan bekerja ke Bali tidak ada kabar. Sedangkan anak dan istri menunggu nafkah di rumah, lalu karena tidak jelas kondisinya menggugat cerai," jelasnya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, turunnya angka perceraian merupakan cerminan meningkatnya kondisi perekonomian masyarakat. Dari situ, Anas meminta agar Pengadilan Agama Banyuwangi memberikan pelayanan yang optimal, melalui sistem online. Bila tidak maka akan tertinggal.
"Semoga turunnya angka perceraian bukti membaiknya ekonomi masyarakat. Butuh komitmen bersama untuk merubah birokrasi. Rakyat ingin mendapatkan pelayanan yang jauh lebih bagus. Birokrasi harus berubah, karena kalau tidak berubah akan tergilas perubahan itu sendiri," ujarnya.