Liputan6.com, Jakarta - Aksi massa 22 Mei diperkirakan akan membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terdepresiasi atau melemah dalam. Hal itu diungkapkan oleh Peneliti Insitute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira.
Bhima menyebutkan, rupiah akan kembali mengalami koreksi. Seperti diketahui, dalam beberapa hari terakhir, nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan yang cukup besar.
"Rupiah diperkirakan kembali alami koreksi ke 14.500 per dolar AS hingga 14.600 per dolar AS paska 22 Mei," kata dia saat dihubungi Merdeka.com, Selasa (21/5/2019).
Baca Juga
Advertisement
Menurutnya, ada beberapa hal mendasar yang membedakan kondisi pasca pemilu di tahun ini dengan pemilu pada 2014 silam.
"Kondisi saat ini berbeda dari 2014 dimana optimisme pelaku pasar pasca pemilu cukup tinggi. Ada harapan pemerintah di bawah Jokowi bisa mendorong ekonomi hingga tumbuh 7 persen," ujarnya.
Akan tetapi, menurutnya saat ini investor tidak cukup optimistis jika dibandingkan dengan lima tahun lalu sehingga Jokowi Effect tidak lagi terjadi pada pemilu tahun ini.
Hal ini disebabkan tidak tercapainya angka pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan sejak awal pemerintahan yaitu pada angka 7 persen.
"Tapi sekarang ekspektasinya tidak setinggi itu karena melihat tren 5 tahun terakhir ekonomi hanya mampu tumbuh 5 persen. Jokowi effect berkurang di mata investor," tutup dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rupiah Hari Ini
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan Selasa ini.
Mengutip Bloomberg, Selasa (21/5/2019), rupiah dibuka di angka 14.462 per dolar AS, melemah dalam jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang berada di angka 14.455 per dolar AS.
Rupiah pada pagi hingga siang hari ini bergerak di kisaran 14.462 per dolar AS hingga 14.465 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 0,50 persen.
Advertisement