Aturan Terbaru, PNS Bisa Dipecat

Dalam aturan tersebut, sanksi administrasi hingga pemecatan menanti para abdi negara yang kinerjanya tidak memehuni target

oleh Septian Deny diperbarui 21 Mei 2019, 12:00 WIB
Ilustrasi Foto PNS. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam aturan tersebut, sanksi administrasi hingga pemecatan menanti para abdi negara yang kinerjanya tidak memehuni target.

Menurut PP ini, Penilaian Kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan pada sistem prestasi dan sistem karier. Penilaian dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS.

“Penilaian Kinerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan,” bunyi Pasal 4 PP ini.

Penilaian Kinerja PNS sebagaimana dimaksud, menurut PP tersebut, dilaksanakan dalam suatu Sistem Manajemen Kinerja PNS yang terdiri atas perencanaan kinerja, pelaksanaan, pemantauan kinerja, dan pembinaan kinerja, penilaian kinerja, tindak lanjut dan Sistem Informasi Kinerja PNS.

Perencanaan Kinerja itu sendiri terdiri atas penyusunan dan penetapan SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dengan memperhatikan Perilaku Kerja.

Proses penyusunan SKP sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilakukan dengan memperhatikan, perencanaan strategis Instansi Pemerintah, perjanjian kinerja, organisasi dan tata kerja, uraian jabatan, SKP atasan langsung.

“SKP sebagaimana dimaksud memuat kinerja utama yang harus dicapai seorang PNS setiap tahun. Selain kinerja utama sebagaimana dimaksud, SKP dapat memuat kinerja tambahan,” bunyi Pasal 9 ayat (1,2) PP tersebut.

SKP bagi pejabat pimpinan tinggi, menurut PP ini, disusun berdasarkan perjanjian kinerja Unit Kerja yang dipimpinnya dengan memperhatikan rencana strategis; dan rencana kerja tahunan.

SKP bagi pejabat pimpinan tinggi utama, menurut PP ini, disetujui oleh menteri yang mengoordinasikan. SKP bagi pejabat pimpinan tinggi madya disetujui oleh pimpinan Instansi Pemerintah. Sedangkan SKP bagi pejabat pimpinan tinggi pratama disetujui oleh pejabat pimpinan tinggi madya.

Disebutkan dalam PP ini, SKP bagi pejabat pimpinan tinggi yang memimpin unit kerja paling sedikit mencantumkan indikator kinerja yang terkait dengan tugas dan fungsi serta kinerja penggunaan anggaran.

“SKP bagi pejabat pimpinan Unit Kerja mandiri sebagaimana dimaksud disetujui oleh menteri atau pejabat pimpinan tinggi yang mengoordinasikannya,” bunyi Pasal 16 ayat (1) PP ini.

Untuk SKP bagi pejabat administrasi, menurut PP ini, disetujui oleh atasan langsung. Adapun SKP bagi pejabat fungsional disusun berdasarkan SKP atasan langsung dan organisasi/unit kerja.

“Ketentuan penyusunan SKP sebagaimana dimaksud tidak berlaku bagi PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara atau pimpinan anggota lembaga non struktural, diberhentikan sementara, menjalani cuti di luar tanggungan negara, atau mengambil masa persiapan pensiun,” bunyi Pasal 23 PP ini.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Selanjutnya

Upacara peringatan Hari Ibu ke-86 itu diikuti seluruh jajaran PNS di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (22/12/2014). (Liputan6.com/Johan Tallo)

PP ini menegaskan SKP yang telah disusun dan disepakati sebagaimana dimaksud ditandatangani oleh PNS dan ditetapkan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS, ditetapkan setiap tahun pada bulan Januari.

Selanjutnya, penilaian SKP dilakukan dengan menggunakan hasil pengukuran kinerja yang dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS. Khusus pejabat fungsional, penilaian SKP dapat mempertimbangkan penilaian dari Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional.

“Penilaian SKP bagi PNS yang mengalami rotasi, mutasi, dan/atau penugasan lain terkait dengan tugas dan fungsi jabatan selama tahun berjalan dilakukan dengan menggunakan metode proporsional berdasarkan periode SKP pada unit-unit dimana PNS tersebut bekerja pada tahun berjalan,” bunyi Pasal 36 PP ini.

Untuk penilaian Perilaku Kerja, menurut PP ini, dilakukan dengan membandingkan standar Perilaku Kerja dalam jabatan sebagaimana dimaksud dengan Penilaian Perilaku Kerja dalam jabatan, dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS, dan dapat berdasarkan penilaian rekan kerja setingkat dan/atau bawahan langsung.

Penilaian kinerja PNS tersebut dapat dilakukan dengan memberikan bobot masing-masing unsur penilaian 70 persen untuk penilaian SKP, dan 30 persen untuk penilaian Perilaku Kerja. Atau 60 persen) untuk penilaian SKP, dan 40 persen untuk penilaian Perilaku Kerja.

Penilaian Kinerja PNS dengan bobot 70 persen untuk penilaian SKP dan 30 persen untuk penilaian Perilaku Kerja sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilakukan oleh Instansi Pemerintah yang tidak menerapkan penilaian Perilaku Kerja dengan mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat dan bawahan langsung.

Sedangkan Penilaian Kinerja PNS dengan bobot 60 persen untuk penilaian SKP dan 40 persen untuk penilaian Perilaku Kerja, menurut PP ini, dilakukan oleh Instansi Pemerintah yang menerapkan penilaian Perilaku Kerja dengan mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat dan bawahan langsung.


Standar Kinerja PNS

Pengurusan kenaikan pangkat dan pensiun secara online dapat dapat meminimlisir terjadinya praktek pungutan liar.

Menurut PP ini, penilaian Kinerja PNS dinyatakan dengan angka dan sebutan atau predikat sebagai berikut:

1. Sangat Baik, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 110-120 dan menciptakan ide baru dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yang memberi manfaat bagi organisasi atau negara;

2. Baik, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 90-120. Cukup, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 70-90

3. Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 50-70

4. Sangat Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka kurang dari 50.

PP ini juga menyebutkan, distribusi PNS yang mendapatkan predikat penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dengan ketentuan

a. paling tinggi 20 persen dari total populasi pegawai dalam satu unit kerja berada pada klasifikasi status kinerja di atas ekspektasi.

b. paling rendah 60 persen dan paling tinggi 70 persen dari total populasi pegawai dalam satu unit kerja berada pada klasifikasi status kinerja sesuai ekspektasic.

c. paling tinggi 20 persen dari total populasi pegawai dalam satu unit kerja PNS berada pada klasifikasi status kinerja di bawah ekspektasi.

“Penilaian Kinerja PNS dilakukan pada setiap akhir bulan Desember pada tahun berjalan dan paling lama akhir bulan Januari tahun berikutnya,” bunyi Pasal 42 PP ini.


Sanksi Pemecatan

Jumlah tersebut sama berati 15 persen dari keseluruhan PNS Pemprov Papua tidak memiliki disiplin.

Ditegaskan dalam PP ini, dokumen penilaian kinerja PNS dilaporkan secara berjenjang oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS kepada Tim Penilai Kinerja PNS dan PyB (Pejabat Yang Berwenang) paling lambat pada akhir bulan Februari tahun berikutnya.

PNS yang menunjukkan penilaian kinerja dengan predikat Sangat Baik berturut-turut selama 2 tahun, menurut PP ini, dapat diprioritaskan untuk diikutsertakan dalam program kelompok rencana suksesi (talent pool) pada instansi yang bersangkutan.

Sedangkan PNS yang menunjukkan penilaian kinerja dengan predikat Baik berturut-turut selama 2 tahun, menurut PP ini, dapat diprioritaskan untuk pengembangan kompetensi lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Pejabat pimpinan tinggi, pejabat administrasi, dan pejabat fungsional yang tidak memenuhi Target kinerja dapat dikenakan sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian,” bunyi Pasal 56 PP tersebut.

Ketentuan penilaian kinerja PNS dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan 2 tahun setelah diundangkan. Adapun Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 2 tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 29 April 2019.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya