Liputan6.com, Jakarta Kabupaten penghasil Migas dapat menikmati manfaat sumber daya migas secara optimal. Hal itu dikarenakan Peraturan Daerah Khusus tentang Dana Bagi Hasil Migas (Perdasus DBH Migas) diharapkan segera dapat diimplementasikan di Provinsi Papua Barat.
Aspirasi ini mengemuka dalam Diskusi Hulu Migas dengan tema Dana Bagi Hasil Migas untuk Kesejahteraan Rakyat Papua yang diselenggarakan Senin (20/5) di Manokwari, Papua Barat.
Advertisement
Melalui sidang paripurna yang digelar tanggal 20 Maret 2019 lalu, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Barat telah mengesahkan Raperdasus DBH Migas menjadi Perdasus DBH Migas. Kehadiran regulasi ini sudah lama dinanti-nantikan karena akan memberikan kepastian mengenai distribusi penerimaan DBH Migas sampai ke level kabupaten/kota.
“Perdasus DBH Migas akan membantu kabupaten penghasil migas di Papua Barat untuk merencanakan penggunaan DBH Migas penggunaan DBH Migas dan membangun ketahanan ekonomi jangka panjang,” ujar Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku A. Rinto Pudyantoro.
Dikatakannya, setelah Perdasus DBH Migas benar-benar diimplementasikan, maka selanjutnya pemda kabupaten penghasil migas di Provinsi Papua Barat perlu segera memformulasi kebijakan tentang bagaimana membelanjakan penerimaan DBH Migas dengan bijak untuk kesejahteraan masyarakat.
Bupati Teluk Bintuni Ir. Petrus Kasihiw MT mengatakan Perdasus DBH Migas merupakan aspirasi yang sudah dimiliki sejak lama oleh pemerintah dan masyarakat Kabupaten Teluk Bintuni sebagai daerah penghasil. Dengan adanya Perdasus DBH Migas, distribusi penerimaan DBH Migas diharapkan lebih berkeadilan terutama untuk daerah penghasil.
Ditambahkannya, kehadiran Perdasus DBH Migas ini juga akan menjawab kendala operasi yang dialami industri hulu migas karena adanya tuntutan-tuntutan dari masyarakat.
“Dengan adanya Perdasus DBH Migas, tuntutan tersebut dapat diletakkan dalam tatanan legal formal,” ujarnya.
Bupati Teluk Bintuni juga mengharapkan Pemda Provinsi Papua Barat dapat segera mengimplementasikan Perdasus DBH Migas karena sudah dinanti-nantikan oleh masyarakat Teluk Bintuni. Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni nantinya akan menindaklanjuti Perdasus DBH Migas ini dengan aturan-aturan turunan di level kabupaten.
Kepala Dinas ESDM Provinsi Papua Barat Yohan Abraham Tulus SH MH mengatakan proses penyusunan Raperdasus sampai menjadi Perdasus DBH Migas ini memakan waktu yang cukup lama.
“Kita berharap bisa segera diimplementasikan,” ujarnya seraya memberikan apresiasi kepada semua pihak yang turut mendukung proses pengesahan Perdasus DBH Migas.
Diskusi Hulu Migas menghadirkan empat orang narasumber, yaitu Kepala Biro Hukum Provinsi Papua Barat Roberth Hammar; Ketua Badan Pembentukan Peratura Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Papua Barat Frida T. Kelasin; Tim Teknis Raperdasus DBH Migas Wym Fymbay; dan peneliti dari Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan Miftah Adhi Ikhsanto. Diskusi dipandu oleh moderator Pemimpin Redaksi Radar Sorong Akhmad Murtadho dan jurnalis Cahaya Papua Duma Sanda.
Anggota Tim Teknis Penyusunan dan Pembahasan Raperdasus DBH Migas Kabupaten Teluk Bintuni, Drs Wim Fymbay MM, mengatakan pokok-pokok pikiran yang menjadi Perdasus Migas berasal dari masyarakat adat di tiga kabupaten penghasil migas di Papua Barat. Wim Fymbay menggarisbawahi bahwa pengesahan Raperdasus DBH Migas menjadi Perdasus DBH Migas di Provinsi Papua Barat tidak berarti pekerjaan telah selesai dilakukan.
Masih ada sejumlah pekerjaan penting yang masih harus dilanjutkan, di antaranya adalah mengawal proses registrasi dan harmonisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat ke Kementerian Dalam Negeri; melakukan sosialisasi Perdasus DBH Migas di level kabupaten; melakukan kajian-kajian akademik untuk penyusunan peraturan-peraturan daerah di level kabupaten terkait Perdasus DBH Migas; dan menyusun draft dan mengusulkan Raperda kabupaten kepada pemerintah daerah kabupaten.
Kepala Biro Hukum Provinsi Papua Barat Dr. Roberth K.R Hammar S.H M.Hum MM memberikan dasar hukum untuk menaikan besaran DBH Migas yang diterima kabupaten-kabupaten penghasil. Ditambahkannya, selain menaikkan besaran DBH Migas ini, Perdasus ini memiliki keunggulan karena aturan materinya juga mengatur persentase peruntukan DBH untuk apa saja.
“Sehingga nantinya Bupati di setiap kabupaten dalam menggunakannya harus sesuai dengan ketentuan persentase peruntukannya sehingga benar-benar akan dirasakan oleh masyarakat,” ujarnya.
Kepala Biro Hukum Provinsi Papua Barat mengatakan saat ini status Perdasus DBH Migas Provinsi Papua Barat saat ini sedang dalam proses penyempurnaan tata naskah dan verifikasi oleh Kementerian Dalam Negeri untuk memperoleh nomor registrasi untuk selanjutnya diundangkan dalam lembaran daerah.
Ketua Badan Pembentukan Peratura Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Papua Barat Frida T. Kelasin mengatakan semangat dari Perdasus DBH Migas adalah mengatur bagaimana negara dapat hadir di tengah masyarakat adat. Frida menggarisbawahi pentingnya Perdasus DBH Migas ini menghormati hak-hal dan identitas masyarakat adat di sekitar wilayah operasi migas. Menurutnya Perdasus DBH Migas harus sejalan dengan Perdasus Wilayah Adat yang juga diproses oleh DPRD Provinsi Papua Barat.
“Setelah Perdasus ini selesai, selanjutnya mandatnya kepada kabupaten adalah harus ada pemetaan masyarakat adat,” ujar Frida sekaligus menambahkan bahwa universitas harus dilibatkan dalam proses penyusunan regulasi di level kabupaten.
Peneliti dari Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan Miftah Adhi Ikhsanto mengatakan Perdasus DBH Migas ini menerapkan manajemen bagi hasil migas berdasarkan prinsip pembagian berdasarkan daerah asal sumber daya (by origin) dan penerimaan aktual migas sehingga daerah penghasil memperoleh pembagian lebih banyak secara proporsional. Ditambahkannya, penerapan Perdasus DBH Migas ini selanjutnya harus terus didorong melalui ranah politik, ranah legal formal, dan ranah teknokratis administratif.
“Dari sisi ranah politik, perlu didorong supaya adanya komitmen bahwa kebijakan DBH Migas ini harus berpihak kepada masyarakat,” ujar Miftah.
Ditambahkannya, dari sisi ranah legal formal, hal yang perlu didorong adalah lahirnya aturan turunan Perdasus DBH Migas pada level kabupaten penghasil. Sedangkan dari ranah teknokratis administratif perlu dipersiapkan organisasi dan manajemen kabupaten penghasil untuk dapat mengelola DBH Migas.
Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku A. Rinto Pudyantoro mengatakan selesainya proses Perdasus DBH Migas di DPRD Provinsi Papua Barat merupakan tahap awal untu langkah berikutnya yaitu penyusunan regulasi implementasi di tingkat kabupaten. Dalam hal ini, SKK Migas dan Kontraktor Kontra Kerja Sama siap berkolaborasi untuk mendukung proses ini sehingga Perdasus DBH Migas bisa benar-benar terimplementasi di tengah masyarakat.
(*)