Liputan6.com, Dhaka - Pemerintah Bangladesh telah melarang penangkapan ikan di sebagian besar lepas pantainya selama 65 hari, dengan tujuan meningkatkan stok ikan yang terkuras.
Larangan yang dimulai sejak Senin 20 Mei itu mencakup seluruh jenis kapal penangkap ikan.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari BBC pada Selas (21/5/2019), ribuan nelayan Bangladesh telah merencanakan protes, dengan alasan bahwa mereka khawatir dibiarkan tanpa sumber penghasilan.
Larangan tersebut, yang berlangsung sejak 20 Mei hingga 23 Juli, dirancang untuk memberikan keleluasaan bagi ikan bereproduksi dengan aman selama musim kawin.
"Sumber daya ini akan terkuras suatu hari jika kita tidak menggunakannya secara berkelanjutan," ujar Menteri Perikanan dan Peternakan Bangladesh, Ashraf Ali Khan Khasru, kepada koran Tribune Dhaka.
"Kita harus membiarkan ikan tumbuh dan berkembang biak. Kalau tidak, kita harus menderita di masa depan," lanjutnya memperingatkan.
Kemungkinan Diterapkan Setahun Sekali
Area tangkap ikan di wilayah perairan Bangladesh di Teluk Benggala akan dijaga ketat oleh dinas penjaga pantai dan angkatan laut setempat.
Ada larangan jangka pendek untuk penangkapan ikan komersial di masa lalu, tetapi ini adalah pertama kalinya bahwa semua kapal penangkap ikan, termasuk nelayan lokal, telah dilarang untuk jangka waktu yang lama.
Ke depannya, larangan terkait akan diteruskan secara berkala setiap setahun sekali.
"Kami meyakini bahwa laut juga perlu beristirahat sejenak untuk meneruskan kehidupannya," ujar Menteri Khasru.
Adapun sebagai pengganti konsumsi ikan dan hewan lautnya, pemerintah Bangladesh akan memberlakukan impor terbatas pada beberapa konsumsi komoditas laut utama bagi masyarakat setempat.
Advertisement
Pentingnya Ikan Hilsa bagi Rakyat Bangladesh
Di lain pihak, asosiasi penangkapan ikan nasional Bangladesh telah meminta Perdana Menteri Sheikh Hasina untuk mempertimbangkan kembali larangan tersebut.
Mereka juga meminta kompensasi yang layak jika aturan terkait benar diterapkan.
Ikan, seperti hilsa, merupakan bagian penting dari pola makan masyarakat lokal dan juga diproses untuk ekspor.
Hilsa, sejenis ikan haring, dulunya berlimpah di perairan di sepanjang Teluk Benggala, tetapi stoknya menurun dalam beberapa dekade terakhir karena penangkapan yang berlebihan.
Bangladesh disebut bertanggung jawab atas sekitar 60 persen dari total tangkapan dan pasar global untuk hilsa, yang bernilai lebih dari US$ 2 miliar, atau sekitar Rp 28,9 triliun.