Perdasus DBH Migas Beri Kesempatan Kabupaten Penghasil Migas di Papua Barat Lebih Sejahtera

Dana bagi hasil migas untuk kesejahteraan rakyat Papua.

oleh Cahyu diperbarui 22 Mei 2019, 11:55 WIB
Dana bagi hasil migas untuk kesejahteraan rakyat Papua.(foto:SKK Migas)

Liputan6.com, Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Barat telah mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah Khusus tentang Dana Bagi Hasil Migas (Raperdasus DBH Migas) menjadi Perdasus DBH Migas pada 20 Maret 2019. Kini, Perdasus ini diharapkan dapat segera diimplementasikan di Provinsi Papua Barat agar kabupaten-kabupaten penghasil migas dapat merasakan manfaat sumber daya migas secara optimal. 

Aspirasi ini mengemuka dalam Diskusi Hulu Migas dengan tema Dana Bagi Hasil Migas untuk Kesejahteraan Rakyat Papua yang diselenggarakan di Manokwari, Papua Barat, Senin (20/5/2019). Diskusi Hulu Migas menghadirkan empat orang narasumber, yaitu Kepala Biro Hukum Provinsi Papua Barat Roberth Hammar, Ketua Badan Pembentukan Peratura Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Papua Barat Frida T. Kelasin, Tim Teknis Raperdasus DBH Migas Wym Fymbay, dan peneliti dari Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan Miftah Adhi Ikhsanto. Diskusi dipandu oleh moderator Pemimpin Redaksi Radar Sorong Akhmad Murtadho dan jurnalis Cahaya Papua Duma Sanda.

“Perdasus DBH Migas akan membantu kabupaten penghasil migas di Papua Barat untuk merencanakan penggunaan DBH Migas. Penggunaan DBH Migas dan membangun ketahanan ekonomi jangka panjang,” ujar Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku, A. Rinto Pudyantoro, dalam keterangan tertulisnya.

Ia mengatakan, setelah Perdasus DBH Migas benar-benar diimplementasikan, selanjutnya Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten penghasil migas di Provinsi Papua Barat perlu segera memformulasi kebijakan tentang bagaimana membelanjakan penerimaan DBH Migas dengan bijak untuk kesejahteraan masyarakat.

Sementara itu, Bupati Teluk Bintuni, Petrus Kasihiw, mengatakan bahwa Perdasus DBH Migas merupakan aspirasi yang sudah dimiliki sejak lama oleh pemerintah dan masyarakat Kabupaten Teluk Bintuni sebagai daerah penghasil migas. Dengan adanya Perdasus DBH Migas, ia berharap distribusi penerimaan DBH Migas lebih berkeadilan, terutama untuk daerah penghasil.

Menurut Petrus, kehadiran Perdasus DBH Migas juga akan menjawab kendala operasi yang dialami industri hulu migas dalam menghadapi tuntutan dari masyarakat.

“Dengan adanya Perdasus DBH Migas, tuntutan tersebut dapat diletakkan dalam tatanan legal formal,” ucapnya.

Petrus pun berharap Pemda Provinsi Papua Barat dapat segera mengimplementasikan Perdasus DBH Migas karena sudah dinanti-nantikan oleh masyarakat Teluk Bintuni. Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni nantinya akan menindaklanjuti Perdasus DBH Migas ini dengan aturan-aturan turunan di level kabupaten. 

Anggota Tim Teknis Penyusunan dan Pembahasan Raperdasus DBH Migas Kabupaten Teluk Bintuni, Wim Fymbay, menjelaskan bahwa pokok-pokok pikiran Perdasus Migas berasal dari masyarakat adat di tiga kabupaten penghasil migas di Papua Barat. Ia pun menekankan bahwa pengesahan Raperdasus DBH Migas menjadi Perdasus DBH Migas di Provinsi Papua Barat bukan berarti pekerjaan telah selesai dilakukan. 

Menurutnya, masih ada sejumlah pekerjaan penting yang masih harus dilanjutkan, di antaranya adalah mengawal proses registrasi dan harmonisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat ke Kementerian Dalam Negeri, melakukan sosialisasi Perdasus DBH Migas di level kabupaten, melakukan kajian-kajian akademik untuk penyusunan peraturan-peraturan daerah di level kabupaten terkait Perdasus DBH Migas, serta menyusun draft dan mengusulkan Raperda kabupaten kepada pemerintah daerah kabupaten.

(foto:SKK Migas)

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Provinsi Papua Barat, Roberth K.R Hammar, memberikan dasar hukum untuk menaikan besaran DBH Migas yang diterima kabupaten-kabupaten penghasil. Ia menjelaskan, selain menaikkan besaran DBH Migas, Perdasus ini memiliki keunggulan karena aturan materinya juga mengatur persentase peruntukan DBH.

“Sehingga nantinya Bupati di setiap kabupaten dalam menggunakannya harus sesuai dengan ketentuan persentase peruntukannya, sehingga benar-benar akan dirasakan oleh masyarakat,” kata Roberth.

Lanjutnya, saat ini status Perdasus DBH Migas Provinsi Papua Barat sedang dalam proses penyempurnaan tata naskah dan verifikasi oleh Kementerian Dalam Negeri untuk memperoleh nomor registrasi untuk selanjutnya diundangkan dalam lembaran daerah.

Ketua Badan Pembentukan Peratura Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Papua Barat, Frida T. Kelasin, mengatakan bahwa semangat dari Perdasus DBH Migas adalah mengatur bagaimana negara dapat hadir di tengah masyarakat adat. Menurutnya, Perdasus DBH Migas menghormati hak-hal dan identitas masyarakat adat di sekitar wilayah operasi migas. Karena itu, Perdasus DBH Migas harus sejalan dengan Perdasus Wilayah Adat yang juga diproses oleh DPRD Provinsi Papua Barat.

“Setelah Perdasus ini selesai, selanjutnya mandatnya kepada kabupaten adalah harus ada pemetaan masyarakat adat,” ujar Frida.

Sementara itu, Peneliti dari Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, Miftah Adhi Ikhsanto, mengatakan bahwa Perdasus DBH Migas ini menerapkan manajemen bagi hasil migas berdasarkan prinsip pembagian berdasarkan daerah asal sumber daya (by origin) dan penerimaan aktual migas. Dengan begitu, daerah penghasil memperoleh pembagian lebih banyak secara proporsional. Selain itu, penerapan Perdasus DBH Migas ini selanjutnya harus terus didorong melalui ranah politik, legal formal, dan teknokratis administratif.

“Dari sisi ranah politik, perlu didorong supaya adanya komitmen bahwa kebijakan DBH Migas ini harus berpihak kepada masyarakat,” ucapnya.

Miftah menambahkan, dari sisi ranah legal formal, hal yang perlu didorong adalah lahirnya aturan turunan Perdasus DBH Migas ke level kabupaten penghasil. Sementara itu, dari ranah teknokratis administratif, perlu dipersiapkan organisasi dan manajemen kabupaten penghasil untuk dapat mengelola DBH Migas.

 

 

(*)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya