Liputan6.com, Washington DC - Para pejabat penerbangan Amerika Serikat meyakini bahwa seekor burung mungkin menyebabkan kecelakaan mematikan pesawat Ethiopia Boeing 737 MAX 8 pada Maret 2019, menurut seseorang yang mengetahui masalah tersebut.
Burung menyebabkan sensor sistem anti-stall pesawat salah mengumpankan data kepada pilot, yang menyebabkan kecelakaan, kata otoritas penerbangan AS seperti dikutip dari CNBC, Rabu (22/5/2019).
Namun, Ethiopian Airlines mengatakan bahwa laporan awal penyelidikan kecelakaan menunjukkan "tidak ada bukti kerusakan benda asing" seperti burung yang mengganggu sensor pada pesawat Boeing 737 MAX 8.
Baca Juga
Advertisement
Sementara itu, Boeing mengecilkan kemungkinan bahwa serangan burung dapat merusak peralatan sensor pesawat namun, tidak memberikan penjelasan merinci, the Guardian melaporkan.
Para penyelidik telah mengindikasikan bahwa data sensor yang bermasalah memicu sistem anti-stall di atas pesawat Ethiopian Airlines Boeing 737 MAX mengumpankan data keliru kepada pilot. Pesawat itu jatuh tak lama setelah lepas landas --mirip dengan kecelakaan Lion Air JT 610 padda Oktober 2018.
Sistem secara otomatis mendorong hidung pesawat ke bawah jika merasa pesawat berada dalam kondisi stall, cara normal untuk pulih dari posisi masalah itu. Namun, hal tersebut bisa menjadi bencana jika pesawat tidak ada dalam kondisi stall.
Pilot dalam dua kecelakaan itu melawan sistem, yang dikenal sebagai MCAS, yang berulang kali mendorong hidung pesawat mereka ke bawah.
Kini, penyelidik sedang menyelidiki apakah situasi seperti "serangan burung" itu mampu menyebabkan kecelakaan Ethiopian Airlines, the Guardian melaporkan.
Polemik MCAS
Sampai saat ini, masih tidak diketahui apakah masalah pada fitur anti-stall pada Boeing 737 MAX 8 yang bernama MCAS benar-benar berdampak langsung dalam kecelakaan Lion Air JT 610 yang menewaskan seluruh 346 penumpang dan kru; atau Ethiopian Airlines ET 302 yang juga merenggut 157 nyawa semua orang di dalam.
Namun, sebuah pernyataan dari Boeing menunjukkan, pabrikan dirgantara itu tahu tentang adanya masalah pada MCAS pesawat 737 MAX, namun terindikasi tidak melakukan apa-apa untuk memitigasinya --bahkan jauh sebelum kecelakaan Lion Air JT 610 terjadi pada Oktober 2018 dan Ethiopian Airlines ET 302 pada Maret 2019.
Boeing, usai dua kecelakaan itu, telah mengakui bahwa sistem peringatan yang seharusnya menjadi fitur standar pada setiap armada "tidak dapat dioperasikan di semua pesawat."
Sebuah pernyataan yang rilis pada Minggu 5 Mei 2019 menggambarkan garis waktu yang mengganggu, terutama perihal bagaimana pihak berwenang di perusahaan tersebut telah menyadari dan memutuskan kapan untuk bertindak memitigasi masalah yang telah ada sedari awal pada 737 MAX, demikian seperti dikutip dari CNN.
Data yang muncul dari fitur yang dimaksud --yang sedari awal telah malfungsi-- bisa memberikan informasi yang salah kepada pilot, sehingga mungkin memicu mereka menerima pesan bahwa ada kesalahan dalam sistem pesawat.
Dalam kedua kecelakaan (ET 302 dan JT 610) investigasi awal menunjukkan: sensor Angle of Attack (AOA) yang sedari awal sudah malfungsi mengeluarkan data yang keliru sehingga memicu perangkat lunak anti-stall bernama MCAS aktif.
Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) yang aktif memicu pesawat melakukan nose-dive (hidung menukik) sebagai sebuah protokol keselamatan --setelah melakukan pembacaan sensor AOA yang keliru.
Padahal, pada kondisi sebenarnya, pesawat sedang tidak dalam kondisi yang membutuhkan protokol keselamatan MCAS.
Namun, para pilot (seluruhnya berpengalaman) terlanjur kewalahan dengan informasi yang keluar dari sensor dan protokol keselamatan yang mendadak berfungsi. Mereka kemudian berjuang keras melakukan tindakan untuk mendapatkan kendali kontrol pesawat. Namun nahas, pesawat tetap jatuh menukik ke laut (JT 610) atau daratan (ET 302).
Advertisement
Boeing Mengaku Sudah Memperbaiki Sistem MCAS
Dalam sebuah pernyataan resmi pada Kamis 16 Mei 2019, Boeing mengklaim pihaknya telah menyelesaikan pembaruan perangkat lunak pada pesawat 737 MAX. Langkah yang dilakukan setelah dua kecelakaan maut mengakibatkan penangguhan operasionalnya secara global.
Klaim perbaikan pada sistem anti-stall Boeing 737 MAX, yang dianggap sebagai faktor penyebab jatuhnya Lion Air JT 610 dan Ethiopian Airlines ET 302, kini harus memenangkan persetujuan dari regulator AS dan internasional.
Hal itu, sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Jumat (17/5/2019), bertujuan mengembalikan operasional pesawat 737 MAX setelah pembaruan perangkat lunak terkait.
"Dengan keamanan sebagai prioritas utama, kami telah menyelesaikan semua uji rekayasa terbang terkait pembaruan perangkat lunak, dan kini sedang mempersiapkan sertifikasi penerbangan akhir," kata Kepala Eksekutif Boeing Dennis Muilenburg.
"Seluruh kecelkaan tersebut memacu kami untuk meningkatkan komitmen pada nilai-nilai utama kami, termasuk keselamatan, kualitas, dan integritas, karena kami tahu kehidupan (dalam perjalanan udara) bergantung pada apa yang kami lakukan," lanjut Muilenburg.