Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melakukan pembatasan media sosial Facebook dan Instagram serta aplikasi pesan WhatsApp . Dengan demikian, aplikasi-aplikasi tersebut tak bisa dipakai secara normal untuk membagikan gambar ataupun video.
Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran video maupun konten hoaks serta ajakan bersifat provokatif lebih luas lagi.
Pengamat media sosial Indonesia Enda Nasution mengatakan, langkah yang dilakukan pemerintah membatasi akses media sosial merupakan sebuah alternatif menghindari provokasi terus meluas.
Baca Juga
Advertisement
"(Pembatasan akses terhadap medsos) merupakan alternatif, tidak melakukan apapun sama sekali juga salah. Apalagi, provokatif itu berbahaya, karena banyak video lama dengan narasi baru yang memprovokasi orang untuk ikut bergabung," tutur Enda saat dihubungi Tekno Liputan6.com, Rabu (23/5/2019).
Enda mengatakan, jika pemerintah menghentikan seluruh akses internet tentu dampaknya kepada masyarakat Indonesia akan makin luas. Untuk itu, pemerintah mencari solusi yang tepat.
"Mungkin yang dilakukan bisa lebih baik, misalnya mengidentifikasi nomor-nomor telepon yang menyebarkan informasi provokatif. Tetapi melihat kondisi kemarin, mungkin pemerintah memiliki informasi intelijen yang menganggap langkah pembatasan media sosial itu jadi terbaik," kata Enda.
Enda mengungkapkan, sejauh ini pembatasan akses media sosial dirasa cukup tepat, mengingat belum adanya kerusakan yang lebih luas.
Namun demikian, Enda menilai pemerintah perlu melakukan evaluasi terus menerus.
"Ini sangat tergantung dengan situasi, jadi perlu terus ada evaluasi, jangan juga pembatasannya berkepanjangan," ujarnya.
Warganet Perlu Berkorban Sedikit
Pembatasan akses media sosial dan aplikasi pesan WhatsApp membuat masyarakat tidak bisa mengirimkan foto dan video seperti saat normal. Namun, dia menyebut, masyarakat perlu sedikit berkorban.
Saat ini di satu sisi penyebaran berita-berita provokatif dan video berkurang banyak karena tidak bisa kirim. Kemudian, ajakan untuk turun ke jalan pun berkurang cukup banyak.
Namun, dampak luasnya masyarakat jadi tidak bisa membuka media sosial.
"Saya sih berpendapat gangguan yang dirasakan masih bisa ditolerir dibandingkan risiko ada kemungkinan terjadi, lebih lagi provokasi," katanya.
Lebih lanjut, dia mengajak agar warganet berkorban tidak bisa bermain Instagram dan media sosial selama beberapa hari.
"Netizen berkorban sedikit lah, tidak bisa nonton video IG beberapa waktu, demi menjaga stabilitas yang lebih luas," ujarnya.
Terlebih, saat ini pemerintah hanya membatasi akses media sosial dan aplikasi pesan, bukan menghentikan akses internet secara keseluruhan.
"Kalau di satu sisi pemerintah mau ekstrem, bisa saja memadamkan internet keseluruhan. Akibatnya aplikasi perbankan, e-commerce, dan lain-lain tidak bisa diakses, namun sekarang kan masih bisa untuk komunikasi," tuturnya.
Advertisement
Batasi Akses Media Sosial
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengumumkan telah membatasi kemampuan berkirim gambar maupun video di aplikasi chatting dan media sosial.
Informasi ini diumumkan langsung oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara di Kantor Kementerian Koordinator Politik dan HAM.
Menurut Rudiantara, pembatasan ini bersifat sementara dan bertahap. Adapun pembatasan fitur dilakukan terhadap plaftorm media sosial dan aplikasi chatting.
"Modusnya adalah posting di Instagram, Facebook, dalam bentuk meme atau foto. Lalu, di-screen capture dan viral di messaging system. Jadi, teman-teman akan mengalami perlambatan upload dan download video termasuk foto, karena viralnya yang negatif ada di sana (messaging system)," tutur Rudiantara saat konferensi pers, Rabu (22/5/2019).
Dalam kesempatan itu, Menteri Koordinasi Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Wiranto menuturkan langkah ini diambil untuk mengamankan negara.
"Kami menyesalkan ini harus dilakukan, tapi betul-betul ini untuk mengamankan negera. Berkorban tiga dua hari tidak berkirim gambar, tapi teks masih bisa. Ini semata-mata untuk keamanan nasional," tutur Wiranto.
(Tin/Isk)