HRW Desak Pemerintah Brunei Darussalam Cabut Hukum Syariah

Human Rights Watch (HRW) mendesak pemerintah Brunei Darussalam untuk mencabut hukum syariah.

oleh Afra Augesti diperbarui 23 Mei 2019, 15:27 WIB
Sultan Hassanal Bolkiah pergi usai menyampaikan pidato dalam sebuah acara di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, Rabu (3/4). Dalam hukum syariah baru, seseorang akan dihukum rajam sampai mati bila berhubungan seks gay, baik mengaku atau ketahuan oleh empat saksi. (AFP)

Liputan6.com, Bandar Seri Begawan - Sebuah organisasi hak asasi manusia internasional non-pemerintah, Human Right Watch (HRW), meminta Sultan Brunei Darussalam, Hassanal Bolkiah, untuk segera mencabut hukum pidana syariah di negaranya.

Menurut HRW, hal itu telah melanggar sejumlah HAM manusia yang diakui secara global. Diberlakukan mulai 3 April 2019, KUHP Syariah menerapkan hukuman mati dengan rajam bagi mereka yang melakukan hubungan intim di luar nikah dan seks anal, memotong anggota tubuh bagi mereka yang mencuri dan 40 cambukan untuk mereka yang LGBT.

"Ketentuan yang tercantum dalam hukum pidana itu membuka jalan bagi berbagai pelanggaran HAM, termasuk hak untuk hidup, bebas dari penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya, kebebasan berekspresi, privasi dan agama," kata empat direktur HRW dalam sebuah surat yang dilayangkan kepada Bolkiah, yang juga merupakan perdana menteri Brunei Darussalam.

Sebuah laporan terperinci dari hukum pidana tersebut, yang turut dilampirkan pada surat, menyatakan bahwa hukuman itu melanggar kewajiban Brunei terhadap konvensi HAM internasional yang telah ditandatangani oleh negara tersebut, termasuk Konvensi Hak Anak, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, serta sederet perjanjian yang telah ditandatangani tetapi belum diratifikasi.

"Sebagai negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Brunei berjanji untuk menghormati Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang ketentuannya dianggap mencerminkan hukum kebiasaan internasional," kata laporan itu, seperti dikutip dari situs UPI.com, Kamis (23/5/2019).

Wakil Direktur Asia HRW, Phil Robertson, mengatakan undang-undang hukum pidana yang baru di Brunei Darussalam adalah "serangan dari berbagai sisi terhadap HAM yang mendasar."

"Sultan memegang kekuasaan absolut di Brunei, jadi tanggung jawab atas hukum pidana ini ada tepat di pundaknya," ujar Robertson dalam sebuah pernyataan. "Komitmen berulang Brunei untuk menghormati HAM, jumlahnya hanya sedikit selama KUHP Syariah berlaku."


Hukuman yang Dapat Rahmat Tuhan

Sultan Hassanal Bolkiah menyampaikan pidato dalam sebuah acara di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, Rabu (3/4). Mulai hari ini, Kerajaan Brunei Darussalam resmi memberlakukan hukum rajam hingga tewas terhadap pelaku gay (sesama laki-laki). (AFP)

Peluncuran KUHP baru ini disambut dengan pertentangan dari dua selebritas dunia, seperti aktor George Clooney dan komedian Ellen DeGeneres. Mereka mendorong aksi boikot terhadap hotel-hotel yang terkait dengan Brunei Darussalam.

Selain itu, negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Jerman pun menentang penggunaan hukum syariah semacam itu.

Sebagai tanggapan dari banyak kecaman tersebut, Sultan Hassanal Bolkiah pada 5 Mei mengatakan, "Ada banyak kesalahpahaman tentang aturan baru itu, yang dapat menyebabkan ketakutan di berbagai pihak."

Dia menambahkan, meskipun meneraokan hukum pidana, Brunei akan terus menegakkan moratorium de facto pada hukuman mati.

"Seharusnya tidak ada kekhawatiran tentang hukum syariah karena penuh dengan rahmat dan hidayah Allah," katanya.


Ditentang Keras HRW

Ilustrasi Foto LGBT atau GLBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). (iStockphoto)

Namun, HRW menolak penjelasan sultan pada hari Rabu kemarin, dengan menyatakan, "Hukuman mati hanya salah satu dari banyak masalah yang terkait dengan hukum pidana," kata direktur dalam surat mereka.

HRW kemudian mendesak sultan untuk segera mencabut KUHP, memastikan hukum baru yang selaras dengan HAM internasional dan meratifikasi konvensi serta perjanjian yang telah ditandatangani Brunei sebelumnya.

"Sultan harus mencabut undang-undang ini dan memenuhi janjinya untuk menghormati hak asasi manusia," tegas Robertson.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya