Liputan6.com, Manus - Beberapa pencari suaka yang dihalau ke luar negeri oleh Australia telah mencoba bunuh diri dalam beberapa hari terakhir. Hal itu terjadi di tengah meningkatnya keputusasaan di tempat mereka berada dan atas kondisi yang mereka alami.
Fenomena itu terjadi setelah Australia melaksanakan pemilu nasional. Petahana, koalisi antar partai Liberal-National pimpinan Perdana Menteri Scott Morrison, keluar sebagai pemenang usai unggul tipis dari oposisi, Labor Party.
Morrison juga diperkirakan kuat akan meneruskan masa jabatannya.
Sejak 2013, Australia telah menghalau pencari suaka yang tiba dengan mengirim mereka menggunakan kapal ke Pulau Nauru dan Manus, Papua Nugini (PNG). Kebijakan itu mendapat dukungan bipartisan.
Baca Juga
Advertisement
Jelang pemilu Australia yang berlangsung pada 18 Mei 2019, banyak pencari suaka berharap bahwa perubahan pada pemerintahan akan memperbaiki situasi yang mereka alami.
Kenyataannya tidak demikian, karena pemerintahan petahana yang menghalau mereka untuk mencari suaka, kembali berkuasa.
Kenyataan pahit tersebut menyebabkan keputusasaan yang meningkat, kata para pengungsi.
"Situasi di Manus di luar kendali, hari ini dua orang lagi mencoba bunuh diri," kata Behrouz Boochani lewat twitter, seorang pengungsi dan wartawan Iran-Kurdi di Pulau Manus, seperti dikutip dari BBC, Kamis (23/5/2019).
Pengungsi lain, Abdul Aziz Adam, menulis: "Kami menyerukan pemerintah untuk melakukan sesuatu untuk para pengungsi & pencari suaka di Manus dan Nauru."
Kelompok oposisi dari Labor Party telah berjanji untuk menerima tawaran Selandia Baru untuk memukimkan kembali 150 pengungsi dari pulau-pulau itu jika mereka memenangkan pemerintahan Sabtu lalu.
Saat ini, para pengungsi di PNG dan Nauru diberikan pilihan oleh Australia untuk bermukim kembali di negara-negara tersebut, melamar sejumlah tempat di AS, atau kembali ke negara asal mereka.
Upaya Bunuh Diri
Ada beberapa laporan berbeda tentang jumlah kasus upaya bunuh diri tersebut. Komandan polisi Pulau Manus David Yapu mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa ia mengetahui empat upaya bunuh diri selama akhir pekan.
Behrouz Boochani dan kelompok-kelompok pengungsi lainnya mengatakan kepada BBC bahwa setidaknya 12 orang telah berusaha melukai diri sendiri di PNG sejak Sabtu.
Ian Rintoul, dari kelompok Refugee Action Coalition, mengatakan setidaknya lima orang telah dibawa ke rumah sakit.
Pemerintah Australia tidak secara langsung menangani laporan tersebut, tetapi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa "sangat serius perannya dalam mendukung pemerintah PNG dan Nauru untuk memastikan individu di PNG dan Nauru diberikan berbagai pengaturan layanan kesehatan, kesejahteraan dan dukungan layanan," seperti dikutip dari BBC.
Advertisement
Yang Digantungi Harapan Kalah Pemilu
Kemenangan pemilu untuk Liberal-National yang dipimpin Perdana Menteri Scott Morrison merupakan sebuah kejutan, setelah survei pra-pemilu menunjukkan kemungkinan kemenangan pada Labor Party.
"Benar atau salah, banyak pengungsi benar-benar menggantungkan harapan mereka pada kemenangan Labor Party yang berarti perubahan pada situasi mereka," kata Elaine Pearson, direktur Human Rights Watch Australia kepada BBC.
Dia mengatakan hasil pemilu justru memperburuk perasaan putus asa di pulau-pulau itu, di mana lebih dari 80% pencari suaka dilaporkan menderita masalah kesehatan mental.
Setidaknya 12 pencari suaka dan pengungsi telah tewas di pulau itu sejak 2013.
PBB telah mengkritik kebijakan penahanan Australia sebagai "tidak manusiawi", tetapi Negeri Kanguru bersikeras bahwa kebijakan mereka dilakukan untuk mencegah perdagangan manusia dan menyelamatkan nyawa di laut.
Tahun lalu, laporan krisis kesehatan mental di antara anak-anak di Nauru mendorong pemerintah untuk mengevakuasi keluarga ke Australia.
Pada Februari 2019, anggota Parlemen fraksi Labor Party dan pekerja lintas batas mendapatkan cukup suara untuk meloloskan undang-undang yang memudahkan pengungsi yang sakit mendapatkan perawatan di Australia.
Morrison berpendapat bahwa undang-undang tersebut mendorong perdagangan manusia. Pemerintahnya mungkin berusaha untuk mencabutnya ketika parlemen kembali bertugas setelah pemilu, menurut media setempat.